Makna dari frase “Change is the only constant in life” yang digaungkan oleh Heraclitus, filsuf Yunani serasa menemukan aksentuasinya pada masa pandemi Covid-19 yang telah berlangsung satu semester lebih mulai awal tahun 2020 ini. Sejak awal mulai munculnya kasus Covid-19 di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 banyak hal telah terjadi dan berkembang di masyarakat, terlebih pemerintah yang terus menerus melakukan berbagai upaya untuk mengatasi dan mengendalikan penyebaran pandemi ini. Hal yang menonjol selain dari hal yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan aspek kesehatan dan penanganan kasus Covid-19 adalah penyesuaian terus menerus yang harus dilakukan oleh setiap individu dan masyarakat dalam menyikapi dampak pandemi.
Berbagai problem sosial terkait faktor ekonomi dan sosial berkembang dan mengalami perubahan yang amat dinamis dan secara signifikan yang memunculkan berbagai respon berupa sikap resisten terhadap perubahan maupun upaya menyesuaikan secara konstruktif yang berkembang dalam masyarakat, sebagaimana halnya berkembangnya sikap dan perilaku gotong-royong, saling membantu, menolong yang subur di masyarakat, seperti halnya kegiatan Cantelan yang digagas oleh Ardiati Bima (Fak. Pertanian UGM ’86) dan dikembangkan oleh Kagama Care hingga ke penjuru nusantara, serta berbagai kegiatan donasi sosial lainnya.
Namun demikian munculnya resistensi terhadap perubahan yang berkembang luas di masyarakat, khususnya setelah kebijakan pembatasan sosial diterapkan pemerintah selama beberapa bulan memunculkan kekhawatiran mendalam terhadap semakin tidak tentunya kapan pandemi ini akan berakhir karena tingkat reporduksi kasus Covid-19 (Rt) terus meningkat belakangan ini. Data tanggal 11 Juli 2020 contohnya, masih menunjukkan perkembangan kasus di berbagai daerah di Indonesia mencapai angka 1.671 kasus dalam satu hari dengan total sebanyak 74.018 kasus. Sementara itu kegiatan ekonomi masyarakat perlu segera mendapatkan penyaluran dengan pengendoran pembatasan sosial dan penerapan kebijakan “Adaptasi Kebiasaan Baru” istilah pengganti “Era Norma Baru”. Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan berjalan apa adanya.
Dalam kaitan dengan permasalahan di atas, kali ini, sinergi UGM-KAGAMA berinisiatif untuk mengangkat sebuah kajian mengenai perubahan perilaku dan manajemen perubahan (behavioral change & change management) yang dituangkan dalam judul “Perubahan Perilaku, Tantangan Untuk Membangun Budaya Tatanan Baru”. Kegiatan seminar daring yang menampilkan pembicara kunci H. Ganjar Pranowo, SH., M.I.P, Ketua Umum PP. KAGAMA dan Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., DEA. Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM, serta menghadirkan para pembicara dari kalangan praktisi change management dan behavioral modification, Drs. Eddi Sutanto, CCMP, Dra. Tri Yuli Adriana, Psikolog, dan Drs. Ali Dikri, MM. serta pembahas utama, pakar psikologi dari UGM, Prof. Djamaludin Ancok, Ph.D.
Perhelatan yang digelar secara daring melalui platform Zoom dan YouTube streaming pada hari Minggu, 12 Juli 2020 mulai jam 13.30 ini di ikuti oleh pendaftar sebanyak 1.700 peserta. Namun tercatat dalam daftar kehadiran dari kedua platform sebanyak sekitar 785 peserta mengikuti melalui Zoom dan 500 peserta mengikuit melalui YouTube. Antusiasme peserta mengikuti diskusi ini sangat tinggi, khususnya karena menariknya topik yang diangkat, serta kehadiran para pembicara kunci, pembicara utama dan pembahas yang sangat berkompeten pada bidangnya. Total durasi kegiatan ini memakan waktu sampai 3.5 jam dan sampai akhir kegiatan sebagian besar peserta masih bertahan mengikuti acara, khususnya pembahasan dari Prof. Djamaludin Ancok yang memberikan pencerahan sekaligus penyegaran bagi peserta.
Pada awal acara, sebagai pembuka Ketua Panitia Webinar Sulastama Raharja yang merupakan Wakil Sekjen VI PP KAGAMA, mengatakan bahwa kegiatan webinar ini bertujuan melakukan kajian secara komprehensif terhadap berbagai aspek membangun budaya tatanan baru melalui pengelolaan perilaku. Juga berusaha menemukan rumusan solusi untuk menerapkan pengelolaan perilaku masyarakat yang lebih adaptif terhadap berbagai arah kebijakan pemerintah. Dan juga untuk menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Covid-19.
Beberapa pokok kajian diantaranya merumuskan pentingnya mengintrodusir perubahan perilaku yang dikelola secara seksama melalui change management, khususnya dengan menerapkan prinsip Adopt, Adapt dan Adept. Serta pentingnya memperkenalkan dan menerapkan perubahan perilaku secara berkelanjutan yang diprakarsai tokoh pemerintah, tokoh masyarakat, pemuka agama bahkan orang tua. Aspek kepemimpinan dalam mengelola perubahan perilaku ini juga mendapatkan sorotan penting. Khususnya kepimpinan yang partifipatif, tidak berjarak dan memberikan contoh kepada masyarakat secara terus menerus. Pola perubahan perilaku yang dilakukan dalam bidang industri, khususnya upaya merubah perilaku yang berorientasi pada keselamatan bisa pula menjadi contoh penerapan pola yang sama dalam seting masyarakat tentu saja dengan mempertimbangkan aspek-aspek khas yang berbeda dalam tiap masyarakat sebagaimana nilai-nilai budaya yang berkembang dalam tiap masyarakat tersebut.
Di sisi lain pola penegakan hukum (law enforcement) juga perlu diimbangi dengan dukungan pola pembelajaran untuk membiasakan perilaku baru yang memerlukan peran ‘agent of change’ yang kuat bukan sekedar sebagai pemimpin tapi pendamping perubahan, lalu memberikan ruangan pada masyarakat melakukan improvisasi dan pengembangan perilaku baru. Hal yang tidak kalah penting dalam kaitan ini adalah pentingnya tolok ukur atas perubahan perilaku yangn menjadi target sehingga hal ini akan memacu semua pihak untuk mewujudkannya sehingga berkembang menjadi budaya baru. Secara khusus aspek komunikasi dalam paparan narasumber juga menggarisbawahi pentingnya menciptakan komunikasi yang lebih mengapresiasi tindakan yang supportif terhadap perubahan, dibanding yang ‘negatif atau mengancam’, sehingga perubahan dapat dilakukan secara lebih positif.
Panitia sinergi UGM-KAGAMA berharap rumusan yang dihasilkan melalui diskusi para pakar ini dapat menjadi rumusan yang bersifat operasional dan dapat diterapkan untuk mempercepat proses perubahan dan penyesuaian perilaku. Memunculkan individu dan masyarakat yang memiliki sifat lincah dan luwes dalam menyikapi setiap perubahan, serta memiliki kelihaian dan menguasai (adept/mastery) berbagai perilaku baru yang dihasilkan selama proses penyesuaian.
Leave a Reply