Joni TW, Alumnus Arsitektur yang Jatuh Cinta dengan Dunia Meracik Teh

Dalam kehidupan ini seringkali berjalan di luar jangkauan pemikiran kita. Kita tidak bisa menentukan nasib dan takdir kita sendiri. Seperti kisah perjalanan hidup yang dialami oleh Joni TW, alumnus Teknik Arsitektur UGM angkatan 1986. Ketika ia mengambil kuliah di jurusan arsitektur 36 tahun yang lalu, tentulah ia punya harapan besar kelak akan menjadi seorang arsitek hebat. Namun siapa sangka bahwa akhirnya saat ini ia menekuni pekerjaannya berbisnis teh, jauh di luar ilmu yang dipelajarinya semasa kuliah dulu.

Kedai Teh Kalasan

Kepada kagama.id yang mewawancarai di tempat usahanya, Joni mengatakan ia sendiri juga tidak menduga perjalanan hidupnya akan berujung di dunia racik meracik teh. Meski ia mengakui bisnis memang bukanlah dunia baru baginya, karena semenjak tahun 1992 ia sudah menjalani bisnis berbasis network marketing, yaitu aktif menjadi anggota beberapa MLM.

Ketika usai diwisuda pada tahun 1998, ia sempat terjun ke dunia arsitektur. Namun pekerjaan tersebut hanya sekitar dua tahun dijalaninya, karena ia merasakan passionnya ternyata bukan di dunia merancang bangunan. Pada tahun 2000 ia kembali menekuni pekerjaan lamanya yaitu di dunia MLM.

Joni saat melayani pelanggan di KTK

Pada tahun 2005 Joni mengontrak sebuah rumah di daerah Pakuningratan, dan membuka kedai yang menyediakan minuman teh dan kopi bernama “Kedai 24”. Sebenarnya usahanya berjalan lancar, dan pelangganya semakin bertambah dari tahun ke tahun. Namun pada tahun 2010 saat habis masa kontrakannya, pemilik rumah tidak mengijinkan memperpanjangnya.

Tentu saja Joni harus memindahkan tempat usahanya. Kebetulan saat itu ada rumah milik mertuanya yang tak terpakai di daerah Kalibata, Jakarta yang layak dijadikan kedai. Joni dan istri akhirnya memutuskan hijrah ke ibukota dengan harapan akan lebih berkembang lagi usahanya.

Blooming tea

Karena ketertarikan istrinya kepada teh yang begitu sangat kuat, menjadikan Joni terinspirasi untuk semakin meningkatkan pengetahuannya tentang teh. Maka mulailah ia berguru kepada beberapa pakar teh, di antaranya Bambang Laresolo dan Ratna Somantri. Saat itu transfer ilmunya lewat media milis, dan 2 bulan sekali diadakan gathering yang lokasinya berpindah-pindah di seputaran Jakarta – Bogor.

Sekitar setahun Joni mempelajari teh secara tekun dan sungguh-sungguh. Pada tahun 2011 ketika ilmunya dirasa sudah cukup, ia kembali memberanikan diri membuka kedai yang berjualan teh, dan minuman lainnya di rumah mertuanya Kalibata.

Blended tea

Sama seperti saat membuka usaha di Yogyakarta, bisnisnya di Jakarta juga berkembang pesat. Walau secara bisnis bagus, tapi Joni dan istri merasakan kehidupan keramaian & hiruk pikuk Jakarta kurang cocok bagi mereka. Akhirnya pada tahun 2017 mereka memutuskan kembali ke Yogyakarta.

Balik Jogja, Joni dan istri tidak tergesa-gesa langsung membuka usaha. Sekitar setahun mereka terlebih dulu melakukan persiapan matang, agar tidak salah perhitungan. Di masa persiapan itulah Joni dan istrinya yang juga lulusan arsitektur, membangun dan merancang sendiri kedainya di lahan milik Joni di daerah Tamanmartani, Kalasan. Pada bulan Maret 2018, ketika semuanya sudah siap, barulah mereka kembali membuka usaha yang diberi nama “Kedai Teh Kalasan” (KTK).

