PP Kagama bersama Kagama Care dan Kagama Canthelan kembali menggelar webinar series Canthelan Show yang sudah memasuki jilid 5 lewat aplikasi Zoom pada hari Minggu (25/10/2020) jam 10.00 – 12.00 WIB. Acara diikuti oleh lebih dari 150 peserta. Turut hadir Ganjar Pranowo, Ketua Umum PP Kagama sebagai keynote speaker. Webinar yang dimoderatori oleh Isma Kurniatanty tersebut menghadirkan 3 narasumber yaitu Woro Boedisayekti (Semarang), Asti Wulandari (Yogyakarta) dan Ika Andreyo (Yogyakarta).
Di awal pemaparan Ganjar mengatakan ketidakpastian Covid-19 membuat kita harus betul-betul memikirkan soal ketahanan pangan. Kita perlu mengantisipasi tersedianya bahan pangan yang mudah didapat, murah dan terjangkau. Juga harus memikirkan asupan gizi buat masyarakat agar daya tahan tubuhnya kuat.
Ketahanan pangan harus memikirkan ketersediaan pangan, khususnya pangan lokal, yang cukup, aman dan bergizi. Konsumsi pangan yang beraneka ragam harus dipikirkan juga. Kemudian soal kecukupan pangan juga harus menjadi perhatian kita baik kuantitas atau kualitasnya.
Masalah ketahanan pangan tidak bisa dilepaskan dari kedaulatan dan kemandirian pangan, yang tujuan akhirnya adalah masyarakat yang produktif dan berkelanjutan. Diversifikasi makanan kita sungguh luar biasa dan hal itu harus kita kembangkan bersama sehingga akan tercipta kecukupan pangan. Hal itu sesuai dengan komitmen pemerintah yang tak membolehkan seorangpun ada yang kekurangan pangan atau kelaparan. Maka apa yang sudah dilakukan oleh kawan-kawan Kagama dengan gerakan canthelan dan bagi-bagi sembako sudah sangat tepat untuk ikut mengatasi persoalan ketahanan pangan.
Dalam kaitannya Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah, pemerintah provinsi Jateng selama ini telah mendorong sektor pertanian. Dengan melakukan integrasi dan sinergi dengan ABGCI (Akademisi, Bisnis, Government, Community, Institusi). Juga bersama Petani Muda) melakukan dekonstruksi paradigma baru dalam konsep agribisnis terpadu. Banyak kaum millenial potensial saat ini yang mau melakukan pertanian modern ala green house.
Berikutnya Ganjar membahas isu solidaritas pangan yang muncul sebagai reaksi sosial terhadap dampak Covid-19. Keberadaannya didasari atas kepedulian dan kesetiakawanan sosial. Dari solidaritas pangan akhirnya memunculkan pula aksi solidaritas yang lain semisal menjaga dan melestarikan budaya, meningkatkan kemampuan dan kesadaran rasa kebersamaan, meningkatkan kepedulian dan peran serta, dan meningkatkan rasa memiliki serta tanggung jawab. Semuanya itu penting untuk membangun kekuatan yang menimbulkan daya kohesi di antara kita semua sehingga kita menjadi kuat dan tahan menghadapi pandemi.
Untuk menghadapi pandemi saat ini yang kita butuhkan adalah kolaborasi, partisipasi dan solidaritas. Apa yang dilakukan oleh kawan-kawan Kagama di manapun berada sungguh membanggakan. Banyak cerita baik yang tersebar tentang tingkat partisipasi tinggi berikut aksi solidaritas dari warga Kagama, baik lewat penggalangan dana, canthelan, bagi-bagi sembako, dll. Ganjar berharap akan lebih banyak aksi baik lagi dilakukan yang bisa memberikan semangat solidaritas dan sangat bermanfaat untuk masyarakat.
Narasumber pertama, Woro Boedisayekti menceritakan pengalamannya mengelola canthelan di kampungnya RT 06-07 / RW 02, Kel. Gayamsari, Kec. Gayamsari, Kota Semarang. Woro mengaku berani menerima tawaran mengadakan canthelan sebagai pilot project di Semarang dari Sekjen Kagama Pengda Jateng karena ia melihat banyak tetangga sekitar yang terdampak pandemi. Ia berpikir bagaimana caranya bisa membantu warga yang sedang kesusahan. Maka setelah berhasil meyakinkan para pengurus RT dan RW, pada tanggal 19 Juli 2020 diluncurkanlah untuk kali pertama canthelannya.
Agar tugas mengelola canthelan tidak berat, maka diaturlah jadwal bergilir harian yang adil bagi petugas canthelan yang meliputi 3 Dasa Wisma. Woro yang semula mentargetkan dana stimulus dari Kagama Care hanya cukup untuk 20 hari, ternyata bisa lanjut sampai 1 bulan setiap harinya karena tingkat partisipasi dana swadaya masyarakat yang begitu tinggi.
