Hari Sabtu (17/10/2020) jam 14.00 – 16.00 WIB PP Kagama menggelar webinar Pemberdayaan Masyarakat #2 lewat aplikasi Zoom meeting berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Bali dengan Urban Farming & Kebun Berdaya di Tengah Wabah Covid-19”, yang diikuti oleh lebih dari 230 peserta. Webinar menghadirkan 3 narasumber yaitu Ir. Gde Ambara Putra (Kepala Dinas Pertanian Denpasar), Th. Triza Yusino (penggiat urban farming di Bali) dan Gede Mantrayasa (inisiator Kebun Berdaya Denpasar). Sebagai moderator adalah Dr. Nyoman Sukma Arida, Msi dan Dr. Isma Kurniatanty sebagai MC. Turut hadir Anak Agung Gde Agung, SH, Anggota DPD RI 2019-2024, sebagai keynote speaker.
Tampil di awal acara Anak Agung Gde Agung mengatakan efek pandemi Covid-19 memang sangat berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia, termasuk di Bali yang sangat tergantung pada sektor pariwisata. Dampaknya merembet ke sektor pertanian, ditandai dengan turunnya secara tajam permintaan pada produk-produk pertanian. Yang lebih parah adalah meningkatnya jumlah pengangguran baru.
Bali yang sangat bergantung pada sektor parisiwisata, tentulah harus memikirkan sektor lain yang bisa menjadi sumber pendapatan ekonomi baru, seperti sektor agraris, bertani dan bercocok tanam baik di pedesaan maupun di perkotaan. Yang menjadi masalah adalah kian lama lahan pertanian di Bali semakin menyusut akibat alih fungsi lahan. Sementara itu sumber daya manusia di sektor pertanian juga menjadi kendala, yang mana karena rendahnya minat kaum muda untuk menjadi petani. Hal itu tentunya akan menjadi ancaman bagi kebutuhan pangan di masyarakat.
Salah satu cara untuk mengantipasi adanya kemungkinan krisis pangan adalah dengan melaksanakan urban farming atau memanfaatkan lahan terbuka di perkotaan menjadi lahan hijau yang produktif. Kegiatan urban farming di Bali selama pandemi setidak-tidaknya bermanfaat secara sosiologis. Kegiatan yang bisa mereduksi tingkat stress serta meminimalisir dampak psikis akibat wabah covid-19. Juga bermanfaat bagi aspek lingkungan dan secara ekonomis sanggup menjawab krisis pangan, minimal hasilnya untuk mencukupi kebutuhan dirinya sendiri.
Berbagai manfaat akan diperoleh dari urban farming. Jika dikelola dengan baik dan benar tentu akan memiliki keuntungan yang besar bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Namun apabila tidak dikelola dengan baik ada kemungkinan akan mengakibatkan hal yang tidak baik pula. Ke depannya barangkali pemerintah perlu mengeluarkan instrumen kebijakan buat mengatur urban farming. Namun tidak perlu terlalu mengintervensi, biarkan berkembang secara natural dan penuh inovasi.
Gde Ambara Putra, Kepala Dinas Pertanian Denpasar, yang menjadi narasumber menggantikan Walikota Denpasar yang kebetulan tidak bisa hadir, memaparkan materi tentang urban farming atau pemanfaatan lahan pekarangan guna mewujudkan ketahanan pangan keluarga. Hal itu erat kaitannya dengan keterpurukan ekonomi rumah tangga akibat terdampak pandemi. Manfaat urban farming atau pertanian perkotaan adalah selain menjaga ketahanan pangan keluarga, juga untuk pemberdayaan masyarakat sekaligus meningkatkan taraf perekonomian keluarga.
