Tantangan Bagi Profesional Human Capital dalam Mengelola Talenta Millenial

Oleh: Wisnu Kuncoro

Partner leader PwC Carrie Duarte mengatakan untuk menghadapi era disrupsi organisasi saat ini perlu skill up atau terus mengembangkan ketrampilan yang diperlukan karena bisnis akan terpengaruh oleh pesatnya kemajuan tehnologi, internet, otomasi, kecerdasan, kecerdasan buatan (artificial inteligency) mengubah cara bisnis beroperasi. Hal ini menjadi penting ketika implikasi social dari perubahan tersebut menjadi semakin luas. Disinilah tim HR/HC akan memainkan peranan penting untuk membantu perusahaan menavigasi bisnis ke medan baru.Mempersiapkan SDM sama pentingnya dengan mempersiapkan teknologi baru. Kesenjangan ketrampilan, terutama di industry teknologi tinggi saat ini cukup besar. Tidak mengherankan bila 79% CEO yang disurvei oleh PwC sangat kuatir dengan isu ini. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan akan menghambat inovasi dan meningkatkan biaya tenaga kerja. Sedangkan 46% CEO mengatakan untuk memperbaiki masalah ini adalah melatih kembali pekerjanya. Kemudian 18% memilih untuk merekrut talent dari luar industri mereka

Melatih kembali tenaga kerja yang sudah menunjukkan loyalitas dan dedikasinya ke perusahaan, bagi professional HR/HC, akan lebih  mudah tergantung pemilihan yang tepat akan modul pelatihan yang dibutuhkan terutama dalam kesenjangan teknologi digital, dibandingkan dengan mempertahankan talent yang mereka miliki. Karena disamping mereka memiliki kemampuan beradaptasi, kreatif, familiar dengan tehnologi namun mereka memiliki tuntutan dan harapan yang unik sebagaimana ke 10 karakter milenial diatas. Profesional HR/HC harus mengangap ke 10 karakteristik sebagai hal utama yang harus dipuaskan. Namun, haruskah para talent ini diistimewakan sehingga “mengalahkan” karyawan lainnya?

Pertanyaan ini akan selalu muncul bilamana kita akan melaksanakan perlakuan khusus terhadap milenial. Karena disuatu perusahaan yang sudah “well established” tentu ada beberapa generasi dengan pola pikir yang berbeda-beda seperti catatan Society for Human Resources Management, dunia kerja saat ini memiliki lima generasi; Generasi tradisional, Generasi Baby Booomer, Generasi X, Milenials daan Generasi Z. Tidak mudah bagi organisasi memahami perbedaan ketika melibatkan mereka dalam satu tim. Setiap generasi menganggap bahwa dirinya berbeda yang di\latar belakangi oleh  perbedaan pengalaman hidup mereka.

Misal Gen Baby Boomers mengklaim bahwa mereka punya keterikatan dengan perusahaan lebih besar dari pada milenial yang baru saja bergabung. Dan sebagian besar menganggap dirinya sebagai pelopor sehingga sulit menerima hal-hal baru secara obyektif. Sedangkan milenial punya pandangan yang berbeda, mereka memiliki harapan yang tinggi untuk diri mereka sendiri dan lebih suka bekerja didalam tim dibandingkan secara individu. Mereka ini sangat menyukai dan menguasai teknologi yang menurut mereka dapat memotong hierarki dan birokrasi di organisasi. Mereka juga mengerjakan masalah baru yang membutuhkan solusi kreatif untuk kepentingan perusahaan. Bilamana perbedaan ini tidak di sinergikan, kinerja perusahaan bisa terpengaruh. Perlu sistem komunikasi diantara mereka untuk saling memahami dan ketemu ditengah sehingga bisa saling menghargai pendapatnya serta belajar di antara satu dan lainnya.

Hal ini juga didukung oleh Sekar Anindita, Country HR Cisco System;” kalau angkatan dulu suka dengan yang workpaper sedang bagi milenial bisa tidak dibaca. Jadi mesti dicari cara untuk ketemunya. Tantangan terhadap milenial bkn hanya mempertahankannya tapi skill set-nya harus dibenahi terutama tentang make sure skill, apakah mereka bisa menjawab requirement ke depan. Ketika ketrampilannya belum dirasa cukup, apakah perusahaan bisa melengkapi kekurangan tersebut”.

