Gagal Paham Perusahaan terhadap Talenta Millenial

Oleh: Wisnu Kuncoro

Nasib perusahaan di industri 4.0 akan ditentukan oleh para talenta dari generasi millenial yang menguasai teknologi digital. Sayangnya para talenta ini jumlahnya terbatas. Bahkan Mckinsey memproyeksikan akan terjadi krisis talenta pada tahun 2020.  Karena Lulusan terbatas dari universitas ternama  tidak mencukupi jumlah perusahaan yang ingin melakukan perubahan dengan cepat, yang ingin merekrutnya. Sehingga banyak perusahaan harus berlomba untuk mendapatkannya.

Ini tentang studi kasus pada suatu perusahan berteknologi tinggi, berbasis V.S.A.T yang merupakan pionir di Indonesia. Bermula ketika melakukan “university campaign” di Fakultas Elektro telekomunikasi, Institut Teknologi terbaik di Indonesia pada tahun 2001, Perusahaan IT tersebut berhasil merekrut 5 orang sarjana baru elektro telekomunikasi. Setelah lolos masa percobaan, di akhir tahun 2001 mereka akan dikirim ke Amerika selama 1 bulan untuk mendalami tehnologi baru; ADSL (Asymmetric Digital Subscriber Line) yang dapat mengirimkan data dengan kecepatan tinggi untuk internet yang secara fisik menggunakan line telpon. ADSL ini akan menjadi produk baru dari perusahaan tersebut. Mereka juga diproyeksikan sebagai calon pemimpin masa depan perusahaan. Sebelum berangkat, mengingat biaya investasi yang cukup tinggi, mereka diminta menandatangani surat perjanjian untuk tetap bekerja di perusahaan itu selama minimal 5 tahun. Merekapun menandatanganinya. Sepulang dari Amerika mereka tetap bekerja. Dibalik keberangkatan mereka, beberapa senior Engineer (alumnus yang sama maupun dari Institut Teknologi yang lain) yang telah berbakti lebih dari 5-10 tahun di perusahaan IT tersebut itu merasa frustasi dan iri, manajemen berusaha secara susah payah mencoba meredamnya.. Namun untuk selanjutnya terjadi hal-hal diluar dugaan. Setelah 1-2 tahun bekerja, ke 5 Engineer baru tersebut satu per satu mengajukan surat pengunduran diri. Manajemen berusaha menahan mereka dengan menawarkan Pinjaman Jangka panjang tapi ditolak dengan alasan mereka tidak tertarik. Ada yang berjanji akan mengganti biaya yang dikeluarkan secara mencicil namun ada juga yang langsung “gone with the wind”, tanpa  ada rasa bersalah..

Tahun 2017, suatu distibutor peralatan kesehatan akan mengirimkan talenta nya yang merupakan alumni Universitas Swasta Internasional, jurusan Biomedical Engineering dan Master Public Health & Managemen dari salah satu universitas di Inggrris untuk mendalami Robot Operasi di Amerika, yang akan dipasarkan ke Rumah Sakit di Indonesia. Talenta ini sudah kontrak satu tahun dan dianggap sukses menemani dokter yang sedang melakukan operasi. Tugasnya adalah menjaga agar peralatan medis yang untuk operasi dijamin “On” selama operasi berlangsung. Dengan catatan meminta si talenta untuk menandatangani kontrak selama 5 tahun untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut, sepulangnya dari Amerika. Yang terjadi, talenta tersebut menolak nya dan memilih tidak mau melanjutkan kontrak, keluar dari perusahaan tersebut.

Ada apa yang sebenarnya terjadi? Rupanya perusahan-perusahaan itu belum memahami tentang generasi  Milenial dengan segala aspek positive maupun negative yang  dimiliki generasi tersebut. Karena Belum banyak pengetahuan maupun penelitian tentang kelompok milenial tersebut.

Siapa-siapa yang termasuk generasi millenial

Menurut Wikipedia, mereka dikenal sebagai Generasi Y adalah kelompok demografi setelah Generasi X. Milenial kadang-kadang disebut sebagai “echo Boomers” karena adanya “booming”(peningkatan besar), tingkat kelahiran pada tahun 1980-an dan 1990-an. Pew Research Center menetapkan tahun 1996 sebagai tahun terakhir kelahiran generasi milenial. “Siapapun yang lahir antara tahun 1981 dan 1996-atau berusia 22 sampai dengan 37 tahun pada 2018-akan dianggap sebagai generasi milenial. (Maret 18, 2018). Sebelumnya, pada tahun 2016, lembaga U.S Pirg mendifinisikan Milenial sebagai orang yang lahir antara tahun 1983 dan 2000. Karena adanya tumpang tindih penentuan definisi Gen-X dan MIlenial, orang-orang yang lahir diantara akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an, merasa berada diantara dua generasi.

