PP Kagama bekerja sama dengan K-GAMA Health, IDAI Cabang Yogyakarta, RSA UGM, dan Pusat Kedokteran Tropis UGM, kembali menggelar webinar serial KAGAMA Health Talks melalui Zoom Meeting, Sabtu (14/5/2022). Pada seri ke-8 kali ini mengangkat topik “Mengenal & Mencegah Hepatitis Misterius”, menghadirkan dua narasumber, yaitu dr. Neny Sri Mulyani, Sp.AKGH (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK-KMK UGM), dr. Riris Andono Ahmad, MPH, Ph.D. (Direktur Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM). Bertindak sebagai keynote speaker adalah Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHMS MARS (Dirjen Pencegahan & Pengendalian Penyakit Kemenkes RI). Jalannya acara dipandu oleh dr. Novi Zain Alfajri, MPH, dan dr. Risalia Reni Arisanti, MPH.
Dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan penyakit hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya pertama kali terdeteksi Maret 2022 di Inggris, menyerang anak-anak usia usia 11 bulan s/d 5 tahun. Lalu menyusul di Skotlandia pada bulan Maret juga.
Secara resmi WHO mempublikasikan kejadian luar biasa pada tanggal 15 April 2022 di mana kasus terus bertambah. Data per 10 Mei 2022, tercatat ada 436 kasus di 27 negara, termasuk Indonesia.
Khusus di Indonesia, pertama kali tercatat ada 3 kasus di RSCM pada tanggal 27 April 2022. Dari data per 13 Mei, meningkat menjadi 32 kasus. Namun kemudian 15 kasus dikeluarkan karena tidak memenuhi kriteria yang dikeluarkan oleh WHO, sehingga tinggal 17 kasus.
Dr. Maxi menambahkan, gejala umum yang dirasakan penderita adalah hampir semuanya merasakan nafsu makan kurang, mual, dan demam. Ada juga yang merasakan gatal-gatal di kulit, diare akut, sesak nafas, dan perubahan warna feses.
Yang paling penting adalah kita harus meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi sejak dini. Karena sampai saat ini belum diketahui penyebabnya.
“Kebijakan yang sudah diambil, yaitu pihak Kemenkes telah berupaya mengeluarkan Surat Edaran (SE) sebagai pegangan pihak terkait dalam penanganannya. Kemenkes juga telah membuat konten berisi informasi serta edukasi yang penting dan perlu disampaikan ke masyarakat,” demikian pungkas dr. Maxi.
Narasumber pertama, dr. Neny Sri Mulyani di awal pemaparan mencoba memberi pemahaman kepada audiens mengenai situasinya. Pada situasi biasa, hepatitis yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus hepatotropik A, B, C, D, E. Pada bayi dan anak kebanyakan tanpa gejala, sembuh sendiri. Bisa juga akut yang kemudian berkembang menjadi gagal hati akut / fulminan, namun prosentasenya kecil.
Ada juga situasi luar biasa, yaitu pada Oktober 2021 hepatitis akut berat terjadi di Alabama sebanyak 5 kasus. Lalu terjadi pula di Inggris dan negara-negara lain di Eropa, dan meluas ke banyak negara termasuk Indonesia. Ternyata penyebabnya virus non-ABCDE.
Dr. Neny menjelaskan radang hati atau hepatitis akut, pada fase non-ikterik gejala yang sering terjadi adalah lesu, nyeri perut sebelah kanan atas, mual / muntah, diare, dan demam. Pada fase ikterik gejalanya kuning disertai urin seperti teh, feses warna dempul (sindroma kolestasis).
“Jika diperiksa terdapat pembesaran hati disertai nyeri tekan. Bisa ringan dan sembuh sendiri, tapi bisa juga kronis atau gagal hati akut,” ucap dr. Neny.
Ada istilah hepatitis “berat”, yaitu hepatitis dengan enzim transaminase dalam darah lebih dari ukuran normal. Transaminase adalah enzim yang ada di dalam sel hati dan keluar apabila ada kerusakan sel hati. Kerusakan sel hati pada hepatitis terjadi akibat reaksi imunologis atau akibat dirusak oleh virus secara langsung.
