Oleh: Sitawati Ken Utami
Bertempat tinggal di Bogor, Tanah Parahyangan selama seperempat abad, sudah tentu membuat saya yang asli orang Yogyakarta merasa harus mempelajari dan mencintai budaya Sunda. Atau paling tidak di tahap mengenal busana Sunda. Terlebih sudah sekitar 7 tahun saya bergelut di komunitas perempuan yang mencintai kebaya.
Kebaya Sunda sudah saya kenal sejak saya masih remaja, ketika ibu masih aktif menjahit. Dengan melihat referensi majalah wanita, Ibu memperkenalkan jenis kebaya Sunda dan membuatkan untuk saya. Ciri utamanya ada di kerah yang berbentuk segi 5 dan sedikit melengkung. Tentu saja kebaya Sunda memiliki bukaan depan sebagaimana kebaya yang lainnya. Di sekitar tahun 80-an, kebaya Sunda merebak kemana-mana karena terlihat tampil sebagai kebaya modern. Pada umumnya dibuat dari bahan brokat dan ada hiasan bordir atau payet, hiingga terkesan mewah. Kebaya Sunda banyak dipakai untuk acara undangan pernikahan atau acara resmi lainnya.
Pada perjalanan waktu, saya menikah dengan orang Bandung yang merupakan keturunan etnis Sunda. Walaupun semua acara pernikahan di Jogja dengan adat Jawa, ibu mertua saya Otih Juwariah memakai kebaya Sunda dengan bahan yang sama dipakai oleh ibu saya bermodel kebaya kutubaru. Sehingga terlihat nuansa Sunda tampil di antara busana para perempuan yang memakai kebaya khas Jawa. Baik ibu saya maupun ibu mertua memakai kebaya dipadu dengan kain batik bermotif Truntum. Motif yang khusus dipakai untuk orangtua pengantin dan besan.
Setelah mempelajari lebih lanjut, ternyata ada 4 jenis kebaya Sunda yang digambarkan oleh Dr. Suciati, S.Pd., M.Ds., dosen Program Studi Pendidikan Tata Busana Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia (FPTK UPI). Jenisnya meliputi kebaya berkerah V, U dan segi 5 yang sering disebut dengan Kebaya Bandung atau kebaya berkerah cowak atau suraweh. Selain itu juga ada model kebaya Kartini. Ternyata memang model Kartini juga banyak dipakai oleh perempuan Sunda sejak dahulu terlihat dari foto yang ada pada awal tahun 1900-an.
Menurut Yayu Rismawan, ketua KOPETASS (Komunitas Penata Rias Tasikmalaya Dan Sekitarnya), kebaya yang dipakai perempuan Sunda bermodel Kartini, dikenal dengan nama Kebaya Sartika. Barangkali mengacu pada nama pahlawan perempuan yang dikenal dari bumi Pasundan yakni Dewi Sartika. Menurut Yayu, di musium Alit Sukapura Tasikmalaya, kebaya yang tersimpan semua berkerah Kartini.
Kebaya Sunda, yang banyak dipakai perempuan pecinta kebaya berbentuk kebaya tanpa kelepak kerah, namun saya dan Yayu sepakat bahwa kebaya Sunda akan lebih kuat kesan pakemnya apabila ada kerah tegak di bagian belakang leher. Karena pada prinsipnya sejarah kebaya itu berawal dari pemakaian selendang yang membentuk lipatan di seputar leher, lalu menjelma menjadi kerah.
Padanan kebaya Sunda yang paling sesuai yakni kain-kain motif khas Jawa Barat. Baik yang asli dan khas Pasundan seperti misalnya Mega Mendung atau pesisir Priangan Selatan seperti Merak Ngibing, maupun motif yang mendapat pengaruh dari Mataram seperti Lereng dan Sido.
Sedangkan sanggul Sunda melengkapi penampilan dengan sasakan tinggi ke atas dan tanpa sasakan ke samping (trepes). Sanggulnya pun khusus bernama Ciwidey, mirip sanggul ukel Solo tapi tanpa bulatan tengah di atas.
Selop yang digunakan oleh perempuan berkebaya Sunda yang sesuai yakni Kelom Geulis produk kerajinan dari Tasikmalaya. Ditambah dengan kipas dan payung geulis menambah penampilan perempuan Sunda semakin mempesona.
Memang saat ini sulit menemukan perempuan di tanah Parahiyangan memakai busana Sunda yang lengkap sesuai pakem, namun setidaknya ada beberapa orang yang berusaha untuk melestarikan. Susi Pujiastuti, mantan menteri kelautan yang berasal dari Pangandaran terlihat sering memakai kebaya Sunda pada berbagai kesempatan dan bahkan tampil di atas catwalk memperagakan kebaya Sunda lengkap dengan kain dan selendang.
Kebaya Sunda yang menjadi kekayaan seni budaya perempuan yang memiliki karakter lembut, anggun dan pandai merawat diri, perlu dilestarikan untuk dibanggakan oleh generasi muda di masa depan