Sabtu (10/4/2021) pukul 15.00 – 17.00 WIB, PP Kagama bersama komunitas Kagama Writing menggelar kelas menulis secara online melalui aplikasi Zoom Meetings dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube Kagama Channel. Kelas menulis seri 2 kali ini diberi judul “Menulis Opini Tanpa Pecah Ndase” menghadirkan narasumber Tulus Wijanarko, seorang wartawan senior. Acara dipandu oleh Intan Kemala Dewi sebagai moderator, serta kata sambutan disampaikan oleh Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc.Sc., Ph.D., Wasekjen PP Kagama & Staf Khusus Menteri Perhubungan.
Tulus Wijanarko memberi judul paparannya “Menulis Opini Tanpa Pecah Ndase”. Judul tersebut berangkat dari ide-ide yang muncul di kepala pada tiap individu yang terkadang sulit diungkapkan menjadi sebuah tulisan. Semua orang pernah menulis opini baik yang terpublikasi maupun tidak terpublikasi. Inti dari tulisan opini adalah pernyataan sikap dan sejumlah argumentasi dalam menanggapi sebuah peristiwa yang terjadi.
“Jadi jangan sampe dibikin mumet, menulis opini jangan sampe pecah ndase.” ujar Tulus memberikan alasan terkait judul paparannya.
Menurut Tulus, sebuah tulisan dapat dikategorikan beberapa jenis, yaitu opini, kolom, esai dan artikel lepas. Semua kategori tersebut memiliki perbedaan dalam mengungkapkan argumentasi dan penyampaian informasi yang disajikan. Sehingga, diperlukan kiat-kiat sebelum memulai sebuah tulisan, tanpa terkecuali opini. Sebelum menulis, penulis harus mengetahui minat atau passion yang akan ditulis. Menulis opini sebaiknya diarahkan pada satu hal atau bidang yang ingin dikupas sehingga penulis tersebut menjadi spesialis pada bidang tertentu. Untuk mendapatkan ide-ide dan topik yang ingin dibahas penulis dapat melakukan kebiasaan-kebiasaan untuk memperkaya tulisannya melalui memperbanyak bacaan dan literasi, rutin atau meluangkan waktu dalam mengasah keterampilan, menulis asal (free writing), serta abaikan terlebih dahulu persoalan reward berupa honor dari tulisan opini tersebut.
“Dalam menyampaikan tulisan opini, kita sebaiknya jangan tersekat pada ruang-ruang tertentu. Pada masa sekarang, berbagai platform media seperti media sosial dapat dimanfaatkan sebagai tempat menyebarkan ide atau gagasan dari tulisan kita dalam menanggapi suatu fenomena.” ungkap Tulus yang merupakan alumnus Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.
Tulus menjelaskan ada tahapan-tahapan dalam menulis opini. Menulis opini dimulai dari pemilihan ide atau sudut pandang yang ditangkap oleh penulis dalam melihat suatu fenomena atau peristiwa. Pemilihan ide atau sudut pandang tersebut dapat dilakukan dengan melihat berbagai literasi bacaan yang telah muncul dalam menanggapi fenomena / peristiwa tersebut. Dalam hal ini sudah dimulai tahapan riset yang mana mengumpulkan sumber-sumber terkait dan memilah-milah data dan informasi yang ingin dipakai disertai interpretasi awal dari penulis tersebut. Setelah riset dilakukan, penulis dapat membuat outline atau kerangkap tulisan dimulai dari apa saja yang dijabarkan hingga kesimpulan yang dihasilkan. Outline menjadi pedoman penulis dalam menulis opini.
“Opini yang telah selesai ditulis hendaknya jangan buru-buru untuk diterbitkan. Lakukan langkah penyuntingan terlebih dahulu dengan melihat berbagai komponen seperti tata bahasa, keterkaitan antar paragraf pada tulisan, dan kalimat-kalimat yang kurang sesuai dan hal-hal bersifat teknis maupun non-teknis. Setelah proses penyuntingan dengan cermat dilakukan, baru tulisan opini dapat diterbitkan baik dalam berbagi media cetak, media daring maupun media sosial. Semua tahapan tersebut otomatis akan berjalan tanpa beban. Tanpa pecah ndase! dan justru mengasyikkan.” ujar Tulus yang sekarang menjadi pengelola laman Indonesia.id, sebuah platform jurnalisme warga dibawah grup Tempo.
Tulus menjabarkan secara detail bagian-bagian dalam sebuah outline tulisan yakni dimulai dari judul yang bersifat sementara, lead outline, pokok-pokok pikiran dan argumentasi yang dijabarkan, kesimpulan serta penutup untuk mengakhiri sebuah tulisan. Ia kemudian memberi contoh membangun outline soal larangan mudik di saat lebaran.
“Misal tema yang dihadirkan soal larangan mudik lebaran. Sudut pandang yang ditangkap seperti kenapa mudik lebaran sebaiknya diperbolehkan saja. Yang kemudian dijabarkan dengan argumentasi berupa data dan informasi yang sudah didapatkan dalam riset sehingga memunculkan judul “Mudik Lebaran Jangan Dilarang”. Lead outlinenya adalah pernyataan larangan mudik dan kontra pernyataan hal tersebut. Disusun dari argumen larangan dan kontra larangan yang berisikan fakta, data, riset, kasus di lapangan, dan logika. Sehingga membentuk suatu kesimpulan dan diakhiri penutup atau rekomendasi.” demikian rinci Tulus.
Tulus menambahkan, dalam membangun satu alinea hanya berisi satu pokok pikiran. Penulis harus memperhatikan format kalimat dan menyusun kalimat secara ringkas, kurang lebih dalam 12 kata, dan menggunakan kalimat aktif. Penulis disarankan menghindari penggunaan kalimat majemuk dan memilih diksi dengan tepat serta tidak bertele-tele. Ciri-ciri tulisan efektif adalah di antaranya lugas dalam menggunakan tata bahasa yang benar, sistematis dan terangkai secara logis, menarik dan mudah dipahami, Ringkas dan mengandung semua informasi penting tanpa mengabaikan detail. Jika ada istilah dalam bahasa asing, penulis wajib memberikan penjelasan dan tidak lupa menggunakan tata bahasa yang taktis.
“Sehingga, tulisan opini dapat memenuhi kriteria layak muat dan diterbitkan. Aktual, ringkas, opini berdasarkan fakta dan data yang kuat, berbasis argumentasi, serta menghadirkan kebaruan ide yang ditawarkan dalam tulisan apalagi tulisan tersebut unik dan tajam menganalisa.” pungkas Tulus mengakhiri paparannya. [arma]
*) Materi webinar selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel: