Webinar Kagama Fotografi 3: dari Hobi menjadi Profesi ala Ahmad Zamroni

Hari Sabtu (10/10/2020) jam 15.00 s/d 17 WIB berlangsung webinar Kagama Fotografi #3 dengan judul “Dari Hobi menjadi Profesi”, menghadirkan narasumber utama Ahmad Zamroni, seorang fotografer profesional. Sebagai host acara adalah Wiwit Wijayanti dari tim Humas PP Kagama. Deny Purwo Sambodo, Wasekjen 1 PP Kagama, tampil menyampaikan pidato pembukaan.

Deny Purwo Sambodo dalam kata sambutannya menyatakan apresiasi setinggi-tingginya atas inisiatif Kagama Fotografi yang membuat seri webinar membahas ilmu fotografi yang berguna bukan untuk kalangan internal warga Kagama sendiri, namun juga buat masyarakat umum. Deny berharap dalam setiap kegiatannya Kagama Fotografi selalu menyebarkan tagline #GuyubRukun dan #MigunaniSakLawase, seperti yang dilakukan oleh Kagama pada semua level dari daerah sampai luar negeri dan Kagama Komunitas.

Deny Purwo Sambodo, Wasekjen 1 PP Kagama

Kagama adalah organisasi yang banyak menaungi alumni. Sejak Munas di Kendari pada tahun 2015 Kagama mempunyai satu struktur yang basisnya hoby dan minat yang kita sebut sebagai Kagama Komunitas, salah satunya adalah Kagama Fotografi. Salah satu tokoh penting yang mendorong berkembangnya Kagama Komunitas adalah Sulastama Raharja. Awalnya baru sedikit komunitas yang terbentuk, namun lama-lama kemudian didukung oleh partisipasi aktif dari segenap warga Kagama hingga melahirkan beragam komunitas sampai saat ini.

Ahmad Zamroni, fotografer profesional narasumber webinar

Narasumber utama, Ahmad Zamroni selama 1 jam lebih menceritakan pengalamannya menekuni dunia fotografi mulai dari hobi sampai menjadi profesi. Di awal pemaparan Roni menjelaskan konsep fotografer amatir dan profesional. Amatir, berasal dari bahasa latin yang artinya mencintai, sebagai lawan dari profesional sering dikonotasikan dengan ketidakcakapan atau ketidakmampuan seseorang. Padahal fotografer amatir kadang lebih jago memotret atau hasilnya jepretannya lebih bagus dari mereka yang profesional. Karena sebenarnya bedanya hanyalah di tujuannya saja. Amatir melakukan sesuatu dengan kesenangan untuk kepuasan diri sendiri tanpa meminta bayaran, sedangkan profesional melakukan pekerjaan karena ada bayarannya.

Saat ini dunia fotografi tidak bisa dilepaskan dari keberadaan sosial media, seperti Facebook, Youtube, Instagram, dll. Roni menyarankan buat penyuka fotografi agar bermain di IG, karena berdasarkan pengalaman pribadinya IG sungguh bermanfaat. Roni sendiri menggunakan IG sebagai personal branding atau untuk membangun reputasinya. Kunci membangun reputasi di IG adalah jumlah follower yang tentu saja membutuhkan waktu, tidak bisa secara instan. Membeli follower palsu yang jumlahnya banyak bisa saja, namun percuma karena mereka bukanlah pasar yang nyata. Untuk meraih follower banyak usahakan visual atau kontennya menarik, juga harus melakukan posting secara reguler atau konsisten. Jika jarang posting kita akan cepat terlupakan, karena kredo yang berlangsung saat ini adalah yang lambat akan tergilas yang cepat.

Roni sendiri kaget dunia IG mampu membuat hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Contohnya ia tiba-tiba dianggap influencer yang dianggap berpengaruh, sehingga ada yang membayarnya untuk posting mempromosikan sebuah produk atau acara. Lalu saat ia membuat akun IG yang berisi foto-foto hobinya bercocok tanam dalam pot, mendadak banyak yang tertarik untuk membeli tanamannya.

Sebelum melanjutkan obrolan tentang fotografi, Roni menceritakan perjalanan karirnya. Tahun 2002 ia mulai mengawali karirnya bekerja sebagai fotografer jurnalis di Kompas.com. Lima tahun kemudian ia pindah ke kantor berita AFP (Agence France-Presse). Berikutnya tahun 2010 ia pindah ke majalah Forbes Indonesia. Tahun 2013 bersama teman-teman fotografer lainnya ia mendirikan media fotografi online bernama www.1000kata.com. Setahun kemudian ia mendirikan perusahaan agensi visual kreatif sendiri bernama Hati Kecil Visuals.

Roni hanya ingin bercerita banyak atau sharing tentang pengalaman profesionalnya di dunia fotografi. Sengaja ia tidak bicara teknis, karena di internet sudah bisa diperoleh banyak ilmunya dan mudah dipelajari. Selain itu kamera sekarang sangat memudahkan penggunanya. Yang perlu diketahui apabila ingin meningkatkan kemampuan fotografi lebih lanjut, ilmu dasarnya harus dikuasai terlebih dulu.