Lalu ada hepatitis fulminan, yaitu hepatitis akut dengan kerusakan parah, berlanjut terjadinya gangguan fungsi hati (sintesis, ekskresi, detoksifikasi), ditandai dengan urin yang kuning, feses berwarna dempul, gangguan sintesis albumin, gangguan pembekuan darah, dan kegagalan multi organ.
Hepatitis bisa disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Gejala klinisnya bervariasi. Bisa ringan dan sembuh sendiri, kronis atau progresif sampai kerusakan masif / gagal hati fulminan.
Virus penyebabnya ada 2 yaitu hepatotropik dan non-hepatotropik. Virus hepatotropik adalah virus dengan target utamanya hati. Sedangkan virus non-hepatotropik menginfeksi banyak organ, termasuk hati. hati bukan target utama, tapi menjadi terlibat akibat infeksi sistemik, biasanya terdapat kelainan di tempat lain.
Infeksi virus hepatotropik pada anak yaitu hepatitis A pada balita biasanya tanpa gejala, hepatitis B makin muda terinfeksi maka makin tinggi kronisitasnya dan tanpa gejala, hepatitis C jarang akut, hepatitis D hidup dengan virus hepatitis B, dan hepatitis E biasanya terjadi pada outbreak, jarang terjadi bahkan saking jarangnya tidak ada kit komersial di Indonesia. Yang bisa dicegah baru hepatitis A dan B.
“Saya berharap ke depannya akan ditemukan bukti yang lebih kuat untuk menentukan penyebabnya sehingga dapat segera direkomendasikan secara baik terkait pencegahan, tata laksana dan pengendaliannya,” ujar dr. Neny mengakhiri paparannya.
Narasumber kedua, dr. Riris Andono Ahmad mengatakan sampai saat ini kasus hepatitis yang belum diketahui penyebabnya, belum ada yang dalam tahap confirmed. Yang ada baru tahap probable atau hepatitis akut (bukan hepatitis ABCDE) usia kurang dari 16 tahun, dan epidemiologically linked atau hepatitis akut (bukan hepatitis ABCDE) pada semua usia yang terlibat kontak erat dengan pasien probable.
Menurutnya, hepatitis bisa disebabkan oleh infeksi hati yang kebanyakan akibat virus hepatitis ABCDE, atau racun yang ada kemungkinan akibat alkohol, obat-obatan & paparan lingkungan. Dari sekian banyak penyebabnya, gejala yang paling feasible adalah adanya jaundice atau sindrom kuning, yaitu kondisi warna kekuningan pada kulit dan lapisan mukosa, seperti bagian putih mata. Warna kuning terjadi akibat penumpukan zat kimia yang disebut bilirubin. Bilirubin sendiri merupakan produk “sampah” dari sel darah merah (eritrosit). Yang sering terjadi yaitu hepatitis ABCDE, meski kemunculannya bisa berbeda-beda.
Jika kita lihat kasus hepatitis yang belum diketahui, probabelnya non-hepatitis virus ABCDE. Ada beberapa hipotesis penyebabnya, yaitu penyebab lain yang mengakibatkan infeksi adenovirus menjadi parah, varian baru adenovirus, paparan obat, racun atau lingkungan, patogen yang benar-benar baru, dan varian baru SARS-CoV-2. Namun sampai saat ini belum bisa disimpulkan penyebabnya apa.
“Kesimpulannya, meski saya tegaskan tidak akurat, saat ini ada kasus hepatitis yang belum diketahui penyebabnya. Bisa satu atau multi penyebab. Kemungkinan penularannya bisa melalui orofecal, yaitu lewat anus dan mulut, atau lewat droplet. Pencegahannya bisa dengan cara sama seperti mencegah penyakit yang ditularkan lewat droplet, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan,” pungkas dr. Riris.