Sedangkan konsep urban farming adalah sistem penanaman tanaman dengan beberapa teknik seperti vertikultur, hidroponik, aquaponik sehingga tidak memerlukan lahan yang luas. Sistem penanamannya dapat meminimalisir pemakaian pestisida, sehingga hasil panennya aman dan baik untuk kesehatan. Biasa dilakukan di halaman rumah, sehingga mengedukasi anggota keluarga untuk melakukan aktifitas fisik di masa pandemi dan mampu menjadi media pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan keluarga. Yang terakhir urban farming mampu menyediakan lahan terbuka hijau di tengah sempitnya lahan dan padatnya bangunan di perkotaan.
Ambara menjelaskan bahwa vertikultur adalah teknik menanam secara bertingkat pada lahan sempit, dengan jenis tanaman yang cocok yaitu seledri, bayam dan sawi. Lalu hidroponik adalah teknik menanam dengan media air, dengan jenis tanaman yang dapat dikembangkan yaitu pokcay, selada, kangkung dan bayam merah. Berikutnya aquaponik adalah konsep menanamnya dengan kombinasi budidaya ternik perairan, semisal budidaya tanaman kangkung yang dikombinasikan dengan ternak lele memakai media tong atau ember. Yang terakhir adalah wall gardening yaitu teknik penanaman menggunakan media dinding / tembok.
Di Denpasar untuk memberdayakan keluarga menerapkan urban farming ditempuh melalui program PKK. Melalui gerakan HATINYA PKK (Halaman Teratur Indah dan Nyaman) memberdayakan masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan sebagai kebun gizi keluarga. HATINYA PKK dapat mengotimalkan manfaat lahan pekarangan melalui pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan sehingga dapat menjamin ketersediaan bahan pangan bagi keluarga. Salah satu implementasi edukasi HATINYA PKK adalah TAPAKARA (Ketahanan Pangan Pekarangan Alit) yaitu pemanfaatan lahan pekarangan sempit dengan teknik urban farming.
Selain lewat HATINYA PKK, pemanfaatan ketahanan pangan keluarga juga dilakukan dengan pemanfaatan lahan yang disebut Kebun Berdaya, sebuah konsep yang diinisiasi oleh Gde Mantrayasa. Lalu masih banyak cara yang ditempuh yang kesemuanya bertujuan agar optimalisasi pemanfaatan tanah pekarangan dapat meningkatkan taraf perekonomian keluarga.
Narasumber Triza Yusino yang biasa disapa Yusi lebih banyak bercerita tentang pengalaman pribadinya dalam berbagi kepada masyarakat lewat pembagian benih dan urban farming di tengah pandemi. Pada bulan Maret 2020 sebenarnya ia sudah melakukan kegiatan urban farming secara mandiri. Perkenalannya dengan Sulastama Raharja (Aktivis Kagama Care), Drajat Wibawa (Aktivis Kagama Care-Ketahanan Pangan), Dedy Kusuma (Ketua Kagama Pengcab Denpasar), membuat Yusi menjadi ikut terlibat kegiatan urban farming dengan Kagama Care. Koordinasi awal dengan mereka bertiga yang kemudian direstui oleh I Gusti Ngurah Agung Diatmika, Ketua Kagama Pengda Bali, membuat Yusi menjadi Tim Operasional Lapangan KC-KP di Bali bersama Gede Mantrayasa (inisiator Kebun Berdaya).
Donasi awal yang diterima dari KC-KP berupa dana operasional Rp. 750.000 dan benih berbagai jenis sayur sejumlah 165 pack yang disebut “Seed of Hope”. Untuk benih Yusi juga memperoleh donasi dari individu dan dinas pertanian. Selain benih juga ada donasi berupa polibag, media tanam dan pupuk kandang, dll.
Yusi sadar ia tidak bisa bekerja sendirian. Maka ia bersama teman-teman muda menjalin kerja sama dengan tokoh agama dan masyarakat setempat, Komunitas Orang Muda (Rumah Pelangi, Gabungan Pemuda Bali, Aliansi Bali Lawan Covid-19, THS THM), Komunitas Eco Enzym Nusantara, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali, dinas terkait, serta pemda setempat.
