UKM Swagayugama Kolaborasi Kagama Swaga Pentaskan Fragmen Wayang Wong “Gathotkaca Lair” di Bangsal Sri Manganti, Kraton Yogyakarta

Anggota aktif Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Jawa Gaya Yogyakarta Universitas Gadjah Mada (UKM Swagayugama) berkolaborasi dengan alumninya ikut berpartisipasi dalam paket wisata pentas kraton dengan mempersembahkan fragmen wayang wong dengan lakon “Gathotkaca Lair” di Bangsal Sri Manganti, Kraton Yogyakarta, tanggal 1 dan 2 Oktober 2022. Selama dua kali pementasan dengan lakon yang sama, mereka berhasil memikat penonton yang menikmati pertunjukan sampai tuntas. Tepuk tangan meriah begitu pentas usai bukan hanya didapatkan dari penonton lokal saja, namun juga dari banyak turis asing.

Yang menarik dalam pentas tersebut adalah adanya kolaborasi anggota aktif Swagayugama dengan alumninya. Menurut Susetyo Hario Putro, alumnus Swagayugama yang merupakan sutradara pementasan, keterlibatan alumni dalam suatu pementasan Swagayugama biasanya tergantung jenis pementasannya. Kalau bisa semaksimal mungkin dilakukan oleh anggota aktif. Namun pada jenis repertoar yang membutuhkan banyak orang, seperti wayang wong ini, maka alumni akan ikut terlibat.

Pria yang akrab disapa Bung Sus itu menambahkan, dalam AD / ART Swagayugama, alumni diakui eksistensinya. Saat ini ada 2 alumni yang menjadi pembina Swagayugama, yaitu Dr. Novi Indrastuti dan Cerry Surya Pradana. Pembina inilah yang menjembatani secara proaktif hubungan antar pengurus dan anggota aktif dengan alumni. Oleh karenanya, semua alumni tahu apa kegiatan yang akan dan sedang dilakukan oleh Swagayugama. Artinya kolaborasi dengan alumni tidak hanya dalam bentuk pentas, namun juga ada yang bersifat konsultatif.

Bung Sus menjelaskan dalam pementasan “Gathotkaca Lair” melibatkan banyak pemain. Ada 3 orang (1 anak-anak 2 dewasa) untuk peran Gathotkaca, 10 peran dewa, 9 peran bidadari, dan 6 peran raksasa. Pemeran bidadari yang disiapkan ada 18 orang, masing-masing 9 untuk tanggal 1 dan 2 Oktober. Pemeran raksasa ada 8, karena ada 2 pemain yang tidak bisa tampil dua kali dan harus digantikan lainnya.

Semua penari putri adalah anggota aktif, sedangkan untuk penari putra ada 5 anggota aktif. Untuk karawitan total pemain ada kurang lebih 27 orang. Dari jumlah itu ada 19 anggota aktif, 3 orang alumni, 2 pelatih dan 5 pemain profesional untuk instrumen alusan (gender, gambang, rebab, dll).

“Pemain profesional kita butuhkan karena memang tidak sembarang orang bisa menguasai instrumen alusan,” ujar Bung Sus.

Menurut Bung Sus, kemegahan wayang wong itu salah satunya karena sifatnya yang kolosal. Oleh karenanya, ketika diminta mementaskan wayang wong, hal pertama kali yang harus dilakukan adalah mendata anggota aktif dan alumni yang bersedia ikut pentas. Setelah itu, baru disusun naskahnya berdasarkan ketersediaan penari.

Masalah yang ditemui, alumni yang usianya di atas 45 tahun yang dulunya adalah penari bagus, namun seiring bertambahnya usia kekuatannya sangat jauh berkurang. Alumni yang lebih muda, ada yang sudah mengerti dengan baik tentang wayang wong, dan ada yang tidak. Anggota aktif saat ini dapat dikatakan tidak memiliki pengalaman pentas wayang wong. Untuk itu, penentuan peran atau casting harus disesuaikan dengan masalah tersebut.

Jadi, masalah gap generasi diatasi sejak penyusunan naskah, casting dan latihan. Teknologi juga berperan dalam mengatasi hal itu, dalam hal ini adalah penggunaan WA grup. Di dalam WA grup tersebut, mereka yang muda dapat melihat bagaimana para alumni berdialog dengan santai, sehingga mereka juga kemudian tidak sungkan saat berinteraksi baik di dunia maya maupun dunia nyata.

Mengenai persiapan pentas, Bung Sus mengatakan sebenarnya waktunya agak mepet. Karena berbagai kendala yang ada, praktis sampai dengan gladi resik latihan dilakukan hanya sebanyak 6 kali. Namun ia bersyukur akhirnya pementasan bisa berlangsung lancar dan sukses.

“Puji syukur kepada Tuhan pementasan bisa berjalan sukses, dan saya rasa pentas kali ini adalah kolaborasi terbesar antara anggota aktif Swaga dengan alumni. Kita pantas berbangga karenanya,” ucap Bung Sus seusai pementasan berakhir.

Sementara itu salah satu pembina Swagayugama, Dr. Novi Indrastuti, merasa bangga atau mongkog sekaligus haru karena inilah penampilan perdana Swagayugama di Kraton Yogyakarta pasca pandemi, setelah 2 tahun tidak dapat tampil di kraton karena Covid-19. Ia menyatakan pentas “Gathotkaca Lair” merupakan persembahan yang istimewa karena adanya kolaborasi antara mahasiswa anggota aktif Swagayugama dengan alumninya dalam wadah Kagama Swaga yang berdomisili di dalam maupun di luar kota Yogya.

Dosen Sastra Indonesia UGM tersebut mengatakan sinergi antara mahasiswa dan alumni ini memerlukan upaya yang tidak ringan, terutama untuk kesepakatan dalam penentuan jadwal latihan. Akan tetapi, berkat dedikasi yang tinggi, kerinduan untuk kembali berkesenian Jawa yang sangat kuat, dan semangat yang luar biasa dari alumni Swaga, masalah jadwal latihan dan pentas bisa teratasi dengan baik.

“Untuk itu, acungan jempol saya berikan kepada alumni Swaga atas keterlibatan dan dedikasinya yang luar biasa dalam pementasan. Apresiasi setinggi-tingginya juga saya sampaikan kepada mahasiswa anggota aktif Swaga sebagai ujung tombak pelestari budaya bangsa yang secara total telah mendukung suksesnya pementasan,” pungkas Dr. Novi.