Pusat Studi Pancasila UGM Menggelar Webinar “Bincang Pancasila” Mengenang Prof. Mubyarto Beserta Pemikirannya

Memperingati hari lahirnya Prof Mubyarto, begawan ekonomi kerakyatan Indonesia sekaligus penggagas ekonomi Pancasila, Pusat Studi Pancasila UGM menggelar webinar berjudul “Bincang Pancasila” pada hari Sabtu (4/9/2021). Webinar menghadirkan empat narasumber, yaitu Prof. Dr. Sri Edi Swasono, Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M.Ec, Agus Wahyudi, M.A, M.Si ., Ph.D dan Awan Santosa, S.E., M.Sc. Jalannya acara dipandu oleh Dr. Hastangka. Acara berlangsung meriah dan menarik banyak atensi, dihadiri sebanyak 500-an peserta.

Prof. Dr. Sri Edi Swasono

Prof. Dr. Sri Edi Swasono mengawali Bincang Pancasila dengan sebuah pertanyaan “Apa itu Pancasila? Mengutip perkataan Prof. Mubyarto pada tahun 1981 yang menjelaskan Sistem Ekonomi Pancasila berciri, pertama roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral. Kedua, kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah keadaan pemerataan sosial (egalitarianism), sesuai asa-asas kemanusiaan. Ketiga, prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijaksanaan ekonomi. Keempat, koperasi merupakan soko guru perekonomian dan merupakan bentuk paling konkrit dari usaha bersama. Kelima, adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk menjamin keadilan ekonomi dan sosial.

“Namun kita perhatikan sekarang hegemoni akademik yang telah lama menginvasi fakultas-fakultas ekonomi dan sekolah-sekolah tinggi ekonomi mengakibatkan ekonomi Pancasila sebagai bunga rampai pelengkap dalam matakuliah-matakuliah ekonomi dan tidak pernah mencapai posisi sentral substansial yang terintegrasi dalam pengajaran ilmu ekonomi di Indonesia.” ujar Prof. Sri Edi.

Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid

Narasumber kedua, Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid mengisahkan pengalamannya menjadi asisten Prof. Mubyarto semasa kuliahnya. Prof. Edi Suandi mengangkat topik Pancasila dan implementasinya dalam bidang ekonomi. Gagasan sistem ekonomi Pancasila sejalan dengan pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (P4) yang digaungkan pada masa Orde Baru. Mubyarto mendorong penggalian lebih dalam sistem ekonomi Pancasila. Mubyarto juga mengagas hadirnya seminar-seminar EPS 1980, tim pengkajian Dikti dan berperan aktif melahirkan Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) ditahun 2001 kemudian merangsang berkembangnya PSEP di beberapa universitas di Indonesia.

“Kontekstualisasi dan implementasi yang dihadirkan sesuai dengan perkembangan zaman dan kontekstual untuk terus dikaji. Prof. Mubyarto mampu menghadirkan ilmu ekonomi alternatif yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan menempatkan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa. Ekonomi Pancasila sederhananya berarti ekonomi yang berkeTuhanan, ekonomi yang berkemanusiaan, ekonomi yang nasionalistis, ekonomi yang berkerakyatan, dan ekonomi yang berkeadilan. Mubyarto pernah berpesan ditahun 2004 tepat setahun sebelum wafatnya (2005) yakni Pakar-pakar ekonomi perlu menyadari tantangan besar krisis ilmu ekonomi yang kini dihadapi Indonesia. Kita harus bekerja keras, dan lebih banyak lagi mengadakan kajian-kajian yang dapat menghasilkan gagasan-gagasan bagi pengembangan ilmu ekonomi baru di sekolah-sekolah dan perguruan ringgi kita. Ilmu ekonomi baru ini disebut Ilmu Ekonomi Pancasila, yaitu ilmu ekonomi pasar yang taat mematuhi ‘jiwa’ kelima asas Pancasila, dan setia pada filsafat Pancasila secara utuh yaitu kekeluargaan dan gotong royong.” pungkas Prof. Edy Suandi.

Agus Wahyudi, M.A, M.Si ., Ph.D

Senada dengan Prof. Edy Suandi, narasumber ketiga, Kepala Pusat Studi Pancasila UGM, Agus Wahyudi memaparkan warisan Prof. Mubyarto memberikan pandangannya terhadap krisis moneter 1998 dan pentingnya penguatan ekonomi Pancasila. Mubyarto menyorot kesalahan kekeliruan yang fatal dalam memisahkan ekonomi dari masalah politik dan budaya. Faktor-faktor non ekonomi tersebut berperan penting dalam munculnya peristiwa krisis moneter.

Menurut Mubyarto dalam bukunya “Ekonomi Pancasila: Landasan Pikir dan Misi Pendirian Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM” menyebut sangat keliru untuk hanya menerangkan sumber-sumber masalah krisis moneter dalam faktor-faktor ekonomi saja dan menganggap faktor-faktor lain tidak relevan. Mubyarto juga menyoroti asas kekeluargaan telah disalahgunakan menjadi asas keluarga (family system). Koperasi yang disebut dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 sebagai “bangun perusahaan yang sesuai dengan itu (asas kekeluargaan), juga ditolak karena berdasarkan pengalaman, koperasi yang kecil-kecil itu selalu kalah menghadapi saingan keras dari usaha usaha swasta.

“Sehingga perlu kembali memahami kembali Pancasila. Penguatan dalam bidang ekonomi Pancasila tanpa melupakan dimensi non ekonomi. Pusat Studi Pancasila UGM menggagas program FPR (Fora Pemeriksaan Regulasi) dan MEPI (Manajemen Etik dan Penguatan Integritas) yang diharapkan mampu menerjemahkan implementasi Pancasila sebagai pandangan hidup dan kepribadian bangsa.” pungkas Agus Wahyudi.

Awan Santosa, S.E., M.Sc.

Pandangan yang sama juga diutarakan narasumber terakhir, Direktur Mubyarto Institute, Awan Santosa dalam makalahnya berjudul “Warisan Pemikiran Mubyarto: Sebuah Pengantar” yang berisikan pandangan Mubyarto terkait sistem ekonomi Indonesia haruslah mengacu pada konstitusi dan ideologi bangsa. Mubyarto berpandangan bahwa pemerintah haruslah memiliki “keberpihakan” yang jelas kepada ekonomi rakyat, khususnya pertanian rakyat sebagai pelaku ekonomi mayoritas di Indonesia. Dalam pada itu Mubyarto mengembangkan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) pada tahun 1993 sebagai salah satu karya orisinil anak bangsa untuk menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi rakyat di perdesaan.

“Jejak pemikiran khas Mubyarto juga dapat ditemukan dalam usaha kerasnya mengembangkan ilmu dan pendidikan ekonomi alternatif yang berpijak pada sistem nilai, sosial-budaya, dan kehidupan ekonomi riil masyarakat Indonesia. Mubyarto berpandangan bahwa manusia memiliki keinginan kuat untuk berkehidupan dengan sesama dan berbuat sesuai nilai-nilai moral yang disepakati bersama, sehingga ilmu ekonomi perlu lebih mengkaji aspek-aspek manusia sebagai homo socius dan homo ethicus.” demikian pungkas Awan. [arma]

*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Pusat Studi Pancasila UGM:

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*