Antara Kebaya dan Kimono

Oleh: Sitawati Ken Utami

Pada jelang akhir tahun 2018, saya melakukan perjalanan ke Jepang bersama 6 kawan pencinta kebaya, dari berbagai kota yaitu Jakarta, Bogor, dan Pekalongan. Tentu kami tidak lupa menerapkan aturan dress code selalu berkebaya kemanapun pergi. Kenapa? Ini adalah pembuktian salah satu contoh yang sering kami ceritakan kemana-mana bahwa kebaya harus menjadi identitas perempuan Indonesia  di mata dunia seperti halnya kimono yang dikenal sebagai busana khas perempuan Jepang.

Tujuan awal kunjungan kami ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo, bertemu dengan ibu-ibu Darma Wanita di Tokyo. Beberapa perempuan yang hadir sudah siap bertemu kami dengan berkain kebaya juga. Acara sederhana namun akrab ini difokuskan kepada pengenalan kain-kain batik pewarna alam yang disukai hadirin.

Lingkungan dan kebijakan pemerintah di Jepang menjadikan warganya memiliki kesadaran terhadap konservasi dengan menjaga kelestarian alam. Pada pertemuan tersebut saya memakai kebaya brokat lawasan warisan ibu dipadu dengan kain batik tulis Madura bermotif ayam dengan latar warna hitam. Salah satu batik favorit saya.

Perjalanan sore kami lanjutkan ke Taman “Rikugien Garden”, sebuah taman cantik di tengah kota. Sayang sekali saat itu taman sudah menjelang tutup sehingga kami tidak jadi masuk ke dalam. Beruntung kami bertemu gadis cantik memakai kimono di jalan dan mau kami ajak berfoto bersama.

Hari kedua kami mengagendakan pergi ke Asakusa naik commuter line dari stasiun Komagome yang merupakan stasiun terdekat dari apartemen tempat kami menginap. Saya memakai kebaya jumputan coklat dipadu dengan kain batik Pekalongan.

Pada saat itu kami melihat banyak perempuan memakai kimono di Asakusa Kannon Temple. Tempat tersebut memang daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi dari berbagai negara. Sedemikian menarik perhatian, membuat kami juga ingin memakai kimono dan mencari informasi cara memakai kimono.

Ternyata tidak jauh dari kuil tersebut, ada toko penyewaan kimono. Tempatnya yang sangat mungil di ruko lantai 3 melalui tangga yang sangat sempit. Setelah tawar menawar cukup alot, akhirnya kami menyewa dengan harga diskon untuk kami bertujuh, cukup banyak bagi pemilik persewaan kimono. Karena pemilik persewaaan berbahasa Jepang, percakapan lebih banyak dibantu dengan bahasa isyarat dan kalkulator.

Pada saat itu, kami baru mengenal pemakaian kimono yang cukup rumit dan berlapis. Dari beberapa bahan bacaan, saya mempelajari tentang busana khas perempuan Jepang tersebut.

Kimono merupakan busana traisional Jepang baik perempuan maupun laki-laki. Kata kimono berasal dari kata ki (memakai) dan mono (benda) atau kurang lebih artinya busana sederhana yang kita pakai.  Ciri khas Kimono berupa hanya satu bagian bahan yang pada potongannya lurus dari atas ke bawah. Dengan model seperti itu, kimono  dapat digunakan oleh orang dengan berbagai ukuran. Kimono juga dipakai dalam segala cuaca dengan penyesuaian pada penggunaan jenis bahan.

Akhir-akhir ini, kimono hanya dipakai pada kesempatan tertentu saja, seperti misalnya acara pernikahan, kematian atau perayaan kelulusan kuliah di perguruan tinggi. Selain itu juga digunakan pada saat acara festival musim panas. (dilansir dari Web Japan, Ministry of Foreign Affairs of Japan).

Kimono yang dipakai pada acara resmi, terdiri dari 4 lapisan baju dari dalam sampai terluar dengan bagian utama terluar terbuat dari sutera. Sedangkan untuk acara lebih santai seperti pesta musim panas atau piknik, perempuan Jepang memakai kimono yang disebut dengan yukata. Jenis kimono ini hanya terdiri dari satu lembar baju dengan model yang sama dengan kimono berbahan katun.

Kata yukata sendiri berarti pakaian mandi yang digunakan saat keluar dari kamar mandi. Bahan yang ringan dari yukata membuat pemakainya lebih mudah bernafas lega dan lebih mudah kering bila basah terkena air. Pelengkap tampilan dengan kimono klasik dengan rambut disanggul sedangkan kalau memakai yukata lebih bebas terurai (disarikan dari web Japan Objects Store).

Sedangkan busana tradisional Indonesia terdiri dari 2 bagian meliputi atas (kebaya) dan kain bisa berupa batik atau tenun. Kebaya terkadang dipakai dengan daleman bisa berupa angkin, kemben, kamisol atau longtorso. Tidak terlalu banyak lapisan karena Indonesia hanya mengenal musim hujan dan kemarau. Udara cukup panas untuk memakai baju berlapis-lapis.

Kami berpuas diri mengambil foto di Asakusa Kannon Temple yang memiliki banyak spot teramat cantik. Bahkan saking senangnya bertemu sesama pemakai kimono, kami berfoto bersama dengan pengunjung dari berbagai negara. Tertawa riang bersama walau tidak mengenal satu sama lain. Kesannya sudah seperti peserta pertukaran pelajar saja. Busana menjadi media komunikasi yang menyatukan perbedaan ras dan asal usul manusia.

Dari berbagai tempat wisata yang kami kunjungi ternyata tidak banyak kami melihat perempuan Jepang memakai kimono. Terutama di jalan-jalan dan kendaaan umum, perempuan maupun laki-laki lebih banyak memakai baju kantor atau baju santai untuk bepergian.

Sebagaimana kebaya dan kain dipakai oleh perempuan Indonesia, kimono pun dipakai untuk acara tertentu saja. Karena memang pada dasarnya pakaian tradisional apabila dikenakan secara pakem dilengkapi asesoris dan atribut lainnya, akan menyulitkan gerak perempuan yang semakin dinamis.

Agar busana tersebut dapat digunakan lebih sering di berbagai kesempatan, kebaya dan kain dapat dipilih yang berbahan ringan seperti katun dengan pemakaian kreasi kain yang lebih bebas. Dilengkapi dengan alas kaki yang nyaman untuk perjalanan seperti sepatu kets dan tidak perlu penataan rambut bersanggul. Kebaya juga bisa disesuaikan sebagaimana yukata, jenis lain kimono yang lebih sederhana.