Susilo Joko Pramono, Wirausaha Tangguh yang Merintis Jiwa Entrepreneur Sejak Bangku SMP

Perjalanan hidup seseorang tidak ada yang bisa menduga dan mengira. Seperti apa yang dialami oleh Susilo Joko Pramono, alumnus Fakultas Peternakan UGM angkatan 1997. Setamat SMA ia melanjutkan studi di Fakultas Peternakan dengan harapan setelah meraih gelar sarjana tentunya akan bekerja di bidang keilmuannya. Namun takdir mengatakan lain, sekarang faktanya ia menekuni pekerjaan jauh dari background pendidikannya.

“Ya beginilah saya sekarang, setiap hari menangani sofa tiada henti,” ucapnya sambil tersenyum kepada kagama.id yang mewawancarainya di tempat workshopnya ABADIRA Sekolah Service Sofa di Desa Kemusuh, Banyurejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta.

Susilo berkisah, dulu ia mengawali kegiatan usahanya tanpa teori, tanpa baca buku, dan tanpa bimbingan mentor-mentor kondang. Menurutnya hal itu mustahil didapatkannya karena ia memang tidak punya uang sama sekali. Keahliannya ia dapatkan ketika ikut bekerja di bengkel sepeda milik bapaknya.

Jika sekarang ia menjelma menjadi wirausaha tangguh, karena memang ia telah ditempa oleh keadaan sejak kecil. Semenjak SMP ia telah biasa bekerja membantu bapaknya yang bekerja sebagai bengkel sepeda dan tukang tambal ban waktu itu. Bahkan ketika setamat SMA ia tidak diberi uang saku lagi oleh orang tuanya, memaksanya untuk lebih giat lagi bekerja.

Susilo mengenang pekerjaannya yang ditekuni sekarang ini berawal dari zaman kuliah dulu memperbaiki jok motor C70 milik kakaknya sendiri yang sobek. Lalu mulailah kemampuannya memperbaiki jok motor tersebar pelan-pelan di lingkungan kampus.

Kemudian Susilo mendapat kesempatan memperbaiki 40 kursi lipat di kampusnya yang rusak. Proses perbaikannya di ruang kuliah, satu per satu digarapnya dengan waktu yang tidak mengikat, menyesuaikan jadwal kuliah.

“Dari situ, kemudian selalu saja ada order pekerjaan dari ruang lingkup kampus untuk menangani bermacam meubel, seperti memperbaiki kursi anyaman rotan, mereparasi sofa, dll,” ujar Susilo.

Pada tahun 2001, Susilo mengikuti KKN, dan secara kebetulan ia ditempatkan di desa yang tidak jauh dari rumahnya. Sehingga dengan leluasa ia masih bisa menyambi pekerjaan di rumahnya. Bahkan kadang ia menerima pekerjaan dari warga lokasi KKN, seperti memperbaiki jok motor, berbagai macam meubel, alat pertanian, dsb.

Susilo ingat betul pada momen KKN itulah tercetus ide pertama kalinya nama ABADIRA, yaitu merk dagang perusahaannya yang sekarang. Saat itu ada yang melihat bakatnya ketika membikin program plangisasi yang hasilnya memang sangat bagus.

“Mas Agus Nanang, putra bapak kos KKN bilang kalau kerjaan saya itu bagus karena ada bakat diragati atau dibiayai. Dari situlah saya menemukan nama ABADIRA yaitu singkatan dari ada bakat diragati,” ujar Susilo sambil tertawa.

Tahun 2003 Susilo berhasil meraih gelar sarjananya. Namun, ia kurang tertarik untuk mencari pekerjaan berbekal ijazah yang diraihnya, karena merasa sudah nyaman di pekerjaannya. Alih-alih getol berburu pekerjaan, ia justru semakin memantabkan hati melanjutkan pekerjaan yang sudah dirintisnya sejak sekitar 3 tahun sebelumnya.

Ia menjalankan usahanya dibantu 1 orang karyawan dan mitra yang mengerjakan pekerjaan dari rumahnya sendiri. Dengan strategi promosi yang gencar, Susilo bersyukur banyak juga orderan pekerjaan yang masuk. Apalagi ia bersedia antar jemput meubel yang direparasi ke rumah pelanggan. Bahkan untuk luar kota pun disanggupinya.

Tahun 2006, Susilo terjun di bidang studio digital, dengan membuat studio kecil di rumahnya. Awalnya ia melayani jasa multi media dan fotografi untuk tetangga sekitarnya. Kemudian pelan-pelan mulai dikenal luas.

