Kegiatan Bimbingan Teknis di Desa Jatisobo, Polokarto, Sukoharjo sebagai Langkah Awal Menuju Desa Inklusif

Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan MoU antara Kementerian Desa PDTT, UGM dan Kagama tentang penetapan Desa Jatisobo, Polokarto, Sukoharjo sebagai Pilot Project Desa Inklusif Kagama, bertempat di Balai Desa Jatisobo dilakukan kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) selama dua hari yaitu 23 – 24 November 2020. Bimtek diikuti oleh 40 peserta, 30 warga Jatisobo dan 10 orang dari Desa Kadipiro, Surakarta. Kadipiro sebenarnya juga merupakan desa pilot project desa inklusif, namun pelatihan dipusatkan di Jatisobo dengan tujuan agar lebih efektif dan efisien, baik dari segi waktu maupun anggaran.

Tampil sebagai pemateri utama adalah Ade Siti Barokah, yang merupakan Ketua Satgas Desa Inklusif. Ia dibantu oleh beberapa pengurus dari Kagama Cabang Sukoharjo dan Solo Raya. Mereka memberikan pelatihan yang interaktif, membagi peserta menjadi 5 kelompok agar lebih efektif berdiskusi. Kadang timbul perdebatan namun semua bisa diselesaikan dengan musyawarah.

Hari pertama Senin 23 November, Bimtek fokus ke pengenalan konsep inklusi, mengenali faktor keterkucilan, dan bagaimana UU Desa membuka ruang untuk pembangunan yang lebih inklusif. Lalu pada hari kedua 24 November fokus ke analisa sosial dan pengorganisasian masyarakat. Hari kedua diakhiri dengan penyusunan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL). Menurut rencana berdasar RKTL tersebut peserta Bimtek akan menyusun kegiatan, dan akan dikomunikasikan ke desa. Yang bisa dikolaborasikan dengan desa bagian mana saja, nanti mereka akan jalankan. Fungsi Kagama cabang mengawal kegiatan tersebut.

Ade Barokah mengatakan tidak ada yang lebih tahu urusan desa selain warga desa sendiri. Pelatihan Bimtek bukan untuk mengajari, namun untuk menfasilitasi warga desa mengenali permasalahan untuk dipecahkan, sekaligus menggali potensi untuk dikembangkan. Warga desa yang menentukan peta jalan pembangunan di desanya.

“Desa inklusif dikembangkan untuk memastikan semua warga adalah subyek pembangunan. Ruang-ruang partisipasi harus dibuka luas, termasuk melibatkan kelompok rentan dan marjinal terlibat aktif dalam pembangunan. Tak ada yang ditinggalkan. Kepada kelompok rentan dan marjinal, tak cukup hanya bertenggang rasa. Kita harus menunjukkan keberpihakan dan bela rasa. Mereka adalah bagian dari kita. Kita bagian dari mereka.” demikian pungkas Ade.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*