Memahami Karakteristik Generasi Millenial vs Kasus di Atas

Ciri-ciri milenial yang langsung terlihat bahwa mereka cenderung memilih pekerjaan yang fleksibel secara kondisi dan jam kerja yang juga fleksibel. Sehingga mereka bisa memiliki waktu luang bersama teman, keluarga atau mengembangkan hobi. Mereka cenderung bersikap kritis dan banyak bertanya. Namun sebenarnya ada 10 Karakteristik Gen-Milenial menurut Interactive.co.id (25 September 2019) yang harus diketahui sebelum memperkerjakan mereka karena perbedaan umur dari generasi sebelumnya  tentu saja membuat pola pikir dan perilaku yang berbeda, bukan sekedar persepsi dan aspirasi karir, hard skill dan soft skill milenial pun sangat unik dan beragam. Itulah ke 10 karakteristik

minlenial yang harus diketahui sebelum mempekerjakan mereka. Ke 10 karakteristik milenial adalah sebagai berikut:

1. Lebih Mengutamakan Passion (Kegemaran) Dari Pada Gaji.

Menurut M.Ario Adimas, Division Head Integrated Marketing & Communication Indosaat Ooredioo, imbalan yang besar bukanlah tujuan utama dalam bekerja. Mereka lebih mendambakan kesempatan untuk berkembang dan menuntut agar diberi ruang untuk bisa berekspresi dengan pekerjaannya secara bebas. Kedua perusahaan di atas tidak melakukan interview suka tidaknya akan tehnologi yang akan dipelajari di Amerika, apakah sesuai dengan kegemaran mereka. Hal ini lebih bersifat penugasan mandatori. Suka /tidak, harus dipelajari tanpa menimbang keberatan dari Milenial tersebut, bila ada

2. Mementingkan Pengembangan Diri

Hasil penelitian Aalto University Scholl of Business, Gen-Milenial menganggap pengembangan diri secara personal dan professional merupakan hal yang lebih penting dalam pekerjaan. Mereka menyukai hal yang baru, namun kurang dapat focus untuk mendalami semuanya. Mereka memilih pelatihan Online, dimana bisa mengatur sendiri porsi keahlian yang dikuasainya, ketimbang mengikuti pelatihan terpusat selama beberapa waktu. Kedua perusahaan tidak mengelaborasi apakah pengembangan diri ini sesuai dengan keinginan pengembangan diri yang bersangkutan. Dan tidak terpikir bahwa mereka lebih suka pengembangan diri yang bersifat Personal & Profesional. Mereka juga lebih menyukai Pelatihan Online supaya ia bisa mengatur sendiri  porsi keahlian yang bisa dikuasainya., ketimbang pelatihan terpusat selama beberapa waktu. Mungkin mereka suka bisa traveling  ke Amerika namun dalam tempo satu bulan dianggap kelamaan.

3. Memiliki Daya Saing Yang Tinggi

Hasil study internasional Canadian Center of Science and Education, Gen-milenial sangat menguasai tehnologi dan dapat mengakses informasi dari berbagai sumber. Sehingga mereka dapat belajar dengan cepat dan akses mereka terhadap dunia luar membuat mereka berlomba-lomba dalam memperbanyak prestasi dan memiliki daya saing yang tinggi. Perusahan IT lupa bahwa mereka mempunyai daya saing tinggi akibat penguasaan diri mereka terhadap tehnologi. Apalagi mereka adalah alumni Institut Tehnologi terbaik di Indonesia Indonesia, yang sudah terpatri dibenak mereka bahwa mereka adalah lulusan universitas terbaik di Indonesia sebagaimana poster penyambutan mereka sebagai mahasiswa; “selamat datang, putra-putri terbaik Indonesia” sehingga mereka merasa bangga karena akan banyak perusahaan yang ingin merekrut mereka. Sedangkan perlakuan perusahaan masih menganggap mereka sebagai karyawan baru yang harus menunjukkan dedikasi dan loyalitasnya terlebih dahulu.

Begitu juga Alumni Universitas Swasta Internasional yang sebelum lulus harus kerja praktek di Negara Eopa selama minimal 8 bulan sebelum lulus, ditambah pendidikan Master di Inggris tentu sudah punya pengalaman internasional yang “menaikkan harga” mereka.

