Waspada Covid-19: Bagaimana dengan Lansia?

Oleh: Feriawan Agung Nugroho

Kita tahu kan kalau korban covid yang meninggal rata-rata lansia? Tetapi sudahkah kita sadar bahwa kelompok ini yang paling rentan dalam segala hal terkait kewaspadaan covid? Kalau anda punya lansia setidaknya punya tiga masalah ini: bandel, pelupa dan rentan hoax.

Bandel. Lansia bisa bandel soal waspada covid dengan seribu satu alasan. Bandel karena alasan umur yang sudah tua yang sudah kenyang ancaman penyakit . Sudah tua, mau dipanggil sama Tuhan kapanpun terserah. Mau lewat penyakit, lewat covid atau lewat sebab yang lain sudah tidak dipikir lagi. Tidak peduli risiko terhadap diri. Tidak menyadari bahwa tindakannya juga bisa membahayakan orang lain.

Bandel, karena memandang pengalamannya lebih banyak dibandingkan dengan yang muda-muda. Pengalaman adalah guru terbaik sekaligus kaca mata kuda paling bebal, kata teman saya dulu. Rumangsa sudah lebih lama hidup, akan memandang yang lebih muda sebagai yang tidak paham, terlalu berlebihan, tidak mengerti dan lain sebagainya. Apalagi kalau kebandelannya ini dilandasi oleh keyakinan bahwa yang dia lakukan adalah “perintah dari langit”. Rampung.

Apa dampak yang diakibatkan dari bandel seperti ini? Susah sekali diberikan penyadaran oleh cucu, anak, tetangga atau siapapun. Akan diabaikan semua seruan mulai dari menjaga jarak, menjauhi kerumunan, tidak bepergian jauh, mencuci tangan atau hal-hal yang sudah dari awal diyakini sebagai bagian dari kewaspadaan.

Pelupa. Ini biasanya disebut sebagai wajarnya orang tua. Dementia. Entah beberapa kali diberi tahu, entah baru saja diberi tahu, atau entah karena memang sudah pikun, tidak menyadari bahwa perilakunya bisa menyebabkannya rentan terhadap masuknya virus covid. Tidak banyak penjelasan soal ini.

Rentan hoax. Lha ini yang paling bikin pusing. Ada lansia yang meyakini semua berita yang kadang tidak jelas juntrungnya. Ada lansia yang membangun benteng pertahanan argumen dengan mengoleksi sumber-sumber berita yang salah. Ada yang dengan mudah menjadi loper tautan. Kadang ini tidak memandang tingkat pendidikan formal, tingkat keimanan ataupun tingkat umur lansia. Sialnya, memang masih saja ada orang-orang yang tega berbuta nista. Meracik hoax itu sangat-sangat mudah. Misalkan saja meyakini bahwa obat gosok dicampur air hangat bisa membunuh virus, lalu sebarkan. Jadi kok hoax. Apa susahnya? Bisa jadi anda tidak percaya. Tetapi bagaimana dengan lansia? Tambahkan saja bumbu ayat atau petuah bijak.

Lalu bagaimana dong?

Sebagai aparat pemerintah, saya tentu tidak berwenang membuat maklumat resmi. Itu tugas negara yang memang harus membuat sosialisasi tentang bagaimana memperlakukan kelompok lansia rentan covid 19. Tetapi setidaknya dari tiga kelompok di atas, yang paling ringan (meskipun juga tidak ringan banget) adalah yang pelupa. Tinggal diawasi atau dikerjasamakan dengan masyarakat sadar lansia, beres. Kalau ada lansia yang kurang menjaga kebersihan, kurang merawat diri, kurang waspada atau mungkin berbaur, bisa diingatkan bareng-bareng atau diarahkan, dimotivasi untuk sadar.

Yang sedikit lebih sulit, adalah yang gampang jadi korban hoax. Intinya adalah melakukan counter hoax lewat sumber resmi ataupun situs resmi yang menjelaskan salahnya dimana hoax yang diyakininya itu. Tetapi apakah semudah itu? Tidak juga. Kadang harus bermain perasaan. Kadang memang dilematis kalau yang diingatkan adalah kelompok tua bisa jadi akan tersinggung. Kalau caranya salah, bisa jadi akan sakit hati. Kalau terlalu keras bisa jadi kita akan menjadi bagian dari yang disebutnya “anak durhaka”, berani kepada orang tua. Jika sudah begitu, apapun penjelasannya bisa mubadzir.

Yang paling sulit, adalah yang bandel. Kita, dipastikan tidak bisa menangani sendiri. Butuh orang atau pihak yang memiliki kewenangan atau otoritas untuk meyakinkannya, tentu saja dengan bumbu-bumbu bahwa orang tua lansia adalah yang “terhebat sedunia” dan menjadi “pahlawan covid-19”. Pemegang otoritas itu bisa tokoh agama macam kyai atau pendeta, tokoh adat, tokoh intelektual, tokoh politik, budayawan atau siapapun yang memang jadi panutannya.

Tulisan ini tentunya masih dangkal. Hanya sebatas unek-unek. Tetapi setelah semua upaya maksimal yang sudah kita lakukan, saya pribadi masih menangkap belum adanya kepedulian untuk bekerja bersama dalam rangka sosialisasi terhadap kelompok rentan seperti lansia. Semoga bisa memantik banyak pihak untuk menyempurnakan gagasan ini. Terima kasih(*)

Tempel, 20-3-2020
Feriawan Agung Nugroho Fanspage

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*