Kegiatan urban farming yang dilakukan Yusi dkk meliputi membagikan benih dan bibit secara gratis; menyemai benih / membuat bibit; membudidayakan dan hasilnya dikonsumsi sendiri; pembuatan pupuk cair organic, mol nasi, pestisida alami, eco-enzym; memberi dan membagikan motivasi untuk tumbuhnya urban farming sekaligus mengedukasi tentang urban farming; berjejaring, berkolaborasi & bersinergi antar pelaku urban farming, KC-KP, instansi terkait, pemda, dll; membagikan hasil panen (petik langsung dikebun); menjual hasil panen (segar atau dijadikan makanan matang).
Benih yang didapatkan dari KC-KP oleh Yusi dibagi ke 18 lahan atau pioneer. yang bersedia mengelola. Sebagai pilot project awalnya benih disemaikan di halaman rumah. Lalu ketika sudah berjalan sukses, dengan sendirinya beberapa kelompok masyarakat tertarik datang untuk ikut menduplikasinya. Selanjutnya ketika melihat adanya peluang atau prospek maka akhirnya dikembangkan ke lahan yang lebih besar bekerja sama dengan kelompok masyarakat yang sehati dalam mengembangkan urban farming. Yusi bersyukur semuanya bisa berjalan dengan baik dan ada beberapa yang perkembangannya sungguh luar biasa bagus.
Selain mengembangkan komunitas urban farming, Yusi juga bekerjasama dengan teman-teman yang tergabung dalam Kagama Muda Bali untuk kegiatan Canthelan Bali. Total ada 20 spot canthelan di wilayah Denpasar dan Kuta Selatan. Ada 6 spot canthelan yang melakukan sinergi dengan urban farming di wilayahnya masing-masing, yang mana paket canthelannya merupakan hasil panenan mereka sendiri ditambah dengan donasi dari berbagai pihak.
Dalam setiap kegiatan untuk pemberdayaan masyarakat, Yusi selalu berprinsip pada pengelolaan Tiga Daya Jiwa atau 3H yaitu Heart (hati), Head (akal budi) dan Hand (aksi nyata). Dengan hati, ada perhatian dan kepedulian yang dikelola dengan akal budi sehingga memunculkan inisiatif, kreatifitas, inovasi dan solusi yang diaktualisasikan dalam bentuk tindakan atau karya nyata. Ia bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang sehati atau sejalan yang bersedia belajar dan berjalan bersama dalam aktifitas urban farming yang difasilitasi oleh KC-KP.
Gede Mantrayasa sebagai narasumber terakhir menjelaskan tentang pemberdayaan masyarakat melalui Kebun Berdaya, yaitu sebuah kegiatan urban farming yang terintegrasi dengan banyak kegiatan positif. Gede mengakui bahwa Kebun Berdaya lahir di tengah wabah Covid-19. Ketika di kampungnya Banjar Tegeh Sari, Kel. Tonja, Kec. Denpasar Utara dibentuk Satgas Covid-19, langkah yang pertama kali dilakukan adalah melakukan survey ketahanan sosial ekonomi menghadapi pandemi. Tenyata 80% lebih warga menjawab pangan sebagai kebutuhan utama yang paling mendesak.
Dari hasil survey akhirnya diputuskan solusinya adalah membikin gerakan mina tani, dengan pertimbangan akan mendapatkan beras, sayur mayur, berikut lauk ikan. Namun kemudian timbul kendala karena faktor keterbatasan lahan. Beruntung akhirnya Gede dkk menemukan lahan kosong milik warga ukuran 10×10 m yang kemudian mendapatkan ijin dari pemiliknya untuk dijadikan lahan pertanian.
