Ajeng Galih Sitoresmi, Alumnus Komunikasi yang Asyik Bergelut dengan Dunia Benang

Bagi Ajeng Galih Sitoresmi (Fisipol Jurusan Komunikasi 2004) kehidupan adalah misteri. Ia tidak menyangka kecintaannya membaca buku komik Jepang atau manga semasa SMP membuat perjalanan hidupnya berbelok arah menjadi penuh warna. Kuliahnya di jurusan komunikasi, namun kini pekerjaannya adalah bergelut dengan benang setiap harinya, lewat kegiatan merajut dan merenda.

Jadi dalam kebanyakan komik Jepang yang untuk pangsa pasar remaja, selalu ada cerita tokoh wanitanya membikin syal untuk dihadiahkan kepada pacarnya. Saat itu Ajeng merasakan tertarik bercampur penasaran karena sepertinya merajut adalah sebuah skill yang menarik dan hasilnya adalah sesuatu yang unik dan personal.

Namun begitu Ajeng mengatakan bahwa tidak semua produk hasil kerajinan tangan dari benang adalah hasil rajutan. Perlu dibedakan antara merajut (knitting) dan merenda (crochet). Keduanya menggunakan bahan benang yang sama, tapi memakai jarum yang berbeda, tekniknya juga tidak sama, bahkan hasil produknyapun juga berbeda. Menurut Ajeng di Amerika dan Eropa lebih populer knitting sementara di Indonesia penggemar crochet lebih banyak.

Macrame produksi Poyeng

Di luar kedua jenis itu, masih ada satu lagi variasinya yaitu yang disebut macrame atau kerajinan tangan simpul menyimpul dengan menggunakan berbagai macam benang sehingga terbentuk aneka rumbai dan jumbai. Di Indonesia, macrame berkembang sekitar tahun 2015-2016 dan baru mencapai puncaknya pada tahun 2018. Hasil produknya antara lain tirai, wall hanging, gantungan pot, kap lampu, sarung bantal, backdrop wedding (pengganti gebyok), dll.

Saat dihubungi Kagama.id, Ajeng bercerita dengan penuh antusias bagaimana ia sampai terjun ke dunia merenda dan merajut. Awalnya saat masih awal-awal kuliah ia aktif menjalin kontak dengan komunitas penyuka knitting di Cafe Kinoki Kotabaru Yogyakarta dan Toko Buku Kecil (TOBUCIL) Bandung. Ia sempat ikut belajar knitting basic. Namun pada tahun 2008 Cafe Kinoki tutup sehingga Ajeng tidak bisa melanjutkan kelasnya.

Ajeng kemudian belajar secara otodidak via googling internet. Ketika dirasa ilmunya sudah cukup, pada tahun 2008 mulailah ia mengawali bisnisnya secara online. Ia menamai usahanya Poyeng, yang diambil dari nama julukannya, dan membuat sebuah website dengan alamat www.poyenghobby.com.

Pada tahun 2010 ketika pelanggan yang berada di Yogyakarta dan sekitarnya sudah lumayan banyak, Ajeng mulai berani membuka toko dengan mengontrak ruang usaha di Jl. Palagan Tentara Pelajar Yogyakarta. Saat ini tokonya sudah pindah, masih tetap di Jl. Palagan, namun sekitar 2 km ke arah utara.

Ajeng dalam menjalankan usahanya dibantu oleh staf dan karyawan yang kesemuanya mahasiswi yang bekerja secara part time. Ada alasan tertentu mengapa Ajeng tidak mau mengangkat pegawai tetap. Jadi pegawainya selalu berganti-ganti secara berkala.

Produk knitting & crochet karya Poyeng

Produk yang dihasilkan Poyeng berupa topi, syal, sweater, jaket, baju bayi, tas, taplak, selimut, dll. Yang paling laris menurut Ajeng adalah topi dan syal. Meski begitu ternyata jualan produk hanyalah sampingan saja karena harganya memang relatif mahal, jadi permintaan juga tidak terlalu tinggi. Barang yang ready stock sedikit, lebih banyak menerima order yang customized.

Produk benang buatan Poyeng

Poyeng lebih fokus ke jualan bahan seperti benang, jarum dan berbagai macam aksesoris untuk merenda dan merajut. Saat ini Poyeng punya produk benang sendiri warna polos dan gradasi, bekerja sama dengan perajin di seputaran Yogyakarta. Lalu Poyeng juga menjalin kerja sama dengan crafter di Yogyakarta dalam hal mewarnai benang sehingga menjadi unik dan eksklusif. Tentu saja ada perbedaan harga yang signifikan di antara kedua jenis benang itu.

Dalam rangka peduli dengan komunitas pecinta knitting, Poyeng melakukan semacam misi sosial, yaitu memberikan workshop secara gratis di toko bagi mereka yang tertarik mau belajar merajut. Jadwalnya diatur bergiliran rapi dengan tenaga pengajar para mahasiswi yang bekerja part time. Namun apabila Ajeng diundang untuk memberikan workshop ke luar di seputaran Yogyakarta, ia menarik bayaran paling tidak untuk sekedar untuk mengganti biaya transport.

Buku-buku karya Ajeng

Di luar aktivitas Poyeng, Ajeng punya kegiatan sendiri yang lumayan banyak di antaranya menulis buku yang isinya berbagi ilmu tentang dunia rajut merajut. Sudah 4 buku yang dihasilkannya, yaitu “Kreasi Rajut Topi” terbitan Indonesia Tera, serta 3 buku di bawah penerbit Galang Press yang berjudul “Sehari Mahir Merajut”, “Knit It Love It: Rajut Cantik, Rajut Unik”, dan “Sehari Mahir Merajut: Edisi Lengkap Tingkat Pemula Sampai Mahir”. Ajeng memang suka membagi-bagikan ilmunya karena berbagi ilmu itu menyenangkan katanya.

Kemudian sejak tahun 2011 Ajeng membikin pola rajut sendiri, lalu membuat tutorialnya dalam bentuk file PDF dan dijual ke manca negara lewat situs www.etsy.com yang merupakan market place khusus handmade dan website www.ravelry.com. Sampai saat ini Ajeng sudah membuat lebih dari 40 tutorial. Untuk pasaran dalam negeri, ia menjualnya dalam ujud knitting kit yaitu berupa tutorial dilengkapi material alatnya, yang bisa dibeli langsung di toko atau secara online.

Merchandise berupa kaos dan mug

Di luar produk rajutan, Ajeng juga menjual merchandise semacam kaos dan mug dengan tulisan dan gambarnya tak jauh-jauh dari dunia rajut. Ia menjualnya dengan membuka open pre order, yang jelas bisa dihitung berapa lakunya.

Pada akhir wawancara Ajeng mengakui bahwa pekerjaannya saat ini jauh berbeda dengan apa yang dipelajarinya semasa kuliah dulu. Namun kuliah di jurusan komunikasi ternyata dirasakannya secara tidak langsung mendukung pekerjaannya. Dulu ia sempat mendapatkan mata kuliah fotografi selama satu semester, sehingga untuk masalah memotret produk serta bikin video sendiri sudah ada basicnya. Selain itu ilmu yang diperolehnya saat kuliah sangat membantu berkomunikasi secara baik dan efektif dengan para pelanggan.

Ajeng tak lupa berpesan kepada para pemula yang ingin belajar merenda dan merajut “Belajarlah dari yang gampang-gampang dulu, jangan terburu membuat pola yang rumit. Semua ada prosesnya, nikmati mulai dari yang paling mudah lama-lama nanti akan semakin mahir.”