Mereka selalu memonitor prestasi teman-temannya, bila dirasa kalah akan mencari peluang baru untuk menaikkan gengsi prestasi dimata teman-temannya

4. Technological Savvy

Mereka sangat erat dengan kehadiran technologi. Hampir semua aktivitas generasi ini memanfaatkan kecanggihan teknologi. Mulai dari belanja, transportasi hingga urusan perbankan. Mereka tumbuh dengan memiliki identitas pada Facebook, Instagram, Twitter dan media social lainnya. Laptop, ponsel dan internet tidak dapat dipisahkan dari mereka. Bahkan tidurpun dengan ponsel disampingnya. Kedekatan mereka dengan teknologi menggantikan relasi antara mereka dengan buku. Perusahaan IT seharusnya mendiskusikan dengan mereka tentang teknologi yang sekiranya akan menjadi popular digunakan dimasa yang akan datang. MIlenial mungkin menganggap bahwa teknologi ADSL bukan teknologi untuk masa depan. Namun kesuksesan sebagai pionir bisnis dibidangnya akan meneguhkan pola pikir Manajemen bahwa mereka jago dan jitu dalam memilih tehnologi yang akan datang, Sehingga tidak memberi ruang bagi para milenial untuk berargumentasi karena argumentasi dari para milenial tersebut memang belum terbukti. Talenta Universitas swasta internasional yg belajar masalah Hypno therapy pengobatan kanker Stadium Satu disalah satu Negara Eropa, mungkin tertarik melanjutkan pendalaman mempelajari ilmu Robot Operasi. Namun karena harga yang mahal, takut tidak laku di indonesia

5. Tertarik Bekerja di Perusahaan Prestisius

Mereka tertarik dengan perusahaan  yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti fasilitas makan siang, gym gratis, koneksi internet yang cepat atau adanya kesempatan untuk bekerja diluar kota. Hal terakhir itu yang sering dipamerkan di media social mereka. Tinggal diposisikan apakah perusahaan IT tersebut layak dibandingkan dengan perusahan telekomunikasi seperti; PT Telkom, PT Indosat & PT XL Axiata, Cisco, Alkatel ?, Bila masih dibawahnya ya harus rela bila pegawai milenialnya pindah ke yang lebih prestisius. Talenta dari distributor alat kesehatan mungkin akan berfikir untuk bekerja langsung di vendor alat kedokteran seperti Siemens, Philips & General Electric dari pada di distributor.

6. Cenderung Berpindah-pindah Tempat Kerja

Mereka merasa tertantang dengan lingkungan kerja yang melibatkan kreativitas dan perubahan. Mereka tidak menyukai sesuatu yang bersifat statis dan jangka waktu lama  dan selalu mencari cara untuk meningkatkan produktivitas. Survey dari Deloitte menemukan bahwa 43% pegawai milenial berencana  untuk meninggalkan pekerjaan mereka saat ini pada hitungan 2 tahun kedepan. Hal ini akan berpengaruh pada angka turn over karyawan. Penelitian lain mengatakan maksimal 3 tahun. Mereka cenderung menyukai perusahaan yang melibatkan kreativitas dan perubahan. Mereka menganggap perusahaan IT itu kurang berani berubah misalnya dari pelanggan perusahaan ke bisnis ritel (pelanggan individual). Talenta dari distributor alat kedokteran mungkin melihat perusahaan itu masih kurang dalam  program CSR (Corporate Social responsibility)nya terhadap masyarakat apalagi talenta ini juga lulusan Public Health & Management, salah satu Universitas di UK sehingga akan melihat factor kelebihan  lainnya dari perusahaan.

7. Menyenangi Pekerjaan Yang Fleksibel

Lebih menyenangi pekerjaan yang tidak menuntutnya untuk selalu berada dikantor. Mereka terbiasa dengan tehnologi canggih untuk bekerja kapanpun dan dimanapun melalui koneksi internet. Sehingga mereka lebih tertarik untuk bekerja dengan cara remote dari pada terus-terusan berada dikantor dari pagi hingga sore. Hal ini relevan dengan penelitian dari Griffith Insurance Education Fondation. Riset tersebut menemukan bahwa generasi milenial mau berkorban agar dapat berlibur dan memiliki kemampuan untuk bekerja diluar kantor. Untuk itu, tidak ada salahnya memberikan mereka fleksibilitas dalam bekerja. Perusahaan IT masih menuntut pegawainya selalu hadir dikantor padahal mereka menyukai bekerja dengan cara remote. Distributor alat kesehatan juga demikian, padahal kerja si talenta berpindah pindah dari rumah sakit satu kelainnya, yang diharapkan tidak perlu datang dikantor dahulu baru ke kliennya.

8. Mementingkan Work-Life-Balance

Mereka lebih memprioritaskan keseimbangan antara dunia kerja dan kehidupan pribadi dibandingkan generasi sebelumnya. Cenderung memilih pekerjaan yang lebih fleksibel secara kondisi dan jam kerja. Sehingga mereka bisa memiliki banyak waktu luang bersama teman, keluarga atau untuk mengembangkan hobi. Hal ini sesuai dengan studi lapangan Ng Schwitzer dari Lion (2010)menemukan bahwa milenial menekankan individualism, mencari karir dan pengembangan ketrampilan serta memastikan kehidupan yang bermakna dan memuaskan diluar pekerjaan. Mereka memilih kerja dengan jam yang fleksibel agar lebih banyak waktu dan teman sedangkan perusahaan IT masih menganut Jam kerja yang ketat. Masalah absensi masih diperhitungkan sebagai sikap kedisiplinan. Sehingga mereka tidak sempat melakukan hobi, kehidupan keluarga yang lebih banyak. Hampir sama kasusnya dengan perusahaan distributor alat kesehatan.

