Wabah penyakit Covid–19 terus menggerogoti dunia hingga paruh pertama tahun 2020 ini. Meskipun serangannya frontal, namun dampak yang ditimbulkannya tidak sama bagi setiap negara. Terdapat sejumlah negara yang dipandang cukup baik dalam menangani wabah ini. Salah satu diantaranya adalah Austria.
Demikian salah satu kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan UGMtalks sinergi Universitas Gadjah Mada dan Kagama yang diselenggarakan secara daring (online) pada Minggu 14 Juni 2020. Dengan tema “Mempersiapkan Normal Baru: Pengalaman Negara Lain”, temu–daring yang melibatkan 360 peserta di segenap penjuru menjadi pertemuan serius yang membahas dampak terkini dan pelajaran yang dapat diambil dari pandemi Covid–19 di sejumlah negara.
Sebagai pembicara kunci adalah Ibu Retno Marsudi (Menteri Luar Negeri RI) dan Bapak Ganjar Pranowo (Ketua Kagama dan Gubernur Jawa Tengah). Pembicara–pembicara selanjutnya adalah para diplomat Indonesia yang sedang bertugas di tiga negara berbeda, masing–masing Bapak Witjaksono Adji (Wakil dubes di KBRI Austria), Bapak Hariyanta Soetarto (minister counsellor di KBRI Vietnam) dan Bapak Theodorus Satrio Nugroho (minister counsellor di KBRI Amerika Serikat). Sedangkan sebagai pembahas adalah dokter Riris Andono Ahmad, epidemiolog dan Ketua Satgas Covid–19 UGM.
Austria menjadi contoh salah satu negara yang berhasil menangani wabah manakala penyakit Covid–19 sudah terlanjur masuk. Sebagai negara yang bertetangga dengan salah satu negara yang paling parah terdampak Covid–19 di Eropa, yakni Italia, kerentanan Austria cukup tinggi. Dua kasus pertama terdeteksi pada 25 Februari 2020 di Tyrol. Hanya berselang sebulan kemudian puncak kasus terjadi dengan pertambahan 1.043 kasus dalam sehari dan 7.441 kasus akumulatif.
Pemerintah Austria mencoba mengatasi wabah ini dengan serangkaian kebijakan yang menekankan upaya bersama sebagai sinergi antara warga dan pemerintahnya. Wir Sind das team Öesterreich (we are team Austria) dikumandangkan terus–menerus. Pembatasan sosial mulai diberlakukan secara bertahap sejak 10 Maret 2020. Sekolah dan perkuliahan dipindahkan ke daring, penerbangan internasional dari Italia, Iran dan Korea Selatan dihentikan untuk sementara, yang kemudian diperluas hingga mencakup Swiss, Spanyol dan Perancis. Seluruh toko ditutup kecuali supermarket dan layanan esensial. Segenap warga diminta tinggal di rumah, kecuali untuk kepentingan yang mendesak. Penggunaan masker menjadi hal yang wajib terutama di supermarket dan sarana transportasi umum.
Pada sisi kuratif, pemerintah membuka rumah–rumah sakit darurat untuk pasien Covid–19 dengan memanfaatkan gedung–gedung pertemuan berkapasitas besar. Alat–alat kesehatan yang diperlukan juga didatangkan dari luar negeri melalui penerbangan khusus Austria Airlines. Bahkan petugas kesehatan tambahan pun didatangkan, terutama yang berasal dari negara–negara Eropa Timur.
Dengan semua upaya tersebut, Austria berhasil menekan penyebaran penyakit Covid–19. Mulai 16 April 2020, pertambahan kasus baru per hari sudah kurang dari 1 %. Dalam dua hari kemudian pertambahan kasus baru sudah di bawah 100 kasus per hari. Pada 1 Mei 2020, pertambahan sudah di bawah 0,5 % dengan akumulasi kasus 15.470. Hingga saat itu Austria mengalami 1.885 kasus persejuta penduduk, dengan 75 kematian persejuta penduduk dan durasi yang dibutuhkan untuk mencapai kurva datar adalah 2 bulan. Mulai 1 Mei 2020 itu pelonggaran bertahap dimulai dengan mengakhiri pembatasan sosial secara bertahap, sebagai pertanda negeri tersebut mulai memasuki fase Normal Baru.
Kisah sukses Austria dalam menghadapi wabah Covid–19 bertumpu pada sejumlah faktor. Sinergi warga dan pemerintah memang kunci utama. Faktor lainnya adalah satunya ketaatan warga dalam menjalani pembatasan sosial dan protokol kesehatan, yang ditunjang oleh tingginya tingkat pendidikan. Manakala pemerintah memutuskan untuk mengurangi pembatasan sosial dan memasuki Normal Baru, maka warga memiliki tanggung jawab lebih besar untuk mengikuti protokol kesehatan secara mandiri atas kesadarannya sendiri.
Normal Baru bukanlah normalitas sebagaimana layaknya sebelum Covid–19 melanda. Dalam Normal Baru, mengenakan masker yang layak adalah wajib. Demikian pula menjaga jarak fisik terhadap orang lain. Begitu halnya dengan mencuci tangan yang benar, harus menjadi rutinitas harian. Di atas semua itu yang terpenting adalah bagaimana mengurangi interaksi langsung antar manusia sesedikit mungkin. Karena virus ini menular antar manusia dan bukan lewat hewan perantara. Terutama melalui kerumunan dan mobilitas orang–orang.
Mengacu pengalaman Austria, kehidupan Normal Baru juga membutuhkan tahapan yang tegas. Mulai dari fase dibukanya toko / pasar secara bertahap. Diikuti fase berikutnya dengan dibukanya tempat ibadah. Lantas diikuti fase berikutnya lagi dengan pembukaan sekolah, obyek wisata dan kegiatan–kegiatan luar–ruangan dengan peserta maksimal 100 orang. Dan fase terakhir adalah membuka kegiatan luar–ruangan dengan peserta di atas 500 orang (kegiatan dalam ruangan dibatasi maksimal 200 peserta).
Dalam setiap fase tersebut, tetap berlaku wajib masker–wajib jaga jarak–wajib cuci tangan. Dan pada setiap fase selalu terdapat pintu belakang: apabila kasus baru meningkat dalam salah satu fase maka Normal Baru dihentikan dan status tanggap darurat kembali diterapkan.
Leave a Reply