Dalam dunia jurnalistik foto bagus saja tidak cukup, namun harus mampu membangkitkan empati pemirsanya. Sebagai foto jurnalis, Roni dituntut untuk bisa banyak hal yaitu memotret apapun yang bisa menjadi berita bagus. Sebagai profesional ia juga harus mampu menciptakan karya foto luar biasa. Dan ia bersyukur sekaligus bangga beberapa karyanya pernah tampil di media terkenal dunia dan diikutkan pada pameran fotografi bergengsi.

Kita tidak akan tahu ke depannya akan seperti apa perjalanan foto kita. Tugas kita hanyalah membuat karya foto semenarik mungkin dan biarkan takdir yang bicara. Bisa jadi foto kita akan terkenal dan tersebar ke mana-mana, yang mungkin bisa mengangkat nama atau tarif jasa kita. Bisa jadi akan mendatangkan klien baru dan hal-hal menguntungkan lainnya.

Buat teman-teman yang statusnya masih hobi saat ini, jika ada kesempatan pameran atau tawaran membuat buku, itu sebuah peluang luar biasa yang harus diambil. Mungkin kita akan keluar uang terlebih dulu, namun itu bisa jadi jalan menarik sebagai jalan pembuka bagi kita untuk melangkah lebih jauh. Ketika sudah pada taraf profesional, urusan teknis seharusnya sudah selesai.

Ketika Roni memutuskan keluar dari majalah Forbes Indonesia sekitar tahun 2018, ia lalu fokus kepada commercial & corporate photography. Beberapa perusahaan besar nasional pernah memakai jasanya. Ilmu yang ia kuasai seperti komposisi dan pencahayaan sangat penting untuk menghasilkan sebuah karya yang bagus yang mampu meningkatkan pencitraaan perusahaan kliennya. Beberapa klien tidak suka dengan foto yang bergaya studio sekali. Ada yang suka gaya jurnalistik atau real namun ada keindahannya. Kadang Roni memakai tempat yang berantakan atau tidak rapi bisa disulap menjadi artistik. Pengalaman Roni yang diperoleh di tempat pekerjaan sebelumnya sangat membantu dalam hal ini

Di dunia komersial, bekerja dengan berbagai macam perusahaan itu menarik sekali dan banyak tantangannya. Jika sudah bicara bisnis maka bagaimana caranya memaintenance bisnis itu dengan benar dan menjaga hubungan baik dengan klien. Hal itu jauh lebih sulit daripada teknis fotografi. Ketika masih amatir, yang menjadi boss adalah diri kita sendiri. Namun ketika sudah benar-benar menjadikan fotografi sebagai lahan bisnis, maka bossnya adalah klien kita. Bahkan tak jarang ada banyak pemegang keputusan yang harus kita hadapi.

Keputusan mau menjadi amatir atau profesional ada di tangan kita sendiri. Namun ketika sudah memutuskan membangun bisnis fotografi, maka kemampuan manajerial mengelola perusahaan sangat penting, yang mana kemampuannya berbeda-beda untuk setiap orang. Jika kemampuan kita tidak bagus maka akibatnya akan buruk juga biat bisnis kita. Pengalaman Roni sendiri, ketika ia sudah memutuskan menjadi profesional maka hobi boleh dikatakan sudah selesai. Ketika hobi sudah menjadi pekerjaan, maka hal itu menjadi dunia yang sangat berbeda. Sebagian orang merasa terbebani dan menjadi tidak asyik lagi.

Di akhir pemaparan Roni menjelaskan beberapa permasalahan yang umum terjadi pada teman-teman yang mengawali bisnis, seperti rasa rendah diri dan takut ditolak klien. Lalu masalah kurang pengalaman juga sering terjadi yang mengakibatkan kita menjadi mangsa empuk klien dan diremehkan. Karena tiadanya percaya diri menentukan harga, akhirnya mematok harga yang murah. Dan ketika semuanya berlomba menawarkan harga murah, maka ibaratnya kita semua masuk ke kapal yang hampir tenggelam dan kita akan tenggelam bersama-sama.

Masalah menawarkan harga ini yang paling penting adalah jangan sampai kita mematikan rejeki orang lain. Apabila pesaing kita menawarkan harga murah sekali kepada calon klien, kalau bisa jangan kita mematok harga yang lebih rendah lagi. Biarkan klien memilih sendiri, karena rejeki sudah ada yang mengatur.

Dengan gambaran di atas, masihkah tetap tertarik untuk menjadi fotografer profesional? Agar lebih mantab menentukan pilihan, kesimpulan Roni berikut ini mungkin bisa dijadikan acuan. Untuk mereka yang amatir atau memotret hanya sekedar buat hobi, memotret adalah hanya proyek pribadi dengan prioritas utama kepuasan diri dan uang bukan sebagai tujuan. Lebih bisa menikmati kebebasan yang dimiliki dengan berkarya tanpa batas.

Wiwit Wijayanti, moderator webinar

Sedangkan bagi profesional, hasil dan layanan adalah fokus utama. Klien yang menjadi bos sehingga harus melayani dan menjaga hubungan dengan baik. Kepuasan klien adalah segalanya. Apabila klien puas bisa jadi akan membuat membayar lebih atau memberi proyek yang lain ke depannya. Kemampuan manajerial mengelola bisnis atau perusahaan sangat penting karena itu sangat menentukan kelangsungan hidup usaha kita.

*) Materi webinar bisa dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=JDEV67r8IzU

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*