Gumilang Cahyaning Dityo, Alumnus Arkeologi yang Terjun ke Dunia Sociopreneur

Bagi seorang Gumilang Cahyaning Dityo ketika lulus SMA pada tahun 2013 dan melanjutkan kuliah mengambil Jurusan Arkeologi di FIB UGM, tentu saja cita-citanya adalah ingin menjadi seorang arkeolog yang kompeten dan bekerja di bidangnya. Namun perjalanan nasib seseorang tidak ada yang bisa menduga. Begitu pula yang terjadi pada Gilang, demikian panggilan akrab Gumilang.

Gilang saat terlibat penelitian bersama Puslit Arkeologi Nasional di Candi Adan Adan Kediri

Seusai diwisuda Februari 2020, seperti teman-teman lainnya Gilang mengirimkan lamaran pekerjaan ke beberapa lembaga. Sembari menunggu panggilan kerja, pada bulan Juli 2020 ia sempat bekerja sebagai tim teknis selama sebulan pada penelitian Puslit Arkeologi Nasional di Candi Adan Adan Kediri. Selain itu ia juga menjadi fasilitator dan tim logistik outdoor activity di Menoreh Adventure Service, sebuah pekerjaan yang sudah dijalaninya sejak tahun 2016 saat ia masih kuliah.

Saat tergabung dengan Puslit Arkenas, Gilang terlibat dalam sebuah startup rintisan yang dikembangkan oleh alumni UGM yang bernama Bantu.id. Pada bulan September – Desember 2020 ia sempat bekerja sebagai kurir dalam sebuah startup agrotech di Yogyakarta. Dapat dikatakan seluruh pengalamannya di dunia kerja tersebut, menjadi bekal baginya untuk mengawali dan mengembangkan usahanya saat ini.

Pada awal tahun 2021, saat Gilang mulai berpikir untuk memulai usaha sendiri, kebetulan pada bulan April ia diajak teman-temannya ke Desa Boto, Kec. Jatiroto, Wonogiri, untuk merintis agrowisata di sana. Dan secara kebetulan pula, mereka malah menemukan masalah beberapa UMKM di Kec. Jatiroto yang selama ini kesulitan dalam memasarkan produk pertanian dan hasil bumi yang diolah.

Gilang bersama staf di kantornya

Kembali ke Yogyakarta, Gilang bersama empat teman lainnya, di antaranya adalah Ghilman Nafadza Hakim alumnus Fakultas Filsafat angkatan 2014 yang saat ini sedang mengambil S2 di Magister Manajemen UGM, mulai berembug secara serius. Mereka menganalisis masalah yang terjadi di Jatiroto dan memutuskan secara internal sepakat untuk membantu permasalahan yang dihadapi UMKM di sana. Keputusan tersebut diambil dengan dasar kemanusiaan, karena di masa pandemi selain banyak UMKM yang kesulitan di bidang marketing, juga tidak sedikit yang gulung tikar.

Jadi rencananya adalah Gilang dkk akan membantu memasarkan produk pertanian dan hasil bumi yang diolah, yang berasal dari Jatiroto. Sistemnya tetap dalam kerangka bisnis karena mereka juga mengambil laba, namun lebih menekankan pada unsur isu sosial dan asas manfaat daripada mencari keuntungan semata. Dengan kata lain mereka cenderung bertindak sebagai sociopreneur.

Langkah berikutnya adalah harus segera membentuk perusahaan beserta namanya. Setelah berkonsultasi dengan budayawan Yogyakarta bernama Romo Banar, pada tanggal 24 April 2021 diputuskan sebuah nama yaitu Nekara Kamulyan, yang kemudian dibentuklah perusahaan bernama CV Nekara Kamulyan Indonesia. Dalam perusahaan tersebut Gilang dan keempat temannya memiliki jabatan yang setara sebagai owner dan co-founder, tetapi untuk keperluan legalitas Gilang diberi amanah menjadi Direktur Utama.

Pemilihan nama Nekara Kamulyan bukan sembarangan, namun setelah melalui perenungan yang seksama. Menurut Gilang, Nekara sangat identik dengan sesuatu yang berbau arkeologis. Dalam dunia arkeologi, Nekara dikenal sebagai sebuah alat berbahan logam yang digunakan dalam ritual kepercayaan pada masa prasejarah. Salah satu fungsinya, dipercaya sebagai menjadi sebuah alat musik. Nekara dimainkan dengan cara ditabuh pada permukaannya sehingga menghasilkan keindahan suara musik yang resonansinya bisa mempengaruhi sekitarnya. Seperti itulah yang yang diharapkan pada perusahaannya, yaitu akan memberi resonansi positip bagi semua orang.