9. Membutuhkan Sosok Pemimpin Untuk Mengarahkan Bukan Mendikte.

Mereka mempunyai kecenderungan untuk bersifat kritis dan lebih banyak bertanya. Karena mereka merasa mempunyai kompetensi tinggi karena telah mendapatkan pendidikan yang bagus. Oleh karenanya mereka memerlukan sosok pemimpin dan pendidik untuk menjadi mentor yang menjunjung tinggi nilai kebenaran, senantiasa mendengarkan dan siap menjalin komunikasi terbuka. Kaum milenial membutuhkan mentor yang dapat memberikan arahan bagaimana berani mengambil keputusan dengan bijaksana dan penuh hikmat agar cita-cita mereka untuk menjadi pemimpin yang kuat dimasa mendatang, tercapai. Dilevel Direksi perusahaan IT masih beranggapan bahwa mereka masih jitu dalam memilih tehnologi masa depan dan telah dibuktikan dengan teknologi VSAT nya yang mampu menjadi sarana sistim Online para pelanggannya. Terbukti hampir semua Bank besar menggunakan sistim onlinenya. Pada level General Manager, mereka merasa sebagai orang yang ikut membangun perusahaan sampai sukses tentu sangat sulit untuk mau menerima pendapat Engineer baru yang belum terbukti prestasi kerjanya, apalagi dedikasinya sebagaimana para GM yang telah membuktikan demi kemajuan perusahaan. Sedangkan untuk level Manajer, sebagai senior dan telah berpengalaman ditambah rasa iri kepada kelompok milenial ini tanpa disadari akan menjaga jarak sehingga akan sulit untuk mau mendengarkan suara milenial. Talenta dari  perusahaan distributor alat kesehatan menganggap alur komunikasi dan pengambilan keputusan tidak jelas ditangan siapa, dianggapnya kurang efektif. Jelas pada karakteristik nomer 9 ini, pegawai milenial tersebut sangat tidak mendapatkan kepuasan.

10. Tertarik Menjadi Entrepreneur

Hasil survey bertajuk Indonesia milineal oleh IND Reseach Insitute menyebutkan sebanyak 55,4 % milenial mengaku ingin punya usaha sendiri, artinya 6 dari 10 milenial memiliki jiwa pebisnis. Selama perusahaan IT itu tidak berani melakukan diversifikasi usaha dengan membentuk Unit-unit bisnis baru maka para pegawai milenial tersebut tidak akan punya kesempatan mengembangkan kemampuan bisnisnya, apalagi mencari pengalaman entepreneurship. Begitu juga diperusahan distributor alat kesehatan hanya mendapatkan pengalaman dalam bidang Sales, tanpa ada pengalaman mengelola bisnis.

Kesimpulan:

Berdasarkan pemhman diatas, jelas terlihat bahwa kesepuluh karakteristik dari pegawai milenial, kesemuanya tidak mendapatkan kepuasan. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk tetap bertahan di kedua perusahaan tersebut. Terutama pada poin 9, hal mana sebagai pegawai baru yang sangat potensial karena memiliki kompetensi yang tinggi dan berkeinginan untuk dikembangkan, ibarat bunga, mereka menjadi layu sebelum berkembang. Sebenarnya kedua perusahaan di atas tidak melakukan kesalahan dengan merekrut talenta harapan perusahaan yang akan dikembangkan menjadi pemimpin masa depan. Sayangnya saat itu belum banyak pengetahuan akan talenta millenial. Karena masih merupakan sesuatu hal yang baru.

————————————-

Profil Penulis:
Lulusan Fak. Psikologi-UGM tahun 1982 (angkatan 1976), Mantan: Kasi Rekrutmen & Pengembangan Pegawai PT. Pembangunan Perumahan (PP), Human Resourcer Officer Total Indonesie (TI), Personnel Manager PT. Multi Bintang Indonesia (MBI), Senior Manager Human Resources PT. Citra Sari Makmur (CSM) yang pension ditahun 2017. Saat ini sebagi Pengurus Kordinator Kemitran Kagama Human Capital.

Alamat: Mutiara Fatmawati Residence A/5, Jl. H. Kamang no.44, Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Hp: 0811 10 4022

Email: wkck@csmcom.com , wisnu simak@gmail.com

1 Comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*