Dalam rangka memperingati Hari Kartini, pada hari Sabtu (17/4/2021) Pengurus Pusat (PP) Kagama menyelenggarakan kegiatan webinar dengan judul “Membangun Sistem Pendukung Bagi Perempuan Berdaya Untuk Indonesia Maju”. Webinar Kagama Berbagi #4 tersebut berlangsung melalui aplikasi Zoom Meetings dan disiarkan langsung pada kanal Youtube Kagama Channel. Ada lima narasumber yang tampil, yaitu Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D (Kepala BMKG), Prof. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D (Guru Besar FK-KMK), Dr. Friderica Widyasari Dewi, S.E., MBA (Wabendum PP Kagama & Direktur Utama PT BRI Danareksa Sekuritas), Siti Atikoh Suprianti, STP, MT.,MPP. (Ketua TP PKK Provinsi Jawa Tengah), Aditya Dipta Anindita, S.Sos, M.Si (Wakil Direktur Sokola Institute). Acara dipandu oleh Doty Damayanti dan Muthe Muthiah, dari tim Humas PP Kagama. Berkenan menyampaikan kata sambutan di awal acara adalah Ir. Budi Karya Sumadi (Waketum I PP Kagama & Menteri Perhubungan RI).
Mengawali webinar, Ir. Budi Karya Sumadi mengatakan walaupun dalam kondisi pandemi Covid-19 tidak menghalangi sumbangsih “Kartini-kartini muda” untuk mengabdi dan berbakti kepada Indonesia. Peran dan sumbangsih perempuan Indonesia dalam mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia sangat signifikan. Peran sentral perempuan menjadi salah satu kunci dari kemajuan Republik Indonesia.
“Berkenaan visi Indonesia pada 2045 yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pendapatan perkapita yang tinggi, Indonesia perlu berkomitmen dan menunggu sumbangsih dari “Kartini-kartini muda” untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara berpenghasilan tinggi. Juga peran perempuan sebagai seorang ibu dalam kehidupan rumah tangga. di mana dalam rumah tangga adalah sekolah pertama bagi seorang anak.” ujar Ir. Budi Karya Sumadi.
Ir. Budi mengajak “Kartini-kartini” Kagama melakukan improvement secara individual dan kelompok baik melalui UGM maupun Kagama. Merujuk data yang dikeluarkan Bank Indonesia lebih dari 60% UMKM Indonesia dikelola oleh perempuan. Pengelolaan yang handal, mengagumkan dalam prestasi, tanpa ada atasan yang memerintahkan, dan menjadi penting mulai dari langkah-langkah kecil namun bersifat massif yang menentukan visi Indonesia maju 2045.
“Satu kutipan penting dari Kartini yang selalu saya kenang yaitu ‘terkadang kesulitan harus kamu rasakan terlebih dahulu sebelum kebahagian sempurna datang kepadamu’. Ungkapan ini relevan dengan keadaan Indonesia sekarang. Kita harus sadari kesulitan ini justru membuat diri kita lebih hati-hati dan kita harus rebut momentum ini untuk membentuk suatu gerakan yang luar biasa dan “Kartini-kartini di masa sekarang pasti mampu melakukannya. Panjang umurlah emansipasi perempuan Indonesia.” pungkas Ir. Budi Karya Sumadi mengakhiri kata sambutannya.
Narasumber pertama, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D memulai ceritanya dengan menampilkan video berdurasi dua menit terkait kegiatannya meninjau lokasi bencana alam sebagai Kepala BMKG. Keteladanan Kartini dan tokoh perempuan lainnya yang berjuang dalam emansipasi hak perempuan di Indonesia. Sistem pendukung dari sumbangsih perempuan Indonesia adalah keluarga.
“Masa yang cukup berat bagi saya sebagai seorang perempuan dan seorang ibu adalah ketika saya sedang melanjutkan studi S2 di Leeds University, Inggris bersama dengan suami yang sedang studi S3. Pada saat bersamaan, anak saya berusia 1 tahun 2 bulan dan suami memaklumi hal tersebut serta membantu saya mengasuh anak saya. Hal tersebut dikarenakan studi S3 tidak ada perkuliahannya. Ketika saya melanjutkan studi ke jenjang doktoral, saya juga mengasuh anak saya yang baru berusia 3 bulan dan saya tinggal bersama keluarga bapak Joko Sasono — sekarang Sekjen Kemenhub — yang sudah menjadi bagian dari support system saya dan keluarga. Saat musim dingin, anak saya sakit dan saya menghubungi ibu saya. Kemudian ibu datang ke Inggris, dan saya bersama ibu merawat anak saya hingga sembuh.” ungkap Prof. Dwikorita.