Tahun 2009, Susilo mulai merambah dunia kuliner dengan membuat produk berupa kripik bayam. Sebenarnya di tahun pertama sudah menunjukkan kemajuan yang pesat dan dikenal oleh banyak komunitas. Namun tak diduga pada November 2010 Gunung Merapi meletus sehingga meluluhlantakkan sektor pariwisata di Yogyakarta. Akibatnya penjualan oleh-oleh pun terkena dampaknya.

Untungnya saat itu ia masih punya usaha servis sofa dan studio digital yang lumayan ramai. Dan setelah pariwisata normal kembali, usaha kripik bayamnya juga kembali berjalan lancar.

“Oh iya untuk menaungi ketiga bidang usaha saya itu, saya memakai merk dagang AADS yang merupakan singkatan dari Anugerah Anak Desa Sleman,” ujar Susilo.

Tahun 2018 adalah awal Susilo mulai mengajarkan ilmunya kepada siapa saja yang tertarik lewat ABADIRA Sekolah Servis Sofa. Dari sekolahnya itu ia menemukan banyak hal, mulai dari kepuasan batin berbagi ilmu, merekrut karyawan baru, menjalin relasi, sampai menemukan mitra.

Dalam hal kemitraan, Susilo menyebutkan contohnya, yaitu pada suatu masa liburan ada anak-anak pelajar dari Dusun Kempong, Kalibawang, Kulonprogo, yang magang di tempatnya. Info ini didengar oleh kampung lainnya yaitu di Padakan, kemudian mereka juga minta diajari tentang anyaman.

Selanjutnya setelah banyak warga yang pintar, mereka boleh membuka usaha sendiri, dan tetap menjadi mitra binaan Susilo. Dengan bermitra kedua pihak sama-sama diuntungkan dengan bentuk kerja sama yang telah disepakati bersama.

Susilo mengakui ada satu materi pengajaran yang menjadi favoritnya, yaitu mengajarkan perbaikan anyaman rotan kursi antik yang menurutnya semakin langka saja. Ia bangga bisa ikut terlibat dalam melestarikan kearifan lokal.

Ia selama ini sudah membagikan pengalaman menganyam rotan ini untuk hal yang menyenangkan, sebagai wisata budaya dan wisata edukatif, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Bagi yang pingin merasakan sensasi belajar anyaman bisa belajar sekaligus berwisata edukasi di tempatnya.

Saat ini kemampuan mengajar Susilo sudah dikenal banyak kalangan. Ia sudah beberapa kali diundang untuk memberikan pelatihan pada berbagai lembaga. Yang terakhir ini ia mendapatkan kepercayaan dari almamaternya yaitu SMP Negeri 1 Sleman, untuk memberikan materi entrepreneurship kepada murid-murid, sebagai rangkaian dari kegiatan “Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila”.

“Program akan diberikan kira-kira selama 3 bulan ke depan. Hari Sabtu diberikan teori secara umum, hari Rabu dan Kamis kelas praktek,” ucap Susilo.

Materinya selain tentang servis sofa dan bisnis kripik bayam, juga diberikan bahan pengajaran yang komprehensif, tentang wawasan kebangsaan, leadership, organisasi, management, branding, marketing, serta public speaking. Juga diperkenalkan perihal permasalahan sosial, dan cara pemecahan masalahnya, yaitu dengan menggali potensi dan ide kreatif.

Nantinya anak-anak akan belajar di luar kelas juga. Di akhir program anak-anak akan dilibatkan dalam kerja magang di sekitar sekolah meskipun hanya beberapa jam dalam satu hari. Yang penting anak-anak paham tentang proses dan merasakannya.

Susilo menambahkan, sebagai wirausaha ia sudah berkomitmen apapun yang ditugaskan kepadanya akan dijalaninya dengan penuh amanah. Ia berharap semoga bisa memberikan kontribusi nyata bagi almamaternya. Ia mengakui sangat senang terlibat dengan programn seperti itu, karena bisa berbagi ilmu dan ada yang mau melanjutkan ilmunya sudah cukup membuatnya bahagia.

Selain berbagi ilmu di kehidupan nyata, Susilo juga menuliskan pengalaman hidupnya pada sebuah buku agar menjadi pembelajaran bagi pembacanya. Bukunya berjudul “Per Ardua Ad Astra, Melalui Rintang Menuju Bintang”, sebuah karya keroyokan bersama lima entrepreneur Kagama lainnya, yang kesemuanya berisikan kisah-kisah inspirasi. Dan saat ini sedang digarap lanjutan buku seri keduanya.

“Apa yang sudah saya capai sekarang ini bukanlah sebuah akhir pencapaian, tapi masih sebuah proses. Sebab puncak kesuksesan itu tidak ada. Akan selalu ada proses lagi yang harus dilalui, lagi dan lagi tanpa henti,” pungkas Susilo mengakhiri wawancaranya.