Lalu, Nekara juga bisa merupakan singkatan dari Neges Karya ing Rakyat, dan kamulyan dalam bahasa Indonesia memiliki arti kemuliaan. Jadi bisa diartikan perusahaannya betul-betul akan berkarya untuk masyarakat dan memuliakan mereka.

Kemudian pada akhir April 2021, setelah nama perusahaan ditentukan, pelan-pelan Gilang dkk mulai menjalankan usahanya dari rumah orang tua Gilang di Dusun Somodaran, Desa Purwomartani, Kalasan, Sleman. Meski begitu Nekara baru diluncurkan secara resmi pada tanggal 1 Juni 2021, dengan mengundang beberapa pejabat setempat.

Beberapa produk dari Jatiroto yang dibantu Nekara dalam pemasarannya, yaitu kacang mete, jahe emprit, jahe merah, temulawak dan kopi robusta. Itikad baik ditunjukkan Nekara lewat kemasan produknya. Memang ada brand Nekara tercantum, namun merk asli dari asalnya tetap terpasang. Menurut Gilang hal itu memang disengaja, agar pembeli tahu produk tersebut berasal dari mana.

Pada kemasan produk tercantum brand Nekara namun merk asli tetap ada

Selain itu niat membantu Nekara terlihat dari cara pembeliannya kepada UMKM. Memang ada yang modelnya titip jual, namun kebanyakan Nekara membayar tunai di depan kepada UMKM. Tujuannya tentu saja agar UMKM segera mendapatkan uang segar untuk memutar usahanya.

Ada 2 cara Nekara dalam memasarkan produknya. Yang pertama, menjual secara online lewat semua market place yang ada. Kedua, penjualan dengan cara dititipkan di toko-toko kelontong, yang mana sampai saat ini sudah ada 75 mitra pemasaran retail di seluruh provinsi Yogyakarta.

Produk yang ditawarkan Nekara semakin lama semakin bertambah jenisnya. Dalam perkembangannya mereka mengambil barang bukan hanya dari Jatiroto saja, namun sudah meluas ke wilayah lain. Seperti beras sehat produksi Komunitas Tani Mandiri Indonesia (KTMI) Yogyakarta, sirup telang dari Kalasan, kripik singkong mentega dari Panggang Gunung Kidul, dll.

Sebagian produk hasil bumi olahan yang ditawarkan Nekara

Gilang mengatakan usahanya baru berjalan selama 4 bulan, jadi belum bisa dibilang sukses atau belum. Namun ia optimis bahwa ke depannya Nekara akan memiliki prospek yang cerah. Itu jika dilihat dari jenis produk yang semakin banyak, omzet penjualan yang semakin naik, dan jumlah mitra pemasaran yang semakin bertambah dari waktu ke waktu.

Gilang menjelaskan nantinya Nekara bukan hanya membantu menjualkan produk pertanian dan hasil bumi yang diolah dari sebuah daerah, namun tak tertutup kemungkinan akan merambah produk-produk lainnya seperti kerajinan. Karena selama keliling ke daerah-daerah, ia melihat banyak potensi daerah khususnya kerajinan tangan yang belum bisa dimaksimalkan.

Lahan “Kebun Semesta”di Piyungan, Bantul

Nekara juga membuka peluang kerja sama dengan fihak lain, yang ingin berkembang bersama Nekara. Yang sudah berjalan saat ini adalah kerja sama dengan mitra bernama “Kebun Semesta”, sebuah usaha jualan bibit bunga dan buah-buahan di daerah Piyungan, Bantul.

“Saya pribadi punya harapan setiap daerah harus punya produk khas atau unggulan, baik itu hasil pertanian tertentu atau kerajinan. Dengan demikian justru akan memudahkan kita membrandingnya. Salah satu mimpi besar saya adalah Nekara menjadi sebuah digital platform yang dapat bersaing dengan produk serupa”. ucap Gilang mengakhiri wawancaranya dengan kagama.id.