Dwikorita menambahkan perempuan dapat berperan aktif dan memberikan sumbangsih ketika mendapatkan support system yang baik, lingkungan atau lembaga kerja yang mendukung, kebebasan untuk memilih karir dan cita-cita di masa depan yakni ibu memberikan pendidikan pertama berupa penanaman mindset kebebasan dalam berpikir.
“Keputusan memilih menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir adalah sebuah kebebasan yang hendaknya dimiliki oleh perempuan Indonesia. Generasi silih berganti dan tiap generasi mempunyai kesempatan dan hak yang sama menentukan pilihan hidupnya.” pungkas Prof. Dwikorita mengakhiri ceritanya.
Narasumber kedua, Prof. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D., yang akrab disapa Prof. Uut, menyampaikan paparan yang diberi judul “Sistem Pendukung Perempuan: Pembelajaran dari Lingkungan Akademik”. Prof. Uut mengungkapkan keberuntungan yang ia raih sebagai seorang perempuan yang dapat diberi kesempatan dalam melakukan hal-hal yang ia inginkan yakni meniti karir di bidang akademik, memiliki keluarga yang selalu mendukung dan peluang mengembangkan hobi yang didapatkan.
“Setiap kali memasuki bulan April, tepatnya di tanggal 21 April, Indonesia merayakan hari Kartini sebagai penghormatan atas sumbangsih kaum perempuan dalam pembangunan Indonesia. Terutama yang saya lihat pada ketimpangan gender.” ungkap Prof. Uut mengawali paparannya.
Menurut Prof. Uut, berdasarkan laporan The Global Gender Gap Index 2020, Indonesia menempati peringkat ke 85 dari 153 negara di dunia dengan skor 0,70. Angka tersebut dilihat dari empat aspek yakni, economic participation and opportunity, educational attainment, healt and survival, serta political empowerment. Namun jika ditarik dalam lingkungan UGM, jumlah guru besar perempuan masih terbilang sedikit. Padahal secara jumlah pengajar dan staff lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki.
“Sistem pendukung menjadi bagian penting dalam mempersiapkan perempuan berkarir di bidang akademik. Sistem pendukung pertama berasal dari pasangan. Sebagai contoh, saya sendiri memulai karir dari umur 25 tahun selalu disupport oleh suami saya, (alm) Prof. Iwan, sampai beliau meninggal setahun yang lalu.” ungkap Prof. Uuti menceritakan pengalamannya
Prof. Uut menjelaskan membangun sistem pendukung dimulai dari didikan orang tua yaitu menanamkan nilai-nilai moral dan etika dalam keluarga serta ikut dalam bidang pendidikan. Ketika berkeluarga, ada upaya berdiskusi dan negosiasi dengan pasangan dalam menentukan prioritas-prioritas serta dukungan dari asisten keluarga juga tidak luput perannya. Dalam lingkungan kerja, kebijakan yang memberikan kebebasan untuk perempuan penting disertai dukungan keluarga, leadership dan mentorship. Terakhir dukungan masyarakat terhadap pekerjaan perempuan yang dibarengi fasilitas dan dukungan secara psikologis.
“Sangat penting kerjasama tim dan equal participation terutama dalam e-learning yang kita rasakan semua pada masa pandemi Covid-19, untuk mengakses informasi dan memanfaatkannya dalam pengembangan karir.” tutur Prof. Uut mengakhiri paparannya.
Narasumber ketiga, Dr. Friderica Widyasari Dewi, S.E., MBA, menceritakan pengalamannya sebagai perempuan yang berkarir di bidang keuangan yakni pasar modal. Berawal dari latar belakangnya sebagai anak bungsu dalam keluarga, Dr. Friderica mengungkapkan sebagai seorang perempuan seringkali dihadapkan pada situasi di mana perempuan dapat melakukan segala aktivitas dengan baik. Harapan dari keluarga, lingkungan kerja dan masyarakat akan menjadi beban ketika perempuan tersebut tidak dapat memanajemen dan mengendalikannya.
“Kemampuan perempuan yang multitasking dapat merekognisi segala situasi dan kondisi yang dihadapinya. Karir saya di bidang keuangan dan pasar modal ini juga merupakan sumbangsih dari sistem pendukung dari keluarga dan support system dalam lingkungan kerja yang juga turut andil dalam kehidupan saya” ujar Dr. Friderica menjelaskan singkat sistem pendukung yang didapatkannya.
Menurut Dr. Friderica, sistem pendukung adalah individu yang memberikan semangat, menciptakan rasa bahagia dan emosional. Hal tersebut juga bagian dari sistem pendukung yang menjadi bagian penting dalam kehidupan perempuan. Untuk mendapatkan sistem pendukung diawali dengan memahami diri sendiri terlebih dahulu baik secara status, pekerjaan, cita-cita dan kelebihan serta kekurangan diri.
