Kartini, Inspirasi yang Tak Pernah Padam

Oleh: Tjahjani Retno Wilis

Memperingati Hari Kartini, Sabtu (24/4/2021) Keluarga Alumni Fisipol UGM Angkatan 1988 (KAFGAMA 88) menggelar webinar dengan menghadirkan empat narasumber yaitu Tjahjani Retno Wilis, Essy Masita, Rachmi Perdanawati, dan Lita Anggraini. Acara webinar yang sudah memasuki seri kedua tersebut dimoderatori komedian Dibyo Primus dan Triza Yusino bertindak sebagai MC. Acara dihadiri peserta kurang lebih 65 orang dari berbagai unsur, baik alumni maupun peserta umum.

Tampil sebagai narasumber pertama, Tjahjani Retno Wilis yang akrab disapa Wilis, alumnus jurusan Ilmu Komunikasi memaparkan pengalamannya setelah lulus kuliah, baik sebagai ibu dari keempat anaknya maupun aktifitasnya sehari-hari. Wilis, pernah merasakan dua dunia, seperti perempuan pada umumnya, yaitu bekerja dan sekaligus menjadi ibu. Meski pada akhirnya dengan kesadaran sendiri memilih bekerja di rumah mengasuh anak-anaknya setelah pindah kota mengikuti tugas suami. Kesadaran memilih itu penting, setiap perempuan punya hak memutuskan apa yang menjadi tanggung jawabnya.  Di tengah kesibukan rumah tangga, mengimbangi dengan memantau pengelolaan sebuah cafe di Surabaya, dan memilih menulis fiksi bagi aktivitas sehari-hari yang menurutnya membahagiakan.  Kini ia tergabung dalam Komunitas Perempuan Penulis Padma (Perlima), sebuah komunitas mewadahi perempuan penulis yang ia rintis bersama teman-teman penulis yang sama-sama baru di dunia penulisan fiksi. Mereka sudah menghasilkan beberapa buku tulisan bersama atau antologi cerpen maupun essay. Tidak ada kata terlambat untuk menulis, Wilis memulai aktif menulis kembali sejak Pandemi Covid-19 melanda dunia.

“Mengisi waktu dengan menulis adalah membahagiakan, menjaga imun dan tetap waras.“ kata Wilis. Ia terinspirasi Kartini yang hingga kini kita mengenal tulisan dari surat-suratnya yang dibukukan, “Aku menulis maka aku ada”, mengutip frasa terkenal Descartes, yang artinya saya berpikir maka saya ada.

Narasumber kedua adalah Essy Masita, alumni Sosiatri yang kini eksis di dunia fashion dengan mengusung brand MAHARANI PERSADA memproduksi kebaya tradisional dan keperluan wedding, juga baju-baju customized sesuai pesanan dan second line ALUNA yang berkolaborasi dengan sang putri memproduksi pakaian massal dengan sentuhan kain wastra nusantara dengan detil sulam Sashiko.

“Saya memang menyukai hobi seputar jahit menjahit, membuat asesoris dan menyulam. Dari sanalah ide menekuni dunia fashion bermula” tutur Essy, single mother dengan tiga anak. Sejak 2008 aktif mengikuti Jogja Fashion Week, menjadi juri dan aktif mengikuti berbagai pameran seperti Inacraft dan Muffest (Muslim Fashion Festival) di Jakarta. Essy juga terus menorehkan prestasi, pada Februari 2020 dia mendapat penghargaan 2 terbaik BRIncubator, Incubator Bisnis UMKM 2019.

Prestasi lain adalah terpilih sebagai Designer Bemberg Indonesia, produksi kain serat kapas cupro yang berasal dari Jepang dan diproduksi di Indonesia, dipasarkan untuk perajin-perajin di seluruh Indonesia. Bahkan di masa pandemi pun Essy terus aktif berkarya, selain show tunggal, juga mensupport baju-baju untuk Soimah Show pada sebuat acara televisi swasta.

Selanjutnya ada narasumber ketiga Rachmi Perdanawati yang biasa dipanggil Ami, pengusaha florist yang pada awalnya menjadi pengusaha karena pekerjaannya. Meski tidak punya keahlian merangkai bunga, karena melihat kesempatan terbuka baginya, ia banting setir dari hanya bekerja di perusahaan ekspor impor bunga potong, menjadi pengusaha bunga. Kini order bunga potong untuk berbagai acara terus berdatangan, juga telah berani menerima pemesanan bunga papan untuk berbagai event. Rangkaian bunga pun semakin berkembang, bisa dikombinasi dengan hampers makanan atau berbagai bentuk asesoris seperti balon. Kecakapannya merangkai dia dapatkan dengan mengikuti sertifikasi merangkai bunga dan untuk mengembangkan usaha tergabung dalam beberapa organisasi seperti Asosiasi Bunga Indonesia dan Ikatan Perangkai Bunga Indonesia..

“Bunga potong adalah jenis usaha yang tiada lekang oleh waktu, setiap saat ada yang membutuhkan” demikian Ami sangat optimis pada usaha yang digelutinya sembari tetap menomorsatukan tugasnya sebagai ibu. Garasi rumah pun menjadi tempat usaha bila pesanan bunga sedang banyak-banyaknya. Bahkan di masa pandemi, pemesanan bunga tetap mengalir. “Ada penurunan, tetapi selalu ada order.” ucapnya.

Lita Anggraini, yang menjadi nara sumber terakhir adalah alumnus Hubungan Internasional yang sejak mahasiswa telah aktif di dunia aktivis perempuan. Setelah lulus dia aktif di jagad NGO, mengadvokasi pekerja rumah tangga dengan membuat kurikulum pendidikan yang mendorong para PRT aktif berperan mengubah keadaannya sekaligus menyadarkan masyarakat akan hak-hak pekerja rumah tangga. Lita mendirikan JALA PRT, yang fokus pada issue-issue hak-hak perempuan, literasi, hak-hak anak, pendampingan pada korban kekerasan  dan  akses bantuan hukum serta hak-hak pekerja. Lita, terpilih menerima Ashoka Fellowship pada tahun 2007.

“Sejak kuliah memang saya sudah suka demo.” kata Lita yang sejak 1989 telah aktif dalam berbagai advokasi LSM yang digeluti hingga kini, membela hak-hak perempuan pekerja rumah tangga seperti memperjuangkan gaji yang wajar.

“Kalau di Indonesia, gaji PRT memang belum bisa ditentukan harus sesuai UMR, tetapi masih berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja.” ujar Lita yang pernah menjadi Tokoh Metro 2017 Majalah Tempo. Sebagaimana Kartini, Lita terus bekerja memperjuangkan perbaikan nasib perempuan pekerja rumah tanga yang telah lama menjadi concern hidupnya sejak muda.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*