Bahkan untuk merangkul agar gen milenial mengeluarkan potensi terbaiknya, menurut Jamie Notter dan Maddy dalam bukunya “When MIlenial Take Over”ada empat kapasitas yang harus dikembangkan dalam manajemen perusahaan, yaitu:

1. Pengembangan Digital

Mereka sangat cepat dalam menemukan informasi sehingga merasa nyaman bila didukung teknologi digital untuk dapat  melakukan inovasi dalam pekerjaannya maupun dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

2. Keterbukaan

Media sosial adalah kehidupan mereka sehari-hari, mereka bebas berbicara mengutarakan berbagai hal yang dipikirkan dan dirasakan. Inilah keterbukaan bagi mereka. Oleh karena itu mereka meminta pimpinan perusahaan juga untuk memberikan informasi secara detil dan terbuka terkait dengan perusahaan. Tentu tidak mudah, kata kuncinya adalah memberikan informasi yang tepat kepada orang yang tepat didalam organisasi.

3. Kelenturan

Milenial tidak menyukai hierarki terkait pengambilan keputusan berbentuk piramidal yang dibalut oleh birokrasi yang kaku. Pola ini membentuk hubungan atasan-bawahan. Mereka tidak merasa nyaman dengan pola pengambilan keputusan ini. Gen milineal membutuhkan  hieraki yang berbentuk lingkaran yang memiliki kelenturan yang akan membentuk situasi kerja tim. Dalam tim tersebut, generasi milenial akan memiliki hubungan yang kuat dengan anggota tim, pengambilan keputusan bisa dilakukan internal tim, mereka puya pemahaman mendalam bagaimana suatu keputusan lahir harus dieksekusi.

4. Kecepatan

Merupakan hal penting bagi milenial dalam mendapatkan hasil Hal ini sering dianggap generasi ini maunya instan tidak mau bertahap. Sebenarmya generasi ini dapat sangat  cepat membawa pertumbuhan perusahaan asal mendapat dukungan dari perusahaan tanpa melihat sisi senioritas melainkan berdasarkan pada kompetensi dan etos kerja. Beranikah pimpinan perusahaan melakukannya?. Perlu diingat bahwa mereka adalah calon pelaku terbesar dalam lingkungan kerja di tahun 2020 keatas. Pimpinan masa depan harus disiapkan.  

Jadi, pengembangan untuk para milenial harus bisa berjalan secara smooth. Memberdayakan karyawan harus berarti memberi kepercayaan dan otoritas kepada mereka sehingga lebih bersemangat dan puas dengan apa yang mereka kerjakan. Rasa puas ini akan menurunkan angka turn over karyawan, milinial khususnya. Pertanyaan selanjutnya yang akan timbul adalah apakah karyawannya saja yang perlu dikembangkan dalam menghadapi era industry 4.0 dan Covid-19? Jawabannya tentu tidak, justru para pemimpin sebagai penentu arah organisasi harus juga berubah menjadi cepat tanggap, agar mampu bertindak dengan tepat dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

Bagaimana ia menjadi lebih isioner untuk melihat bisnis dimasa depan. Beliau dituntut untuk lebih terbuka dan tidak ragu untuk melihat kebelakang ketika ada suatu masalah dan siap  menerima masukan dari bawah karena dilapangan staf-stafnya yang lebih tahu. Pemimpin harus bisa menunjukkan dirinya sebagai Influencer yang positif untuk timnya, bisa memposisikan masalah sebagai peluang untuk melakukan perbaikan dimasa depan. Pemimpin harus bisa membuat perasaan stafnya dianggap penting dan berguna bagi perusahaannya. Firma riset Deloitte mengungkapkan tantangan utama pemimpin saat ini ada ditiga area, yaitu; cara berfikir, cara bertindak dan bereaksi terhadap perubahan, terutama terhadap pengetahuan digital.

Program Kerja HC/HR Profesional untuk “Berdamai” dengan Talenta Millenial

Berdasarkan poin A sampai dengan D diatas maka tugas para HC/HR professional untuk bisa “berdamai” dengan Talent Milenial adalah sebagai berikut:

  1. Proses Rekrutmen: Meyakinkan bahwa Calon talenta tsb punya gairah (passion) terhadap perusahaan kita
  2. Hubungan kerja berupa Kontrak kerja maksimal per 2 tahun bisa diperpanjang satu tahun untuk setiap projek yang harus diselesaikan
  3. Melibatkan talen minelial dalam pekerjaan tim proyek
  4. Proyek harus memberikan kesempatan pada talenta untuk pengembangan professional dan pengalaman berwira usaha(enterpreunership)
  5. Memberikan lingkungan kerja yang “working from every where” dengan menyiapkan sarana sistem absensi, laporan pekerjaan secara digital.
  6. Memberikan Pelatihan kepada talen minelial tentang budaya perusahaan dan people management
  7. Menciptakan system Penilain Kinerja yang selain mengukur kinerja talent milenial juga melibatkan system coaching dari Atasan Talenta secara triwulanan, serta menilai unsur penyesuaian talenta dengan budaya perusahaan
  8. Memberikan pelatihan kepada Pegawai Senior, Manager & Direksi terutama yang menjadi Mentor talent minelial tentang pemahaman terhadap pegawai milenial dan perubahan teknologi digital
  9. Memfasilitasi Manajemen Meeting yang melibatkan talen milenial untuk meriew bisnis dan teknologi  kini dan akan datang secara triwulanan.
  10. Menyarankan Direksi untuk mempraktekkan pola pengambilan keputusan yang merupakan gabungan antara gaya bottom up dengan gaya top down.

Dengan demikian, perubahan tidak hanya dari talen milenial tapi semua orang dalam organisasi terlibat untuk berubah agar perusahaan lebih siap menghadapi perubahan yang terjadi dalam pola bisnis maupun perubahan ke teknologi digital. Dan memang semua harus berubah karena yang abadi di dunia adalah perubahan. Ibarat kata, Perubahan adalah “bagaikan kuda liar yang menerjang siapa saja yang dilewatinya, mau terinjak dan mati atau mau menunggang kuda perubahan tersebut agar tetap survive” (Tantri Abeng, 1994).

Untuk hal ini, kita mesti belajar dri PT. Telkom yang  sejak tahun 2017 telah membentuk program/proyek AMOEBA, yaitu memberikan kepercayaan penuh kepada sekelompok kecil talenta millenial PT. Telkom, tanpa campur tangan Direksi hanya bertanggung jawab kepada salah satu GM, yang disebut sebagai Amoeba CEO. Tugas utama adalah mengembangkan segala pemikirannya untuk membangun proyek bisnis dalam bidang digital. Tentu tidak secara otomtis langsung berhasil, pasti melalui trial and error hal mana dibebaskan dari reward and punishment hanya selalu dimonitor dan diarahkan Amoeba CEO agar kerugian dari sisi keuangan bisa ditekan sekecil mungkin. Bilmana proyek digital ini telah jadi dan profitable maka akan diimplemantasikan ke divisi-divisi PT. Telkom. Inilah kenapa proyek tersebut dinamakan Amoeba karena nantiny Amoeba ini akan membelah dirinya.

Tak cukup itu, PT. Telkom juga menghadirkan seorang millenial sukses pendiri Bukalapak untuk menjabat sebagai salah satu Direksi PT. Telkom.

Hal tersebut menunjukkan kepada kita suatu kepercayan terhadap talenta millenial dan bagaimana cara mengelolanya serta memberikan kesempatan berprestasi kepada mereka seluas-luasnya . Bagaimana dengan perusahaan Anda?

————————————-

Profil Penulis:
Lulusan Fak. Psikologi-UGM tahun 1982 (angkatan 1976), Mantan: Kasi Rekrutmen & Pengembangan Pegawai PT. Pembangunan Perumahan (PP), Human Resourcer Officer Total Indonesie (TI), Personnel Manager PT. Multi Bintang Indonesia (MBI), Senior Manager Human Resources PT. Citra Sari Makmur (CSM) yang pension ditahun 2017. Saat ini sebagi Pengurus Kordinator Kemitran Kagama Human Capital.

Alamat: Mutiara Fatmawati Residence A/5, Jl. H. Kamang no.44, Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Hp: 0811 10 4022

Email: wkck@csmcom.com , wisnu simak@gmail.com