Kamis (15/12/2022), bertempat di Ruang Fortakgama Humas UGM, digelar konferensi pers membahas agenda Nitilaku 2022. Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua Panitia Dies Natalis ke-73 UGM, Prof. Eni Harmayani, Sekjen PP Kagama, AAGN Ari Dwipayana, Kabid VI PP Kagama, Anak Agung Gede Putra, Ketua Panitia Nitilaku 2022, Bambang Paningron, dan sejumlah awak media.
Bambang Paningron mengatakan Nitilaku sebagai bagian dari peringatan Dies Natalis ke-73 UGM merupakan sebuah kegiatan wujud kontribusi dan bakti nyata KAGAMA bagi almamater dan bangsa. Selain itu, Nitilaku juga membagikan inspirasi dan spirit perjuangan UGM untuk berkarya dan berbakti pada bangsa.
Ia menambahkan, sejak tahun 2012 Nitilaku dipahami sebagai kegiatan kultural historis dalam bentuk pawai sebagai simbol sejarah berdirinya UGM. Berawal dari Siti Hinggil Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju UGM di Bulaksumur. Nitilaku telah bertransformasi menjadi peristiwa budaya yang terus mensinergikan potensi UGM, masyarakat, komunitas, swasta dan pemerintah, dengan menonjolkan unsur-unsur sejarah perjuangan dan kebangsaan.
“Ada hal baru dalam Nitilaku tahun ini. Kalau biasanya hanya 1 hari dengan pawai dari keraton ke kampus Bulaksumur, maka kali ini dirancang dalam tiga pola yaitu pre event, paralel event, dan highlight event,” jelas Bambang.
Bambang menambahkan, Nitilaku 2022 rangkaiannya telah dimulai sejak 3 Desember lewat instalasi bambu karya Novi Kristinawati, yang terpasang di boulevard UGM. Instalasi yang dipamerkan sampai 31 Desember itu terinspirasi dari batik Sidomukti ornamen Meru yang melambangkan keagungan, kemegahan, dan keteguhan.
Beberapa kegiatan lainnya yaitu webinar series yang telah dimulai sejak 4 Desember, parade karya seni mural, pameran lukisan, Festival Budaya Wirun, penanaman pohon serentak di beberapa kota, pasar kangen, street performance, dan malam penghargaan alumni. Seluruh kegiatan Nitilaku tersebut tersebar di beberapa lokasi, yaitu di boulevard UGM, Grha Sabha Pramana, lapangan Pancasila, hall Fakultas Filsafat, area Malioboro, dan Desa Wirun Sukoharjo.
“Nitilaku diharapkan memberikan ruang bagi civitas akademika UGM untuk berkontribusi nyata dalam pengembangan budaya dan seni, serta apresiasi pencapaian civitas UGM beserta alumninya dalam berkontribusi bagi bangsa Indonesia dan kemanusiaan,” pungkas Bambang.
Sementara itu Ari Dwipayana mengatakan, Nitilaku 2022 mengangkat tema “Merti Bumi Ambangun Nagari”. Merti Bumi di sini diartikan sebagai proses menjaga, memelihara dan mengembangkan kearifan lokal demi lestarinya kehidupan global yang lebih baik. Alumni UGM pun sudah seharusnya mengambil peran untuk Ambangun Nagari, terus menebarkan energi kebaikan kepada sesama, dengan menghindarkan diri dari sikap jumawa.
“Kagama ingin mengingatkan tentang merti bumi ambangun nagari yang merupakan filosofi Jawa, namun bermakna luas untuk Indonesia dan dunia,” ujar Ari.
Kabid VI PP Kagama, Anak Agung Gede Putra menambahkan, pelaksanaan kegiatan Nitilaku disesuaikan dengan kondisi yang terus berubah. Nitilaku tidak hanya diterjemahkan secara harafiah sebagai perjalanan perkembangan UGM dari Keraton Yogyakarta ke Bulaksumur, namun juga dimaknai sebagai perjalanan pengetahuan yang dicapai alumni UGM.
“Peran alumni UGM di masyarakat sangat banyak dan sering luput dari pengamatan, maka momentum Nitilaku merupakan saat yang tepat untuk memberi apresiasi dan mendorong peran alumni lain untuk mengambil peran migunani tumraping liyan,” ujar Anak Agung.
Peringatan dies natalis kali ini mengangkat tema “Pangan Berdaulat, Bangsa Bermartabat”, demikian kata Prof. Eni Harmayani. Tema ini diambil melihat situasi Indonesia yang kini menghadapi sejumlah isu penting di bidang pangan di tengah dilema antara pemenuhan kebutuhan pangan dan ketercukupan serta persaingan penggunaan lahan pertanian produktif untuk orientasi pembangunan
Prof. Eni menambahkan, persoalan ketahanan dan kedaulatan pangan di negara kita masih menjadi isu krusial. Jumlah produksi pangan dan pertanian yang masih ada kesenjangan antar wilayah, harga pangan yang mahal, stunting dan gizi buruk masih saja terjadi. Perguruan tinggi dengan Tridarmanya sudah seharusnya memiliki kewajiban untuk turut serta menyelesaikan persoalan tersebut.
“Berbagai persoalan di bidang pertanian itu perlu menjadi perhatian bersama jika ingin mewujudkan kedaulatan pangan. Sebab, pemenuhan pangan harus dilakukan dari tingkat hulu dan hilir, di mana bahan pangan masyarakat ke semuanya berasal dari hasil produksi sendiri,” pungkas Prof. Eni.