Bilik Swab Karya Jaka Widada Diakui sebagai Inovasi Indonesia untuk Penanganan Covid-19

Tanggal 20 Mei 2020 Presiden RI bersama RISTEK – BRIN (Kementerian Riset dan Teknologi / Badan Riset dan Inovasi Nasional) telah meluncurkan tahap pertama daftar Inovasi Indonesia untuk Penanganan Covid-19 sebanyak 57 karya anak negeri. Barangkali banyak yang belum tahu kalau hampir separonya adalah karya yang melibatkan institusi UGM. Termasuk Smart Biosafety Swab Chamber atau Bilik Swab karya Jaka Widada (Fakultas Pertanian ’86) staf pengajar di Fakultas Pertanian UGM & dua rekanannya. Sebuah penemuan yang berhubungan dengan suatu bilik kerja steril yang dapat bekerja dengan pengaturan secara pintar dan otomatis dimana bilik tersebut digunakan untuk pengaman tenaga medis saat mengambil sampel lendir dari dalam hidung atau tenggorokan pasien sekaligus aman bagi pasien. Intinya adalah menciptakan ruangan steril untuk mengurangi resiko penularan, dimana tenaga medis berada pada sebuah bilik terpisah dengan yang diperiksa.

Jaka Widada mengatakan awal ide karyanya adalah kepeduliannya terhadap kelangkaan APD. Ia berpikir berandai-andai membuat sebuah alat yang bisa menggantikan APD untuk melakukan tes swab. Lalu inspirasinya muncul saat melihat video petugas kesehatan di Korea Selatan yang tengah melakukan uji swab di bilik untuk memeriksa pasien. Dia pun berdiskusi dengan istrinya yang merupakan dokter spesialis THT dan telah terbiasa menguji swab saat memeriksa pasiennya untuk virus EBV (Epstein Barr Virus). Apalagi Jaka juga mengaku punya latar belakang keilmuan mikrobiologi sehingga familier dengan mikroorganisme termasuk virus.

Bilik Swab karya Jaka Widada (Foto: istimewa)

Kemudian dosen Departemen Mikrobiologi Pertanian Fakultas Pertanian UGM tersebut berembug dengan dua rekanannya yaitu Ngatijan Suryo Sutiarso & Murtono membahas secara teknis pembuatannya. Akhirnya mereka berhasil membuat bilik swab yang dilengkapi dengan High-efficiency Particulate Air (HEPA) Filter atau filter udara parikulat efisiensi tinggi dan lampu ultraviolet. Bilik tersebut untuk memudahkan dan melindungi tenaga kesehatan dalam mendeteksi infeksi Covid-19 pada seseorang, sekaligus mengurangi ketergantungan kepada APD saat melakukan tes swab pada pasien dan aman bagi pasien. Oleh karenanya, dapat mengurangi limbah alat medis serta menyiasati kekurangan APD serta kenyamanan bagi petugas medis.

Bilik swab tersebut didesain dengan ukuran 90 x 90 cm & tinggi 2 meter. Terbuat dari bahan Alumunium Panel Composite (APC) dengan ketebalan sekitar 3 mm, yang mana bisa menekan biaya pembuatan & mudah dibersihkan. Dilengkapi dengan pintu pada bagian belakang dan depan memakai kaca dengan tebal 6 mm dengan dua lubang yang dipasang sarung tangan panjang berstandar medis dilengkapi dengan handscoon sekali pakai untuk tangan petugas medis. Lalu yang penting adalah dilengkapi dengan HEPA filter yang biasa dipakai untuk membuat ruangan bersih dan steril seperti di laboratorium. Di dalam bilik diberi lampu pencahayaan dan blower dan amplifier dengan speaker sebagai sarana komunikasi dengan pasien. Bilik juga bersifat dinamis, dapat bergerak ke mana-mana karena ada empat roda di bawahnya sehingga mudah dipindah-pindah.

Untuk membuat satu unit bilik swab menghabiskan biaya sekitar Rp 8-10 jutaan. Kata Jaka pembiayaan awalnya berasal dari donasi masyarakat khususnya teman-teman dekatnya, termasuk lewat grup Whatsapp Sambatan Jogja (Sonjo) yang diinisiasi koleganya dosen FEB UGM Rimawan Pradiptyo, Ph.D. Lalu ada juga institusi kesehatan yang memesan langsung kepada Jaka untuk dibuatkan. Sampai saat ini bilik swab karya Jaka sudah tersebar di banyak kota semisal Yogyakarta, Sragen, Salatiga, Malang, Banyuwangi, Palembang & Jakarta.

Dalam proses produksi dia menggandeng dua UMKM di Yogyakarta. Untuk saat ini kapasitas produksi masih terbatas sebanyak 10-15 unit per minggu. Jaka sangat berharap bantuan dari banyak pihak sehingga kapasitasnya bisa lebih ditingkatkan lagi. Yang menggembirakan adalah inovasi bilik swab tersebut telah dilirik Gugus Tugas Covid-19 Daerah dan Nasional untuk membuka kemungkinan kerja sama produksi secara masal. Lalu oleh Direktorat Penelitian UGM juga sudah mendapatkan bantuan dana untuk pengembangan dan telah didaftarkan hak patennya kepada Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM per tanggal 5 Mei 2020, dan semoga kelak akan disetujui & diakui.