Untuk benih atau bibit, Gede sangat bersyukur karena mendapat support dari Kagama Care – Ketahanan Pangan (KC-KP), Drajat Wibawa (Aktivis KC-KP Bali), dan Dedy Kusuma (Ketua Kagama Pengcab Denpasar). Juga bantuan dari Triza Yusina, aktivis penggiat urban farming yang tinggal di Jimbaran. Hingga singkat cerita akhirnya terbentuklah 6 lahan hijau yang disebut Kebun Berdaya yaitu KB Sari Dewi, KB Krama, KB STT, KB Pinguin, KB Manukrawa dan KB Kampung Hijau.
Donasi bibit yag diperoleh disemaikan sendiri oleh Gede dkk. Karena rata-rata warga tidak punya lahan sendiri maka solusinya adalah dilakukan penyemaian di planter bag yang juga merupakan hasil donasi dari berbagai pihak. Satu KK mendapatkan 4 planter bag, dengan perhitungan hasilnya bisa mencukupi kebutuhan pangan mereka sehari-hari. Gede kagum pada kreatifitas warga, yang kemudian membuat media tanam sendiri dari banner-banner / spanduk, botol minuman mineral atau jerigen bekas.
Gede melihat Kebun Berdaya bisa menjadi strategis karena aspek ekologinya sangat membantu dalam perbaikan lingkungan. Lahan-lahan kosong yang semula banyak tumpukan sampah disulap menjadi lahan hijau produktif. Selain itu Kebun Berdaya bukan hanya sarana untuk bercocok tanam, namun juga mampu meningkatkan rasa sosial dan kebersamaan warga akibat merasa senasib. Juga di beberapa kebun bisa dimanfaatkan untuk ruang kreatif warga seperti berkesenian dan diskusi mambahas lingkungan. Lewat Kebun Berdaya, Gede juga melakukan edukasi yang menekankan bahwa berkebun itu tidak harus mahal. Seperti pupuk tidak harus membeli, dan bisa diusahakan sendiri.
Dari Kebun Berdaya lahir sub-kegiatan bernama Kebun Berbagi dengan banyak agenda positif pula. Seperti pada awal Oktober 2020 di KB “Pinguin” mengadakan kegiatan workshop dengan tema “Mengenal Tamsalampot (Tanaman Sayur dalam Pot) dan Bola-bola Benih”, yang mampu menarik banyak peserta.
Kalau Kebun Berdaya mayoritas melibatkan bapak-bapak, maka berikutnya Gede mengajak ibu-ibu untuk mengelola sampah. Saat ini sudah terbentuk divisi edukasi, bank sampah dan pengelolaan kompos. Pengaruhnya sekarang ibu-ibu sudah pada tertib dalam penanganan sampah.
Di akhir pemaparan Gede menjelaskan mengapa kegiatannya diberi nama Kebun Berdaya. Karena lahan yang dikelola bukan sekedar untuk bercocok tanam, namun juga banyak kegiatan positif yang bisa dilakukan di kebun dengan tujuan untuk memberdayakan warga. Kebun juga menjadi tempat berkegiatan bagi pemuda-pemudi di luar sanggar, serta dijadikan lokasi untuk mengadakan pelatihan dan edukasi tentang pertanian.
Saat ini Kebun Berdaya banyak menjalin kolaborasi dengan banyak fihak yang sama-sama menguntungkan. Ke depannya apabila kebutuhan sendiri sudah tercukupi, tidak tertutup kemungkinan akan bisa menjadi sebuah badan usaha, tentu saja dengan dianalisa terlebih dulu potensinya. Prosesnya mungkin masih butuh waktu, namun yang paling terpenting adalah paling tidak pemberdayaan berbasis komunitas yang sudah dilakukan selama ini akan membuat Banjar Tegeh Sari menuju ke kedaulatan pangan.
*) Materi webinar bisa dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=wWl7GGpp4AA
Luar biasa Kagama memang membumi…jayalah Indonesiaku