Eksistensi Sanggar Kagama Bali yang beralamat di Jl. Raya Dalung 77, Kuta, Kab. Badung sebenarnya sudah lama. Namun baru sempat diresmikan oleh Ketua Umum PP Kagama, Ganjar Pranowo, pada tanggal 26 Maret 2022.
Sanggar Kagama berdiri atas inisiatif dari pengurus dan anggota Kagama yang berdomisili di Bali. Pada awalnya adalah tempat berkumpul alumni dan bebas dimanfaatkan untuk beraktifitas apa saja bagi warga Kagama Bali. Seiring perjalanan waktu berkembang menjadi tempat kumpul-kumpul dengan kegiatan menginspirasi. Selanjutnya penggunaan sanggar bukan hanya eksklusif untuk alumni saja, namun juga membuka ruang yang seluas-luasnya bagi warga di luar anggota Kagama atau komunitas untuk berkumpul dan mengembangkan ide-ide mereka.
Saat ini sudah ada 12 komunitas yang berkolaborasi dengan Sanggar Kagama. Mereka adalah Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia Simpul Bali, Komunitas Bipolar Bali, Komunitas Teman Baik, Movement of Recovery, Komunitas Seni Tuna Netra Teratai, Rumah Disabilitas, GAYa Dewata, Love and Strong Woman, GSHR Udayana, Yayasan Spirit Paramacitta, Crisis Kitchen, dan Pride Care Indonesia. Kedua belas komunitas tersebut dinaungi oleh 2 yayasan, yaitu Yayasan Bali Bersama Bisa dan Yayasan Teman Baik Nusantara. Sebagian besar komunitas-komunitas tersebut fokus pada masalah kesehatan jiwa.
Untuk semakin mengakrabkan hubungan, digelar pertemuan antara Kagama Bali dan anggota komunitas di Sanggar Kagama, Kamis (14/4/2022). Hadir dari Kagama Bali adalah Ketua Pengda, I Gusti Ngurah Agung Diatmika, Putra Agung yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang 6 PP Kagama, Made Wartana, Arya Suharja, Untoro, Narendra, Firmansyah Cakman, serta Komang Adi mewakili Kagama Muda Bali. Dari komunitas yang hadir 6 orang.
Pada sambutan singkatnya, Diatmika menyampaikan kepada teman-teman komunitas apresiasi Ketua Umum Kagama, Ganjar Pranowo atas apa yang sudah digagas oleh Kagama Bali, pada saat meresmikan Sanggar Kagama beberapa waktu yang lalu. Intinya Ganjar sangat konsen dengan penanganan kesehatan jiwa, dan mendukung sepenuhnya.
“Kagama Bali dalam hal ini tidak bisa menjanjikan apa-apa, kecuali hanya sekedar memberikan pendampingan dan support. Kita berharap 2 yayasan yang menaungi 12 komunitas ke depannya bisa membuahkan hasil yang baik tentang masalah kesehatan mental,” ucap Diatmika.
Sementara itu Putra Agung mengatakan, masalah kesehatan jiwa di Bali terlalu kompleks. Kita tidak bisa mengandalkan pemerintah. Kagama mencoba masuk dan berperan sebisanya, dengan menerapkan salah satu taglinenya yaitu migunani buat masyarakat. Karena tidak ada dana, Kagama hanya bisa mengandalkan jaringan yang dimiliki.
Dr. I Gusti Rai Wiguna, SpKJ, selaku pembina Yayasan Bali Bersama Bisa (YBBB), ketika diwawancarai kagama.id mengucapkan terima kasih kepada Kagama Bali yang telah banyak membantu. Selama ini YBBB memberikan bantuan hukum atau paralegal kepada anggota komunitas yang terlibat masalah berkat partisipasi Kagama dengan jaringannya.
Ungkapan terima kasih yang ditujukan kepada Kagama juga diucapkan oleh Ida Ayu Shinta Dewi, Ketua Komunitas Love & Strong Woman yang merupakan penyintas kanker. Ia bersyukur bisa bergabung dengan YBBB dan bertemu dengan teman-teman Kagama Bali. Karena ia merasa ruang untuk berekspresi menjadi lebih luas lagi.
Ida Ayu menyatakan ia bisa pulih dari kanker bukan karena kemo dan radiasi saja, namun juga lewat pengelolaan stress dan pola hidup sehat. Ia mengembangkan pemulihan dengan terapi holistik atau menyeluruh. Karena ketika sakit fisik, mental atau spiritualnya juga harus ditangani. Makanya ia respek kepada Kagama Bali yang sangat peduli dengan kesehatan mental.
“Saya sangat berterima kasih kepada YBBB dan Kagama Bali atas bantuan yang telah diberikan selama ini. Namun kalau saya boleh berharap, ke depannya semoga mereka menyediakan dokter yang bisa memberikan edukasi sehingga masyarakat bisa mendeteksi dini kanker sebelum penyakitnya menjadi parah,” demikian harapan Ida Ayu.