Kagama Literasi 3: Pak Ton Memaknai Kehilangan dengan Cara yang Indah

Minggu, (30/05/2021) pukul 15:00 – 17:00 WIB, PP Kagama menggelar webinar program Kagama Literasi 3 melalui aplikasi Zoom Meetings, membedah buku “Mengayuh Biduk: Perjalanan Hidupku Bersama Sunarti” karya Ir. Wartono Rahardjo. Webinar yang disiarkan langsung melalui Youtube Kagama Channel tersebut menghadirkan narasumber Dra. Anisa Cahya Ningrum dan Ir. Singgih Widagdo (Komisaris PT PLN Batubara & Sekretaris KATGAMA). Acara berlangsung dipandu oleh Intan Kemala Dewi sebagai moderator dan Saka Kotamara. dari tim Humas PP Kagama, sebagai MC.

Ir. Wartono Rahardjo, penulis buku “Mengayuh Biduk: Perjalanan Hidupku Bersama Sunarti”

Acara diawali kata pengantar dari sang penulis buku, Ir. Wartono Rahardjo, yang akrab disapa Pak Ton. Pak Ton merupakan dosen purnakarya prodi Teknik Geologi FT UGM. Ia sudah menjadi staf pengajar sejak tahun 1968 dan purna tugas pada tahun 2007. Buku tersebut berangkat dari dukacita yang mendalam atas kepergian sang istri, Sunarti yang telah menemaninya dalam suka dan duka selama 53 tahun mengarungi bahtera kehidupan. Buku setebal 430 halaman tersebut diselesaikan dalam kurun waktu 3 tahun 8 bulan. Sebagai sebuah perjalanan sejarah dengan segala suka-duka yang dialami oleh Pak Ton dan (alm) Sunarti.

“Adapun yang saya tuliskan, betapa pun drama yang dihadirkan dalam buku ini adalah realita sejarah yang benar-benar saya alami bersama istri saya sebagai sebuah keluarga. Bersama almarhumah Sunarti, saya berhasil mengubah physically house menjadi our home bagi keluarga kami. Hal tersebut selalu saya rindukan dan terkenang di dalam sanubari.” ungkap Pak Ton menceritakan latar belakang hadirnya buku karyanya.

Anisa Cahya Ningrum

Narasumber pertama, Dra. Anisa Cahya Ningrum membahas buku karya Pak Ton berangkat dari pertanyaan mengapa dan bagaimana peran buku ini menjadi penting dan hadir sebagai sebuah tulisan terkait kehidupan panjang dalam bekeluarga. Anisa melihat dari sudut pandang psikologi yakni stressor tertinggi seseorang muncul ketika kehilangan orang yang dicintainya.

“Secara psikologis, proses bangkit dalam menghadapi rasa duka berawal dari shock yang diiringi ekspresi emosional seperti rasa penolakan dan marah atas apa yang terjadi. Berlanjut pada proses bargaining dan depresi atau sedih atas kepergian seseorang. Hal tersebut merupakan proses yang manusiawi yang dialami individu. Harapannya, lambat laun secara alamiah dapat menerima kenyataan. Pak Ton melewati fase-fase tersebut dengan menuliskannya menjadi sebuah buku untuk Ibu Sunarti. Pak Ton mampu memaknai kehilangan dengan cara yang indah.” ujar Anisa.

Menurut Anisa, Pak Ton bisa mengungkapkan dengan indah, hingga menuliskannya menjadi karya dalam sebuah buku kisah heart intimacy dalam kehidupannya dengan sang istri. Heart intimacy muncul melalui proses personal sharing, mutual understanding dan deepening commitment. Didalam buku karyanya, Pak Ton mengajarkan “the power of failure”, bagaimana sebuah kegagalan tidak hanya sekedar kesuksesan yang tertunda. Namun, kegagalan membangkitkan kembali semangat seseorang untuk terus mencoba dan berjuang dan mendapatkan pelajaran dan makna. Sehingga, menemukan opportunity yang membentuk individu menjadi tangguh.

“Pak Ton dan Ibu Sunarti mengajarkan arti ketangguhan dalam keluarga yakni mendukung setiap kelebihan masing-masing pasangan dan mengerti setiap kekurangan yang dimiliki. Mereka mengajarkan bahwa menjadi support system dalam mengarungi kehidupan bekeluarga itu penting. Support system juga harus diiringi dengan believe system, realistic optimism, flexibility, dan anticipation.” pungkas Anisa.

Singgih Widagdo, Komisaris PT PLN Batubara & Sekretaris KATGAMA

Narasumber kedua, Ir. Singgih Widagdo adalah mahasiswa yang pernah diajar oleh Pak Ton. Ia memulai dari gambaran umum dari buku yag dibahas, tampilan cover yang menarik dan sederhana, kaidah bahasa populer yang digunakan, dan isi menyeluruh tentang kehidupannya dengan Sunarti. Buku tersebut bukan sekadar romansa namun mengajarkan bahwa perkawinan adalah hadiah bagi keikhlasan berbagai pasangan manusia. Cinta yang menemukan jalannya dengan sederhana dan menerima apa adanya.

“Dari pandangan saya, Pak Ton mampu melewati apa yang disebut K.H. Abdul Muchith Muzadi yakni, wong omah-omah iku kudu tansah eling lima perkara. Pertama, saling menghargai dan menghormati. Kedua, saling memperhatikan kepentingan kebutuhan masing-masing. Ketiga, sama-sama memikul tanggung jawab sendiri maupun bersama. Keempat, menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan rasa cinta kasih dalam berumah tangga. Kelima, saling mengerti perasaan dan perbedaan disetiap kesalahpahaman dan menyelesaikan dengan baik.” ucap pria yang sekarang menjabat sebagai Komisaris PT PLN Batubara tersebut.

Menurut Singgih, Pak Ton mampu menghadirkan bahwa cinta sederhana adalah sebuah hadiah yang bermakna. Mengutip pernyataan Prof. Dr. Umar Kayam, perkawinan adalah proses terus menerus dari discovery dan rediscovery. Dari perjalanan hidupnya bersama istrinya, Pak Ton mampu membangun banyak prestasi.

“Dari buku memoar mengenang istrinya, Pak Ton mengajarkan nilai-nilai kehidupan di antaranya, kegagalan bukanlah akhir dari segalanya namun membuat bangkit dan berprestasi kembali, Bertanggung jawab atas apapun yang sudah diamanahkan, mendidik dan membangun integritas, Disiplin dan komitmen yang harus dibangun, membangun komunikasi dalam rumah tangga.” demikian pungkas Singgih. [arma]

*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel: