Kagama Fotografi 9: Rahasia Membuat Foto Hitam Putih yang Bagus

Sabtu (10/4/2021) jam 19.30 s/d 21.30 WIB, PP Kagama bersama Kagama Fotografi kembali menggelar webinar lewat Zoom Meeting. Pada seri 9 kali ini menghadirkan fotografer Haryanto Devcom sebagai narasumber yang membahas seluk dunia fotografi hitam putih. Sebagai moderator adalah drg. Mayu Winnie Rachmawati, M.Sc., Ph.D., dan kata sambutan disampaikan oleh Sandhya Yuddha, Ketua Bidang VII PP Kagama.

Haryanto Devcom

Di awal pemaparan, Haryanto menyebutkan ada dua aliran foto BW di dunia ini yang sangat berpengaruh, yaitu aliran Amerika dan Eropa. Aliran Amerika umumnya memotret lanskap, sedangkan aliran Eropa biasanya memotret orang atau foto jurnalistik.

Aliran Amerika sering disebut west coast style. Tokoh pelopornya bernama Ansel Adams, fotografer Amerika Serikat dan seorang aktivis lingkungan yang dikenal dengan foto-foto hitam putihnya mengenai Amerika Serikat bagian barat. Ansel adalah orang pertama yang menyajikan foto BW secara bagus. Saat memotret ia sudah menghitung nanti warna hitam atau putihnya akan seperti apa. Alat-alatnya sudah diseting dan dikalibrasi sedemikian rupa sehingga akurasinya sangat tepat. Hasil cetakan fotonya akan sama persis seperti bayangannya. Ciri-ciri karya Ansel, hitam putihnya tidak ada yang ngeblok dan sangat detail, serta tajam semua di semua bagian.

Lalu ada tokoh bernama John Sexton, yang merupakan mantan asisten Ansel Adams. Karyanya mirip-mirip mentornya, tidak ada detail yang hilang, tajam dari ujung ke ujung. Perbedaannya jika karya Ansel lebih condong ke grand lanscape, sedangkan karya John Sexton lebih crop.

Kemudian ada nama Chip Forelli yang juga penganut west coast style. Ia seringkali memotret untuk korporasi dalam tampilan BW.

Lalu berikutnya ada Michael Kenna, yang karyanya banyak ditiru oleh anak-anak muda masa kini. Ia orang Inggris namun pengikut west coast style juga. Karyanya sangat simpel dan sering memotret untuk perusahaan dalam format BW.

Tidak semua fotografer BW menganut gaya west coast. Di Eropa lahir genre tersendiri dengan tokohnya Elliot Erwitt, seorang pakar street photography. Hasil karyanya warna hitam dan putihnya tidak ada yang detail, di ujung-ujungnya tidak tajam, namun tetap terlihat bagus.

Lalu ada nama Trent Parke, fotografer asal Australia. Ada nuansa noise dalam setiap karyanya, namun tetap saja tampak bagus.

Kemudian kita kenal nama Sebastio Delgado, fotografer asal Brazil penganut west coast tapi karya-karyanya di bidang jurnalistik. Dan legenda BW yang terakhir adalah James Nachtwey, foto jurnalis asal Amerika yang karya-karya liputannya selalu mengundang decak kagum.

Dari semua tokoh yang disebut di atas ada benang merah yang mempertautkan mengapa karya BW mereka bisa bagus-bagus. Ternyata kuncinya ada pada harmonisasi kontras atau gelap terangnya dibuat harmoni. Kontras adalah ada beda antara gelap dan terang, sedangkan untuk foto BW ada beda antara hitam dan putih. Untuk mendapatkan hasil yang bagus memang harus dikonsep terlebih dulu berdasar visualisasi yang ada.

Menurut Haryanto pada foto berwarna kontrasnya lebih gampang. Kita lebih banyak mendapat bantuan, karena selain ada kontras cahaya juga ada kontras warna. Lalu untuk mendapatkan foto BW yang bagus kita sangat butuh cahaya yang bagus pula. Untuk mendapatkan kontras yang baik harus diatur komposisinya, bukan hanya subyeknya akan tetapi cahayanya juga.

Contoh figure ground bisa terlihat burung atau beruang

Haryanto menekankan faktor figure-ground juga harus diperhatikan benar-benar. Pengertian dari prinsip figure ground itu sendiri adalahh sebuah prinsip di mana mata akan mendefinisikan sebuah obyek berdasarkan wilayah di sekitarnya. Bentuk didefinisikan sebagai figure, dan sekelilingnya didefinisikan sebagai ground.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa memang figure ground membentuk perspektif kita terhadap sebuah bentuk dan cenderung menyederhanakannya menjadi hal yang lebih simple. Dengan figure ground otak manusia cenderung menyederhanakan dan hanya menarik esensi dari obyek yang dilihat. Obyek figure yang pertama dilihat, sehingga ground di belakangnya yang terkadang obyek yang sesungguhnya malah tidak kita perhatikan.

Selanjutnya Haryanto mengatakan, “BW is interpretation, color is duplication”. Maksudnya, di foto BW bukan asal motret aja namun harus menginterpretasi intensitas cahaya. Jika tidak ada kontras cahaya, hampir dipastikan hasilnya tidak bagus. Bisa jadi di foto berwarna terlihat kontras karena ada perbedaan warna yang menyolok, namun begitu dikonversi menjadi BW hasilnya akan flat karena tidak ada perbedaan intensitas cahaya.

Di akhir pemaparan, Haryanto menyebut masalah post processing juga berperan penting untuk manjadikan foto BW terlihat lebih bagus. Ketika pada obyek aslinya intensitas cahayanya kurang membuat kontras, masih bisa ‘diakali’ dengan fitur-fitur yang ada di Photoshop, atau software pengolah gambar lainnya.

*) Materi webinar selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel:

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*