Bagi pecinta sambal atau kuliner pedas nama Waroeng Spesial Sambal (SS) tentulah sudah tidak asing lagi. Sesuai namanya warung tersebut menyajikan sambal sebagai sajian utamanya. Banyak yang tidak menyangka kesuksesan Waroeng SS diawali dengan hanya 1 lapak berupa warung tenda di Jalan Kaliurang yang berada di wilayah kampus UGM, tepatnya di trotoar sebelah barat gedung Grha Sabha Pramana. Buka pertama kali pada tanggal 20 Agustus 2002, kini 18 tahun kemudian Waroeng SS sudah berkembang menjadi 98 cabang tersebar di lebih dari 40 kota meliputi wilayah Jawa – Bali, dan ada 2 cabang berada di Kuala Lumpur.
Adalah Yoyok Hery Wahyono, putra asli Boyolali kelahiran 2 September 1973, pria hebat di balik berkibarnya bisnis Waroeng SS. Namun banyak yang tdak tahu lelaki yang pernah mengenyam pendidikan di Jurusan Teknik Kimia UGM tersebut memulai usahanya disebabkan oleh semacam ‘kecelakaan’, bukan benar-benar murni bisnis yang direncanakan. Saat itu studinya di teknik kimia mengalami stagnan dan terancam tidak lulus. Yoyok mulai khawatir jika tidak lulus bagaimana nanti bisa memperoleh pekerjaan.
Sebenarnya pada waktu itu Yoyok sudah punya usaha di bidang event organizer. Pendapataanya cukup besar, tetapi tidak tetap. Dia ingin mempunyai usaha yang bisa menghasilkan pendapatan yang tetap meskipun tidak terlalu besar. Setelah dipikir secara seksama, dengan pertimbangan dunia masak-memasak adalah passionnya dan hasil masakannya khususnya yang berbahan sambal disukai oleh teman-temannya, maka Yoyok akhirnya mendirikan warung tenda pertamanya di Jalan Kaliurang dengan sajian andalan sambal pedas yang diberi nama Waroeng Spesial Sambal.
Saat merintis Waroeng SS tahun 2002 bersama 5 karyawannya, modal Yoyok hanya 9 juta. Modal tersebut 3 juta dari tabungannya sendiri dan 6 juta dari share modal saudara sepupunya. Kenapa ia memilih sambal sebagai jualan utamanya, karena menurut Yoyok sebenarnya pangsa pasar sambal di Yogyakarta masih sangat luas namun kebanyakan menjual dengan cita rasa pedas manis. Pilihannya menyediakan menu sambal pedas berbagai jenis rupanya sangat tepat. Tak butuh waktu lama warungnya laris manis dikunjungi banyak penggemar kuliner pedas. Namun laris di sini bukan berarti ia meraup keuntungan banyak, karena memang yang lebih dulu dikejar adalah larisnya dan mempopulerkan brand Waroeng SS bukan laba.
Satu setengah tahun merintis usaha di bidang kuliner, Yoyok belum mendapatkan keuntungan, tapi tetap bisa jalan karena uang perolehan penjualan masih bisa diputar sebagai modal, dengan omzet 30 juta / bulan waktu itu. Keuntungan didapat setelah menjalankan langkah-langkah efisiensi dalam pembelian bahan baku, cara memasak, penghematan bahan bakar dll. Jadi keuntungan tidak didapat dari menaikkan harga produk.
Karena menjalankan bisnis dengan otodidak, Yoyok berjualan sembari masih belajar. Kombinasi mau belajar dan bekerja keras akhirnya yang berhasil membesarkan Waroeng SS dan menjadi semakin berkembang. Satu demi satu cabang baru berdiri menyebar luas meliputi wilayah Jawa – Bali. Dukungan para ‘Big Boss’, sebutan WSS untuk para konsumen, juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan. Betapapun manajemen Waroeng SS sudah memiliki standar masakan maupun standar pelayanan, tapi tanpa dukungan ‘Big Boss’ belum tentu perusahaan akan menjadi seperti sekarang ini. Yoyok tidak pernah berpuas diri karena akan membuat terlena dan akhirnya termakan oleh pesaing. Ia menyadari kehidupan terus bergerak, berputar seperti roda. Waroeng SS juga harus terus bergerak mengikuti zaman. Tidak melawan arus, tapi juga tidak terseret arus.
Seiring kesuksesannya rupanya Waroeng SS tidak melupakan berbagi kepada sesama. Kebijakan yang diterapkan manajemen, Waroeng SS wajib menyisihkan 1% dari omzet untuk disalurkan ke kegiatan sosial. Mengapa berbasis omzet, bukan profit, seperti perusahaan-perusahaan pada umumnya? Jawabannya adalah, pertama, jika berbasis profit, maka yang berdonasi atau menyumbang adalah pemiliknya saja, sedangkan jika berbasis omzet, maka yang bersedekah adalah seluruh personel Waroeng SS. Kedua, jika berbasis profit, maka warung-warung yang masih merugi (misalnya waroeng yang baru buka) tidak akan menyumbang. Seolah-olah kita hanya mau menyumbang, jika kita untung.
Waroeng SS ingin menerapkan ajaran agama, agar kita bersedekah baik dalam keadaan longgar maupun sempit. Program sosial yang dibantu Waroeng SS cukup luas cakupannya, antara lain bantuan untuk panti asuhan, pondok pesantren, beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu, bantuan pembangunan rumah ibadah, dukungan terhadap kegiatan mahasiswa dan Perguruan Tinggi, pemberdayaan penyandang disabilitas, pemberdayaan usaha mikro-kecil, pembangunan fasilitas umum seperti jalan, sumur, korban bencana alam dll. Dana sosial Waroeng SS disalurkan ke seluruh daerah dimana Waroeng SS membuka usahanya. Dalam menyalurkan dana sosialnya, selain menyalurkannya secara langsung, Waroeng SS juga bekerjasama dengan lembaga-lembaga sosial yang terpercaya.
Yoyok dan Waroeng SS miliknya adalah fenomena. Dengan hanya bermodalkan Rp. 9 juta 18 tahun yang lalu, saat ini asset dan omzetnya berkembang menjadi milyaran rupiah. Dari 1 warung tenda dengan 5 karyawan berkembang menjadi 98 outlet dengan sekitar 3.600 karyawan, dan hebatnya semuanya adalah cabang tidak ada satupun yang waralaba. Yang menarik meski cabangnya sudah mendekati 100 namun warung tenda bersejarah di Jl. Kaliurang masih dipertahankan sampai sekarang, karena ia adalah penanda jaman yang sangat penting dan menjadi tonggak sejarah atas pencapaian yang telah diraih oleh Waroeng SS.