Melestarikan Kebaya

Penulis: Sitawati Ken Utami

Siapa yang tak suka melihat perempuan memakai kebaya? Tak mungkinlah ada bangsa Indonesia yang tak suka melihat kecantikan dan keluwesan para perempuan memakai kebaya. Kenapa ? Karena pada dasarnya semua dari kita memiliki kenangan indah terhadap ibu, nenek , mbah buyut kita yang gandes luwes mengenakan kebaya di setiap waktu.  Eyangku tahun 90-an masih berkain kebaya setiap hari tiap habis mandi pagi dan sore. Kemana-manapun pakai kain kebaya hingga naik bis keluar kota. Ibuku masih pakai kebaya di acara tertentu seperti pernikahan, menghadiri wisuda, dll, tapi sudah tidak rutin setiap hari. Semakin lama semakin jarang kita lihat para perempuan sliweran pakai kain kebaya sehari hari.

Tiba tiba saja beberapa tahun belakangan ini, kebaya mulai tampil lagi di berbagai media baik media mainstream maupun media social. Komunitas- komunitas pecinta kebaya mulai bermunculan termasuk komunitas Perempuan Berkebaya. Ini pertanda baik. Kebaya mulai lagi mendapat perhatian dari para perempuan. Dan para lelaki pun memberi dukungan penuh. Tentu saja ini disebabkan kerinduan untuk menjadikan kebaya terangkat kembali. Dikenakan sesering mungkin dan perempuan merasa tampil cantik lembut sebagaimana leluhurnya dulu. Jangan sampai pula kebaya dilupakan yang nantinya malah menjadi busana kebanggaan bangsa lain.

Setelah cukup lama pamor kebaya meredup, maka apa dan bagaimana kebaya pun mulai hilang dari memori. Pemahaman tentang kebaya mulai pudar. Segala yang bernuansa tradisi kadang disebut kebaya. Maka edukasi tentang Kebaya menjadi diperlukan. Terlepas dari kreativitas dan penyesuaian kebaya dalam penggunaannya di berbagai kesempatan, pemahaman tentang kebaya tetap diperlukan.

KEBAYA ITU MODEL PAKAIAN

Ya kebaya itu model pakaian. Bukan bahan. Seringkali orang rancu di sini. Saya lihat di acara kelulusan anak sekolah atau wisuda, para perempuan sudah merasa memakai kebaya karena kain yang dikenakan dipadupadankan dengan blus berbahan brokat. Padahal itu sama sekali bukan kebaya. Kebaya adalah busana (atasan) yang dipadu dengan kain atau tenun yang memiliki ciri :  bukaan depan , badan kebaya simetris kiri dan kanan , kerah leher meninggi, mengikuti lekuk tubuh dan lengan panjang atau ¾.

Sedangkan bahan kebaya dulu sering memakai cifon atau paris, katun beludru dan brokat untuk acara yang lebih mewah. Saat ini bahan kebaya sudah sangat bervariasi seperti lurik, jumputan bahkan ada kebaya yang diproduksi menggunakan bahan kaos. Hal ini bisa dipahami karena aktivitas perempuan jaman sekarang sangat tinggi dan tidak terbatas pada pemakaian di ruang tertutup. Ada kelompok perempuan yang memakai kebaya untuk kegiatan luar ruang seperti naik gunung, bersepeda, dll. Demikian juga mobilitas kaum perempuan semakin tinggi. Dengan berbagai moda transportasi, perempuan tetap bisa menggunakan kebaya yang berbahan nyaman.

JENIS KEBAYA DAN ASAL USULNYA

Kata kebaya itu sendiri ada yang menulis berasal dari kata Abaya (Arab), ada pula yang menulis dari kata Kebyak atau Mbayak (Jawa). Yang menjadi catatan penting adalah kebaya merupakan busana penanda masuknya Islam di Nusantara. Ketika waktu itu perempuan masih banyak yang memakai kemben atau telanjang dada, seiring masuknya islam oleh walisongo, maka busana perempuan menjadi lebih tertutup dengan pemakaian selendang atau kain penutup pundak. Model ini yang sekarang sering dikenal sebagai kebaya kutubaru (bief). Kebaya jenis ini yang paling ngetrend di tahun 70an sampai 80an berbahan cifon dengan motif bunga bunga. Sedangkan kebaya Kartini merupakan kebaya dengan model klasik yang tentu saja dengan mudah dilihat pada foto foto RA Kartini pahlawan nasional. Warnanya pada umumnya polos, bias putih atau warna lain. Kebaya kutubaru dan kebaya Kartini biasanya dulu dipadankan dengan kain batik sogan (coklat) khas jawa padalaman.

Kebaya jenis lain adalah kebaya Encim/kerancang yang digunakan kaun peranakan atau perempuan keturunan Cina. Modelnya banyak dihiasi dengan bordiran di ujung kebaya dan ujung lengan. Warnanya pada umumnya polos cerah namun sudah ramai dengan bordiran. Kebaya encim/kerancang biasanya dipadankan dengan kain batik pesisiran yang berwarna cerah dan bermotif flora fauna. Kebaya yang mulai jarang kita lihat adalah kebaya Noni . Kebaya ini merupakan kebaya dengan pengaruh Belanda. Pada sejarahnya pemakai kebaya ini adalah perempuan Belanda atau istri Belanda yang ingin menunjukkan kelas sosialnya. Kebaya Noni memiliki kekhasan pada penerapan renda di sepanjang bukaan kebaya sampai belakang dan leher serta ujung lengan. Warna kebaya Noni pada umumnya putih atau offwhite. Padanan kebaya Noni adalah sarung atau jarik Belandaan. Pada umumnya panjang kebaya tersebut pada pinggul. Namun ada kebaya jenis lain yang tergolong vintage adalah kebaya landung (panjang sampai ke atas lutut). Kebaya landung banyak dipakai di lingkungan kraton walaupun jaman dulu masyarakat luaspun ada yang memakainya.

Pada perkembangannya model yang lain pun bermunculan. Ada kebaya Sunda yang kerahnya terbuka bentuk V, U atau setengah lingkaran. Ada Kebaya Bali yang ciri khasnya berbordir di punggung atau berbahan brokat tanpa kerah. Ada kebaya Betawi yang memakai manset di ujung lengannya ada pula kebaya Ambon berwarna putih yang memakai manset juga.

KEBAYA ERA SEKARANG DAN MASA DEPAN

Saat ini pamor kebaya sudah mulai menggeliat. Banyak acara yang meminta dress code berkain kebaya. Dan pada akhirnya memakai kebaya di berbagai acara dan tempat sudah tidak lagi menjadi pertanyaan: Mau kondangan? Orang Bali ya? Semakin lama orang terbiasa melihat perempuan memakai kebaya dimanapun. Persoalan yang akan timbul adalah sampai kebaya akan tetap lestari di negeri Indonesia tercinta. Akankah anak anak muda masih mencintai kebaya di masa depan nanti? Kalau tidak dimulai dari sekarang kebaya diperkenalkan kepada anak muda sejak dini, kebaya akan dilupakan. Namun angin segar mulai terasa ketika pemerintah mewajibkan anak anak sekolah di hari hari tertentu memakai busana nasional. Kebaya sudah mulai diperkenalkan kepada pelajar sejak dini. Campur tangan pemerintah (daerah) melalui kebijakan berbusana nasional, akan menjadikan kebaya tetap lestari. Semoga.

*) Penulis adalah alumnus Jurusan Sosiatri FISIPOL UGM Angkatan ’85 & Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia cabang Bogor

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*