Penyerahan Donasi KLUB untuk Yayasan Kesejahteraan Tuna Netra Islam dan CIQAL

Mantrijeron, 16 Oktober 2019. Bapak tua itu menyambut saya di depan kediamannya di dalam kompleks SLB A Yaketunis. Saya tidak tahu persis berapa usia beliau, yang jelas sudah melampai 3/4 abad. Namun, raut wajah dan kondisi fisiknya masih gagah dan bugar. Sesegar waktu pertama kali bertemu beliau di Wanagama, tiga hari sebelumnya.

Namanya Pak Wiyoto. Pendiri sekaligus ketua Yayasan Kesejahteraan Tuna Netra Islam. Melalui yayasan ini, sejak tahun 1964 beliau mendidik dan memberdayakan anak-anak yang kurang beruntung dengan keterbatasan penglihatan mereka.

Ada dua SLB di bawah pengelolaan yayasan, di sebelah utara menginduk ke Diknas, dan satu lagi di sayap selatan di bawah naungan Kemenag. Lebih dari 50 siswa tuna netra yang tinggal dan belajar di kedua SLB itu. Tanpa dipungut bayaran. Serta belasan anak yg sekolah di sekolah umum. Beberapa mahasiswa tuna netra juga termasuk dalam bimbingan Yayasan. “Sejak berdiri, sudah lebih dari 70an anak kami yang menyelesaikan pendidikan di universitas, baik diploma, sarjana, bahkan S2”, kisah Pak Wiyoto.

Saat ini, yayasan tengah mengusahakan untuk menambah ruang asrama dengan menjadikannya dua lantai. Pengerjaan cor dak sedang dipersiapkan, menunggu ketersediaan dana. Alhamdulillah, donasi KLUB sebanyak Rp 25.000.000,00 dapay membantu mempercepat harapan Pak Wiyoto dan anak-anak asuhannya. Satu jam sudah saya ngobrol bersama beliau.

Dan tiba saat berpamitan. Salam dan ucapan terima kasih beliau titipkan untuk teman2 KLUB. Teriring doa selamat dan sukses bagi teman2 semua. Kami berpelukan sebelum berpisah, dengan mata berkaca-kaca…

Panggungharjo, 21 Oktober 2019. Motor saya berhenti di sebuah bangunan yang belum jadi. Saya menuju ruangan di sebelahnya. Telah menunggu di sana tiga serangkai pendiri CIQAL, Bu Nuning, Bu Arni dan Pak Ibnu.

Berawal dari kegalauan mereka, setelah menerima berbagai pelatihan keterampilan dari pemerintah bagi penyandang cacat, mereka tak jua berhasil memberdayakan diri mereka, untuk mandiri dan lepas dari ketergantungan. Karena, pelatihan tidak diikuti dengan penyediaan akses untuk memanfaatkan keterampilan yang sudah didapatkan. Maka mereka bertiga mendirikan CIQAL atau Center for Improving Qualified Activities In Life of People With Disabilities, sebuah lembaga non pemerintah yang bertujuan memberdayakan penyandang disabilitas.

Awalnya, mereka mencarikan akses disabel dengan pengusaha dan potential employer, untuk memberikan pelatihan lanjutan serta memberi kesempatan untuk merekrut mereka. Kini, langkah tersebut berkembang ke arah advokasi dan pendampingan disabel, agar bisa memperoleh kesetaraan dalam akses publik dan kesempatan lainnya.

Hal ini diwujudkan dalam peran sentral CIQAL merumuskan perda-perda di lima wilayah Kabupaten dan kota di DIY. Serta pendampingan bagi disabel yang acap kali menjadi korban kekerasan dan bullying, walau sangat sering kasus ini berhenti begitu saja, dan ada keengganan aparat untuk melanjutkan ke proses hukum.

“Mas, kami sangat membutuhkan bantuan, terutama psikolog untuk tetap menjaga semangat dan motivasi teman-teman. Seandainya KAGAMA bisa memfasilitasi untuk membuat program bersama kami, tentu kami akan sangat terbantu”, salah satu curhat bu Nuning, Direktur CIQAL kepada saya.

Bangunan setengah jadi di sebelah, ternyata akan difungsikan sebagai minimarket yang akan dikelola CIQAL sebagai salah satu sarana pemberdayaan disabel asuhan mereka. Dan donasi teman2 KLUB sebesar Rp. 25.000.000,00 akan mempercepat harapan Bu Nuning, Bu Arni, Pak Ibnu untuk segera melepaskan atau mengurangi ketergantungan teman2 senasib mereka terhadap orang lain.

Kami pun berpisah, saya pulang dengan membawa titipan doa dan ucapan terima kasih atas kepedulian teman2 KLUB.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*