
Jakarta, 14 Mei 2025 — Para pelaku industri nasional bersiap menghadapi dampak gelombang kebijakan proteksionis Amerika Serikat yang digulirkan Presiden Donald Trump. Hal itu terungkap dalam talk show Kagama Leaders Forum yang diselenggarakan oleh RRI dan KAGAMA bertajuk “Trump Effect: Bagaimana Indonesia Mendulang Peluang di Tengah Perang Dagang”, yang digelar di Auditorium RRI, Jakarta, Rabu (14/5).
Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Nandi Julyanto, menyampaikan bahwa meskipun kebijakan Presiden AS Donald Trump tidak berdampak langsung terhadap pasar domestik Indonesia, efek tidak langsung mulai terasa.
“Yang paling terasa adalah dampak terhadap negara tujuan ekspor kami seperti ASEAN dan Amerika Latin. Jika ekonomi mereka terpukul, ekspor kami pun menurun,” jelas Nandi.
Ia menekankan bahwa peningkatan daya beli domestik adalah kunci untuk memperkuat industri otomotif nasional. “Kami pernah merasakan dampak positif ketika insentif pajak kendaraan diterapkan selama pandemi. Volume penjualan naik, pemasukan negara juga meningkat,” ujarnya.
Terkait dinamika rantai pasok global dan transisi menuju elektrifikasi, Nandi menilai kondisi ini sebagai peluang. Toyota berencana menjadikan Indonesia sebagai basis produksi komponen kendaraan listrik global, termasuk baterai, unit penggerak, dan power control unit (PCU), melalui kemitraan dengan perusahaan Tiongkok.
Dengan penetrasi mobil listrik yang tinggi di Tiongkok — bahkan mencapai 50% di kota-kota besar seperti Shanghai — Nandi mengingatkan bahwa Indonesia bisa menjadi pasar pelimpahan produk akibat tingginya tarif di Eropa dan AS. Namun, menurutnya, keputusan tetap berada di tangan konsumen.
“Dalam setiap kesempitan selalu ada kesempatan. Kita harus pintar membaca peluang dan menjalin kerja sama strategis,” pungkasnya.
Sementara itu, dari sektor alat kesehatan, pelaku industri menyambut baik kepastian kebijakan pemerintah terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Presiden Direktur PT Graha Ismaya, Masrizal Syarief, menyebut bahwa industri sempat cemas dengan isu penghapusan TKDN pasca pernyataan kontroversial Presiden Trump yang menolak bentuk-bentuk proteksionisme negara lain.
“TKDN adalah penopang utama industri alkes nasional sejak pandemi. Dulu 90% alat kesehatan kita impor. Sekarang, sudah bisa substitusi hingga 50% untuk teknologi low hingga medium,” ucapnya.
Masrizal mengaku lega setelah Presiden menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 yang memperkuat posisi industri dalam negeri. Dengan jaminan pasar dan dukungan kebijakan, sejumlah perusahaan multinasional mulai menjalin kemitraan dengan industri lokal, baik dalam bentuk lisensi produksi maupun kontrak manufaktur.
“Kami yakin, dengan ekosistem yang tepat, Indonesia bisa mencapai kemandirian sektor alkes,” tutupnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Prof. Anggito Abimanyu menegaskan bahwa pemerintah tetap mendukung TKDN, meskipun ada tekanan global terhadap kebijakan non-tarif. “Evaluasi akan dilakukan secara selektif. Tidak dihapus semua. Kita lihat sektornya, lihat komoditasnya,” katanya.
Anggito juga menilai ini sebagai momentum untuk memperkuat permintaan dalam negeri. “Saatnya kita dorong reformasi fiskal dan belanja domestik, tanpa mengorbankan stabilitas APBN,” tegasnya.