Meski namanya kedai teh namun KTK juga menyediakan minuman lain, seperti kopi, milkshake, smoothies, mocktail, dll. Untuk lebih menarik pembeli, KTK menyajikan pula makanan berat, seperti nasi goreng berbagai variasi dan bakmi, serta bermacam cemilan. Kedainya buka setiap hari kecuali hari Selasa, dari jam 12.00 s/d 21.00 WIB.

Kombucha produksi Joni

KTK menyediakan lebih dari 30 jenis teh. Selain menyuguhkan teh lokal, KTK juga menyediakan teh impor dari China, India, dan Afrika. Enam jenis teh yang biasa dikomsumi, yaitu teh hitam, teh putih, teh hijau, teh kuning, teh oolong, dan teh post fermented semisal kombucha, semuanya ada di KTK.

Joni menjelaskan umumnya teh disajikan secara single origin atau hanya satu jenis teh saja tanpa dicampur bahan lain. Lalu yang kedua blended tea, yaitu teh yang diracik bersama bahan-bahan lain semacam bunga, buah, rempah, dan makanan, dalam wujud kering.

Yang ketiga adalah tea mixology, yaitu racikan teh dengan bahan lain namun ujudnya cair. Sebenarnya tea mixology banyak yang suka, khususnya anak-anak muda, namun untuk saat ini Joni belum tertarik menawarkan di kedainya.

Bi Luo Chun

Ketika ditanya oleh kagama.id mengapa Joni membuka kedai teh bukannya warung kopi? Jawabannya, karena lebih mudah dan lebih murah pembiayaannya dibanding buka coffee shop. “Bahan baku, peralatan produksi, dan alat penyajian relatif murah, sehingga margin profit menjadi lebih besar,” jelasnya.

Selain itu, ia sangat suka pada bisnis teh yang menerapkan blue ocean strategy, yaitu strategi yang menekankan tidak berusaha memenangkan persaingan dengan cara melakukan beradu head to head dengan pesaing. Antar kedai teh tidak ada istilah persaingan sehingga kompetisi menjadi tidak relevan lagi.

Single origin green tea

“Bahkan sesama kedai teh saling memberikan support dan rekomendasi. Karena selain jumlahnya tidak begitu banyak, juga masing-masing punya spesialisasi tersendiri yang khas atau istilahnya signature drink. Di kedai milik saya andalannya chinese tea,” imbuh Joni.

Joni sangat optimis akan bisnis yang dijalaninya. Karena menurutnya minuman teh saat ini semakin populer, seiring dengan gaya hidup sehat yang semakin trend. Katanya, teh bisa memberi manfaat kesehatan yang banyak apabila disajikan dengan tepat. Dalam teh terkandung anti oksidan tinggi yang bisa mencegah sel-sel kanker berkembang.

Protea, teh untuk kesehatan produksi Joni

Dua tahun terakhir ini Joni mengembangkan teh buat kesehatan yang diberi nama Protea, yaitu sebuah concentrated probiotics berujud cair yang terdiri dari campuran buah-buahan seperti anggur, nanas, markisa, dan melon, difermentasi dengan konsorsium bakteri baik. Joni bersyukur, produknya tersebut sudah mulai dikenal masyarakat. Bagi konsumen yang tertarik mendapatkannnya, dapat membeli langsung di kedai atau bisa memesannya secara online.

Di akhir wawancara, Joni menyatakan sangat yakin bisnis kedai teh akan bisa sustainable dalam jangka panjang. Karena bukan bersifat trend sesaat seperti coffee shop yang banyak bermunculan setiap bulan, namun juga sangat cepat bertumbangan.

“Buktinya kedai teh saya masih mampu bertahan dengan stabil sampai saat ini, bahkan semakin banyak jumlah pelanggannya,” demikian pungkas Joni.