
Jakarta, 14 Mei 2025 — Ekonom senior sekaligus mantan Gubernur Bank Indonesia, Sudrajad Jiwandono, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan ekonomi Donald Trump dalam talk show Kagama Leaders Forum yang diselenggarakan oleh RRI dan KAGAMA bertajuk “Trump Effect: Bagaimana Indonesia Mendulang Peluang di Tengah Perang Dagang”, yang digelar di Auditorium RRI, Jakarta, Rabu (14/5).
Sudrajad menyebut gaya kepemimpinan Trump sebagai “unik tapi berbahaya”. Ia menyoroti pendekatan unilateral Trump yang dinilai tidak hanya merugikan Amerika Serikat sendiri, tetapi juga mengganggu tatanan ekonomi global.

“Trump sering membuat keputusan penting saat setengah tidur. Bahkan penasihat ekonominya, Peter Navarro, yang bergelar doktor dari Harvard pun tak mampu mengimbangi keputusan absurd seperti menaikkan tarif impor hingga 140%,” ujarnya.
Menurut Sudrajad, dunia saat ini berada dalam sistem interdependensi yang kompleks. “Dalam rantai pasok dunia, satu simpul kecil yang putus bisa melumpuhkan seluruh sistem,” jelasnya, sambil menyinggung efek domino dari kebijakan tarif tinggi AS terhadap mitra dagang seperti Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa.
Ia juga menyebut kebijakan proteksionis Trump sebagai langkah kontraproduktif. “Janji menurunkan inflasi dan membuka lapangan kerja tidak pernah terwujud. Bahkan popularitas Trump di kalangan pemilih kulit hitam hanya 14%,” tambah Sudrajad.
Dalam konteks Indonesia, ia menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan hubungan dengan kekuatan besar dunia. “Kita tidak boleh terlalu dekat dengan Amerika atau China. Harus bisa seperti Singapura — berteman dengan semua pihak, tidak cari gara-gara,” tegasnya.
Sudrajad juga memuji langkah-langkah diplomasi ekonomi Indonesia yang dinilainya semakin aktif dan strategis, seperti kunjungan delegasi ke Washington D.C. yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, serta pendekatan ekonomi Indonesia ke BRICS.
“Fakta bahwa kita sekarang bisa membeli minyak dari Rusia dengan rupiah adalah upaya luar biasa untuk menghemat cadangan devisa,” katanya.
Sebagai penutup, Sudrajat mengingatkan agar Indonesia tetap adaptif di tengah dinamika global. “Jangan terlambat. Kita harus luwes, siap menyesuaikan diri kalau perlu. Kalau tidak perlu, ya diam saja,” pungkasnya.