“Membangun sistem yang baik diibaratkan mendirikan sebuah tenda. Perempuan jangan hanya punya satu support system saja. Selain keluarga, perempuan harus memiliki sistem pendukung dari teman, kolega dan lingkungan kerja sehingga kokoh seperti tenda. Membangun sistem pendukung diperlukan untuk membantu kita mencapai tujuan baik dalam karir, keluarga, organisasi, dsb yang berperan dalam mengurangi stress dan kecemasan serta merasakan kebahagian dan dihargai sebagai perempuan. Membangun sistem pendukung yang solid dibangun melalui rasa percaya, meluangkan waktu, meningkatkan empati dan cerdas menganalisa situasi serta investasikan waktu, tenaga, dan biaya dalam membangun sistem pendukung.
“Membangun sistem pendukung jangan terburu-buru, namun nikmatilah dalam prosesnya. Perempuan juga menentukan siapa saja sistem pendukung baik dari keluarga, teman, tetangga, kolega, dan lingkungan sekitarnya. Sehingga, dapat disimpulkan sistem pendukung merupakan salah satu kunci sukses hidup bahagia, rumah tangga dan karir, sistem pendukung terdiri dari pasangan hidup, keluarga, teman, kolega, dll dan untuk mendapatkan sistem pendukung yang baik dihasilkan melalui sebuah proses.” pungkas Dr. Friderica mengakhiri paparannya.
Narasumber keempat, Siti Atikoh Suprianti, STP, MT., MPP menceritakan latar belakang keluarga yang berasal dari kalangan tradisional-religius yakni keluarga pengasuh pesantren. Pola asuh yang demokratis yang ia dapatkan ketika saat di meja makan dan membaca buku menjadi ajang diskusi dan bertukar pikiran dalam keluarga serta menyediakan waktu di akhir pekan sebagai family time untuk memperkuat ikatan.
“Pesan yang disampaikan kedua orang tua saya adalah bapak dan ibu hanya bisa memberi bekal pendidikan sebagai modal kehidupan di masa depan. Jangan pernah berharap warisan harta yang tidak kekal. Pendidikan karakter, agama dan formal harus menjadi elemen penting yang diajarkan dalam keluarga.” ujar Siti Atikoh.
Menurut Siti Atikoh, peran keluarga dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai pada saat perempuan tersebut memulai hubungan perkawinan, memantau perilaku perkembangan anak dan pola pengasuhannya. Ketika di tahun 2013, Ganjar Pranowo yang merupakan suaminya menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah, Siti Atikoh mendampingi sebagai istri gubernur sekaligus ketua TP PKK dan ketua Dekranasda Provinsi Jawa Tengah.
“Sehingga perempuan harus berdaya sebelum memberdayakan orang lain baik dalam akses, partisipasi, kontrol dan penerima manfaat. Pendidikan menjadi kunci agar perempuan berdaya. Sistem pendukung dibangun dimulai dari keluarga dengan pola asuh dan lingkungan yang positif.” demikian pungkas Siti Atikoh.
Narasumber terakhir, Aditya Dipta Anindita menceritakan aktivitasnya sebagai co-founder Sokola Institute, sebuah lembaga nirlaba pertama di Indonesia yang mengkhususkan diri pada isu pendidikan masyarakat adat dan kelompok marjinal lain di Indonesia. Didirikan pada tahun 2003, Sokola Institute mengembangkan metode pembelajaran kontekstual yang ramah budaya untuk membantu masyarakat adat menghadapi perubahan dan mempertahankan hak atas budaya dan sumber alamnya.
“Orang rimba merupakan masyarakat adat yang tinggal secara semi nomadik dalam Kawasan Hutan Taman Nasional Bukit Duabelas, Provinsi Jambi. Orang rimba tidak hanya menjadi hutan sebagai sumber pangan tetapi sumber pengetahuan tradisional, filosofi, dan keyakinan yang membentuk identitas mereka sebagai orang rimba. Termasuk di dalamnya perempuan rimba yang memiliki peran dan posisi penting dalam masyarakat adat orang rimba.” ujar Aditya.
Menurut Aditya, hukum adat orang rimba memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak. Terlihat dalam hukum tersebut, perempuan adalah pemegang harta keluarga. Apa yang dihasilkan laki-laki menjadi hak perempuan serta demikian sebaliknya. Tantangan modernisasi dan globalisasi mulai menghilangkan peran perempuan dalam adat rimba. dan sistem pendukung bagi relawan perempuan dalam sokola rimba dengan membangun kultur kerja yang sehat dan setara seperti membangun sebuah keluarga.
“Seperti sebuah pepatah afrika yang mengatakan ‘if you educate a man you educate an individual. but if you educate a woman you educate a nation‘.” pungkas Aditya menjelaskan pentingnya pendidikan bagi seorang perempuan. [arma]
*) Webinar selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel: