Dia yang Mencintai Negeri dalam Senyap: Membuka Titik Baru Berbagi Kepedulian Melalui Canthelan

Oleh: Dariah Suhaedi

Program Canthelan yang digagas Kagama Care, bagi saya bukan sekedar program berbagi bansos tapi program yang bisa menjadi jalan transformasi nilai-nilai empati, peduli dan cinta dengan sesama yang akhir-akhir ini menipis tergerus jaman modern yang semakin egois. Melalui Canthelan, warga secara pelan kembali disadarkan untuk peduli pada sekeliling.

Hari Sabtu (20/6/2020) adalah hari ke-20 saya mengeksekusi kegiatan canthelan atas nama Kagama Depok. Setelah 3 minggu berinteraksi dengan warga yang datang mengambil canthelan yang secara tak sengaja ketemu setiap hari dan masak yang sama. Pertemuan demi pertemuan saya mulai melihat ada rasa kebersamaan, terutama tentang bagaimana hidup keseharian ditengah ancaman virus Covid-19. Kesadaran menggunakan masker ketika keluar rumah dan ambil canthelan sangat signifikan. Satu hal yang belum sukses adalah mengetuk hati kaum yang berkelebihan untuk terlibat dalam canthelan.

Melihat sisi baik ini, saya kepikiran untuk membuka canthelan di titik baru, yang masih terjangkau dengan jalan kaki untuk bawa sayuran. Lalu saya tanya mbak di rumah tentang lokasi mana lagi yang banyak kontrakan dan kehidupan penghuninya pas-pasan. Dapatlah saya lokasi baru di Jl. Swadaya yang hanya berjarak 1 km dari rumah saya.

Tentu saja niatan saya ini saya sampaikan kepada Ibu Eni bu RT di mana saya tinggal. Bak ketemu pacar idaman, hari ini saya bahagia sekali setelah ketemu Bu RT. Perbincangan dimulai dengan mengobrol soal bansos, saya ingin melihat tipe seperti apa beliau ini. Pengeluhkah atau pengkritik kelas teri alias tukang nyinyir, model orang jago kritik tapi tak punya opsi solusinya terhadap sebuah permasahan.

Lalu mengalirlah cerita dari bu Eni, tentang data penerima bansos dari kelurahan yang beda dengan data KK yang dia ajukan. “Warga saya ada 400-an KK, yang masuk golongan tidak mampu sekitar 140 KK termasuk yang baru PHK.” kata Bu Eni menjelaskan. “Tentu saya hapal siapa-siapa warga saya dan ada banyak nama yang termasuk warga mampu kok menerima bansos.”

“Saya tak mau ribut, saya bareng bapaknya temui tuh orang kaya, sambil saya ngingetin. Ini daftar warga RT kita yang tidak mampu, saya mohon kerelaan bapak / ibu untuk mengalihkan bansos kepada yang berhak, Insya Allah jadi sedekah bapak / ibu sekeluarga. Saya rayu saja mbak.” lanjut bu Eni.

“Eh alhamdulillah banyak yang mau melepas, ada juga sih yang nggak mau tahu, tapi sedikit. Biar sajalah orang serakah mah nggak berkah.” ucap bu Eni nampak kesal.

“Saya sebelum bansos sampai di tangan warga , sudah duluan membuat kegiatan bagi-bagi sembako mbak. Bikin 137 paket. Dananya saya dapat dari warga yang mampu. Kami membuat proposal ke orang-orang kaya itu, eh terkumpul 9 juta. Alhamdulillah warga saya yang tidak mampu bisa dapat beras, mie, telut dan minyak goreng.” bu Eni cerita dengan bangga.

Saya menyimak dengan merinding, salut, campur kagum. Usia bu Eni sudah 60-an tapi semangat untuk mencintai sesamanya tinggi sekali.

“Duh, ibu hebat sekali, saya beruntung ketemu ibu. Begini saya atas nama kawan-kawan Kagama dan kawan-kawan donatur yang peduli dengan beratnya kondisi ekonomi karena covid ini, berencana membagikam sayuran gratis ke warga tiga kali dalam seminggu dengan cara menyantelkan sayuran dalam kresek. Saya percaya bu Eni tahu betul warga RT ibu yang tak mampu & membutuhkan bantuan ini.” kata saya.

” Silahkan mbak, saya akan mendukung. Kirimi foto-foto kegiatannya akan saya buat proposal untuk warga yang mampu agar mengisinya.” ujar bu Eni.

Saya berjanji saya akan mengirimi ibu Eni foto-foto kegiatannya. Saya senang sekali bu Eni langsung tertarik terlibat. Setelah mengucapkan terima kasih saya lalu berpamitan. Saya pulang dengan hati yg bahagia. Semoga canthelan dari kami akan membawa berkah bagi warga semuanya. Amin.

Terimakasih mbak Heni Widodowati dan mas Tomo Sulastama  atas supportnya selama ini.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*