Kemiripan Busana Tradisional Nepal dan Indonesia

Oleh: Sitawati Ken Utami

Apa menariknya melancong ke Nepal, sebuah negara yang luasnya hanya 147.181 km2, sedikit lebih luas dari pulau Jawa? Tentu saja pemandangan alamnya, terutama gunung Everest yang merupakan gunung tertinggi di dunia dengan puncak gunung es  berwarna putih kemilau.

Kunjungan wisatawan juga tertuju pada bangunan kuno seperti stupa dan candi, tempat penduduk Nepal beribadah. Mayoritas penduduk Nepal beragama Hindu. Selain itu tak kalah menariknya seni budaya yang khas Asia Selatan terutama tampilan perempuan dalam berbusana dan berkesenian.

Saya berempat dengan teman-teman pencinta kebaya berkesempatan berkunjung ke Nepal akhir tahun 2019, pada saat Hari Raya Devapali yang dirayakan umat Hindu Nepal. Saat itu situasinya sangat meriah. Banyak perempuan berjualan bunga di pasar sekaligus merangkai untuk hiasan rumah maupun toko. Ketika malam hari di berbagai tempat ada pertunjukan tari maupun musik yang memperlihatkan suasana gembira.

Kami berempat kemana mana selalu berkain dan kebaya. Sungguh menyenangkan melihat para perempuan di Nepal masih banyak memakai busana tradisional. Tidak hanya pada saat pertunjukan seni, tetapi juga masih banyak perempuan yang memakai Kain Sari di jalanan atau tempat wisata.

Kain Sari yang selama ini kami kenal sebagai busana perempuan India saja, ternyata Sari atau Saree atau Shari juga digunakan oleh perempuan di negara-negara Asia Selatan lainnya seperti Nepal, Bangladesh dan Srilanka. Sari merupakan selembar kain tidak dijahit yang panjangnya mencapai 4 hingga 9 meter dililitkan di pinggang dan ujungnya disampirkan ke pundak.

Sebelum memakai Sari, perempuan Nepal memakai baju dalam ketat seperti tanktop yang pendek hingga terlihat bagian perut. Ada yang berlengan panjang ada yang pendek. Bahan Sari terbuat dari sutra atau tenun halus untuk acara yang mewah sedangkan bahan katun untuk penggunaan sehari-hari. Dalam hal pemilihan bahan, sama dengan kain kebaya untuk perempuan Indonesia.

Pemakaian kebaya di kesempatan istimewa memakai bahan sutera, beludru dan brokat, sedangkan bahan katun dipakai untuk acara yang lebih santai. Demikian pula halnya kain juga dipilih berbahan tenun atau batik halus pada saat acara resmi dan khusus. Perbedaanya untuk batik, sebagian besar berbahan dasar mori katun dengan kualitas pembatikan yang berbeda, ada yang tulis dan ada pula yang cap.

Ketika di Nepal, kami dibawa oleh guide menuju Kota Pokhara, kota terbesar setelah Kathmandu. Kota ini dikenal sebagai “Permata di Himalaya” karena keindahannya. Salah satu destinasi yang memberi kesan mendalam yakni danau Phewa.

Kami mengarungi danau menuju kuil kecil di tengah pulau bernama kuil Barahi. Di sana saya bertemu dengan seorang ibu yang memakai Sari lengkap dengan asesoris kalung  manik-manik, anting dan bindi, hiasan bulat merah di tengah dahi. Warna merah Sari cukup menarik perhatian dengan baju dalam berwarna pink. Sementara saya sendiri memakai kebaya brokat berwarna hitan dan kain batik Lasem motif Sekar Jagat berwarna merah. Saya juga memakai kalung manik dari Kalimantan. 

Melanjutkan perjalanan, masih di Pokhara kami berkunjung ke World Peace Pagoda yang melegenda. Lagi-lagi saya bertemu dengan perempuan muda menggendong bayi yang membuka warung di sekitar tempat wisata religi tersebut. Yang menarik, perempuan tersebut memakai semacam kain batik. Ketika saya tanya, nama kain itu Lungi. Motifnya mirip dengan kain batik yang dibuat di Indonesia. Ada motif bunga dan daun disertai pinggiran kain dengan motif vignet, motif dekoratif pengisi ruang kosong media  gambar.

Lungi hanya dipakai sebagai baju bawahan dalam busana sehari-hari dipadu dengan kaos atau blus katun. Dari berbagai bacaan tentang Lungi, sebagian besar cara pemakaiannya seperti sarung, kain yang dijahit pada ujung-ujungnya. Lungi juga dipakai oleh pria dengan motif kotak-kotak seperti halnya pria di Indonesia.

Ternyata perempuan Asia Selatan dan Asia Tenggara memiliki kemiripan busana, namun satu sama lain mempunyai kekhasan tersendiri. Yang pasti, para perempuan sangat diharapkan tetap melestarikan busana tradisional masing-masing. Perempuan memiliki peran besar dalam hal  memperkuat dan mempertahankan identitas bangsa.