Pada tanggal 19 Agustus 2020 diadakan evaluasi keberlanjutan canthelan di Gayamsari. Dari masukan warga diketahui apabila canthelan diadakan setiap hari menjadi kurang pas. Ada yang menumpuk canthelan perolehannya karena belum tentu setiap hari sempat mengolahnya. Lalu ada juga canthelan yang tidak tepat sasaran, semisal diambil oleh mereka yang sebenarnya mampu namun punya mental mengharapkan canthelan yang gratis. Akhirnya secara periodik dibikin seminggu 3x, lalu dikurang lagi hanya 2x dan yang terakhir cuma 1x seminggu.
Awalnya Woro dkk mempergunakan tas kresek untuk canthelannya. Lalu ada donasi dari Kafegama Jateng berupa keranjang bambu agar lebih ramah lingkungan. Selain donasi dari Kagama Jateng dan Kafegama, masih ada banyak pihak yang berbaik hati berkenan menyumbang seperti Biogama Muda, PDAB Tirta Utama Jateng, DP3AP2KB (300 masker, 100 FS dewasa, 105 FS anak-anak), pribadi pengurus Kagama Jateng, dan swadaya masyarakat sekitar.
Woro bersyukur di tengah banyaknya dinamika yang dialami, canthelan yang dikelolanya masih bisa berlangsung sampai saat ini. Petugas canthelan yang terlibat berikut segenap warga RW 02 Gayamsari dalam keadaan sehat serta nihil kasus Covid-19. Bagi teman-teman yang ingin berdonasi silakan transfer ke BPD Jateng Norek 2-034-00230-7 an. Diah Nevy Purnamasari. Woro akan sangat berterima kasih atas semua sumbangan yang diberikan.
Di akhir pemaparan Woro menunjukkan rasa bangganya karena RW 02 Gayamsari ditunjuk mewakili Kec. Gayamsari pada lomba Kampung Siaga Candi Hebat tingkat Kodya Semarang, karena salah satu penyebabnya adalah dengan adanya canthelan.
Asti Wulandari yang tampil sebagai narasumber kedua mengatakan kegiatan canthelan yang dilakukannya adalah dalam rangka ibadah dan berbuat baik bagi orang lain. Sama seperti penggiat canthelan lainnya, niat awalnya adalah karena melihat warga sekitarnya yang terdampak pandemi dan ingin membantu sebisanya.
Awalnya Asti ragu karena memikirkan pembiayaannya. Kalau dari dana pribadi pasti tidak akan bertahan lama. Akhirnya ia mendapatkan dana stimulus dari Kagama Care dan juga sejumlah bantuan dari Kagama Beksan serta Kagama Depok. Maka pada tanggal 5 Juni 2020 terwujudlah cita-cita Asti mengadakan canthelan untuk pertama kalinya di RW 02 Gunungketur, Kec. Pakualaman, Kota Yogyakarta, di mana daerah tersebut adalah kampung kelahiran ibunya dan ada saudaranya yang masih tinggal di sana. Setelah kegiatan canthelan di Gunungketur berlangsung beberapa lama, barulah Asti membikin titik canthelan kedua tepat di depan rumahnya di daerah Sukonandi.
Kenapa Asti tidak sejak awal bikin canthelan di kampungnya sendiri, karena secara umum penduduknya termasuk golongan menengah atas. Namun setelah diamati banyak orang yang lewat jalan raya depan rumahnya yang membutuhkan, seperti pemulung, tukang becak, ojol, tukang rosok, tukang sampah, dll. Dan justru itulah yang dirasakan benar-benar sangat membutuhkan bantuan.
Karena ada 2 titik yang dikelolanya maka Asti harus pintar-pintar membagi waktunya. Untuk canthelan di Gunungketur, ia melakukannya di pagi hari. Sedangkan di Sukonandi pada sore hari.
Dari canthelan Asti mengakui banyak menemukan kawan baru yang sevisi dengannya. Lalu dari canthelan ia juga belajar ilmu sabar dan ikhlas serta tidak mudah berprasangka buruk. Ia berpendapat bahwa sedekah itu tidak harus menunggu kita kaya. Ia yakin sedekah tidak akan membuat kita menjadi miskin, bahkan justru rejeki akan semakin datang kepada kita. Dalam istilah bahasa Jawanya “ora lokak malah kebak”. Canthelan adalah ladang ibadah yang membawa berkah, demikian prinsip Asti.
Asti sendiri tidak menyangka dalam perjalanannya banyak teman yang baik hatinya memberikan donasi secara ikhlas. Selain bantuan berupa uang ada juga yang mendonasikan dalam wujud sayuran seperti misalnya dari warga sekitar, Wadah Pangan programnya Yenny Wahid, dan Genduli (Gelanggang Peduli Petani) yang dikomandani Iqbal Tuwasikal.
Asti sadar tidak bisa selamanya mengandalkan bantuan dari para donatur. Ia lalu mencari solusi dan punya ide jualan kaos unik dengan tagline “Ora Pati Langsing Tapi Kagama” yang mana hasil keuntungannya bisa menambah modal buat canthelan. Asti bersyukur banyak juga yang pesan, yang artinya ada harapan usia canthelannya akan bertambah panjang.
Asti juga menyadari program berbagi kebutuhan gratis lewat canthelan tidak mungkin akan berjalan selamanya. Akhirnya canthelan di Gunungketur bermetamorfosis menjadi pasar tiban. Sistemnya pengunjung cukup membayar 5000 rupiah dan akan mendapatkan 5 kupon yang bisa ditukarkan dengan 5 item barang dari berbagai jenis kebutuhan pokok yang dijajakan.
Di akhir pemaparan Asti menceritakan cerita-cerita menarik di balik canthelan yang dikelolanya, khususnya di Sukonandi. Ada 4 karakter unik yang sangat membekas di ingatan Asti, mereka adalah Adik Tempe, Bapak Teri, Pak Sapu dan Paman Terong. Dari mereka Asti mendapatkan kisah lucu sekaligus haru yang bisa dijadikan pembelajaran bagi dirinya sendiri maupun keluarganya.
Narasumber terakhir, Ika Andreyo menceritakan sebenarnya ia ingin ikut bikin canthelan sejak lama, seperti yang sudah dilakukan teman-teman Kagama lainnya. Tapi kampungnya ternyata tidak kondusif. Kemudian Ika bersama teman aktivis Kagama Care bernama Isma Kurniatanty mencoba mencari informasi. Sampai akhirnya mereka memperoleh info kalau di RW 06 Kampung Ledok Gowok, Caturtunggal, Depok, Yogyakarta cocok untuk diadakan canthelan. Di sana warganya banyak yang terdampak pandemi.
Betapa senangnya Ika dan Isma ketika pada tanggal 9 Juni 2020 terwujud juga canthelan mereka untuk pertama kalinya di dua titik sebanyak 10 paket. Pada awalnya mereka hanya mengandalkan donasi dari Kagama Care, namun kemudian warga punya inisiatif membuat kotak sedekah yang ditaruh di 8 titik, disesuaikan dengan jumlah kelompok pengajian di RW 06. Setiap Kamis malam kotak dibuka dan hasil perolehannya diwujudkan menjadi canthelan swadaya pda keesokan harinya dengan nama Jum’at Berkat.
Ika dan Isma merasa ikut bangga karena canthelan yang diinisiasinya berjalan lancar. Saat agak lama mereka tidak menengok ke lokasi, tiba-tiba ada kabar kalau pada hari raya Idul Adha 31 Juli 2020 adalah kali terakhir canthelan di Ledok Gowok. Ika menanggapi hal itu dengan positif. Ia berpikir artinya warga sudah tidak membutuhkan bantuan lagi dan perekonomian sudah mulai berjalan normal lagi di Ledok Gowok.
Namun dua minggu kemudian Ika mendapat kabar kalau setiap hari Jumat warga Ledok Gowok masih mengadakan canthelan. Ternyata dana yang didapatkan dari kotak sedekah bisa untuk digunakan untuk canthelan swadaya murni. Dari ibu-ibu pengelola canthelan diperoleh fakta yang menarik, ternyata mereka sudah pada ‘kecanduan’ canthelan. Mereka sangat menikmati kegiatan yang mereka lakukan setiap hari Jumat dengan penuh kebahagiaan. Hari Jumat adalah hari yang dinanti-nanti.
Yang pantas diacungi jempol dan bisa menjadi sumber inspirasi adalah Ika dan Isma bukan bukan hanya menginisiasi canthelan di Ledok Gowok saja, namun mereka juga memberikan pendampingan kepada warga menggarap tanah kosong milik kampung yang berada tepat di pinggir Kali Gajah Wong. Beberapa jenis benih mereka mintakan ke Kagama Care – Ketahanan Pangan (KC-KP), seperti terong, cabai, tomat. kacang panjang, dan kangkung. Benih-benih tersebut ditanam di lahan kosong yang disebut kebun bersama. Lalu bibit juga disebar kepada 8 kelompok kecil untuk ditanam warga yang mempunyai pekarangan cukup luas.
Untuk pembiayaan awal Ika mengadakan kerja sama dengan Kagama Baking & Cooking, mengadakan kelas online belajar membuat sosis yang seluruh hasilnya didonasikan untuk urban farming di Ledok Gowok. Akhirnya urban farming yang mereka jalankan terhitung sukses, namun menurut Ika kendalanya terletak pada ketersediaan pupuk karena kalau beli lumayan juga anggarannya. Sementara kalau bikin pupuk organik sendiri, warga banyak yang belum paham. Maka langkah berikutnya adalah Ika dan Isma mengadakan pelatihan eco enzyme yaitu mengolah limbah organik rumah tangga seperti ampas buah dan sayuran, minyak jelantah, dll menjadi bermacam-macam produk turunan termasuk pupuk organik. Untuk kegiatan ini mereka berkolaborasi dengan Prodi Biologi Fakultas Saintek UIN, lembaga di mana Isma bekerja.
“Senang rasanya apa yang kami lakukan di Ledok Gowok berupa canthelan, urban farming, mengajarkan pengolahan sampah dan mengadakan pelatihan eco enzyme bisa diterima dengan baik oleh warga. Semoga apa yang sedikit bisa kami persembahkan buat masyarakat Ledok Gowok ini akan membawa banyak manfaat.” demikian pungkas Ika.