Sabtu (20/11/2021), PP Kagama kembali menggelar webinar seri Kagama Literasi via Zoom Meeting dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube Kagama Channel. Pada seri ke-7 kali ini yang didukung oleh Paguyuban Darah Juang, acara utamanya adalah bedah buku berjudul “Antologi Puisi Darah Juang”. Ada 3 narasumber yang hadir, yaitu Arif Zulkifli (Dirut Tempo Inti Media & Anggota Dewan Pers 2019-2022), penulis Ratih Kumala, dan Afnan Malay yang merupakan mantan aktivis. Jalannya acara dipandu oleh Sri Wiyanti Eddyono dan Muthe dari tim Humas PP Kagama.
Dalam acara bedah buku tersebut, hadir bintang tamu istimewa yaitu Ganjar Pranowo dan Muhaimin Iskandar yang tampil membacakan puisi. Tampil pula beberapa tokoh pergerakan jaman dulu, seperti John Tobing, Nirwan A. Arsuka, Yayan Sopyan, Yul Amrozi, Ernawati, Nuraini, Sri Wahyuningsih dan Totok Suyanto.
Pengantar penulis disampaikan oleh FX Rudy Gunawan, selaku koordinator penyusunan antologi puisi. Rudy menceritakan proses lahirnya buku ini dipicu oleh dirinya dan mendapat respon yang luar biasa dari rekan-rekan yang tergabung dalam ‘Paguyuban Darah Juang’. Secara cepat anggota paguyuban mengirimkan puisi karya mereka.
“Puisi ini merupakan ungkapan personal dari para anggota paguyuban terkait pandemi namun tetap dalam konteks yang diperjuangkan oleh paguyuban. Kehadiran pandemi yang merubah hampir secara total tatanan kehidupan namun tetap memaksa seseorang untuk terus produktif”, ujar Rudy.
Narasumber pertama, Arif Zulkifli mengungkapkan ketidakheranannya terhadap karya yang ditulis oleh aktivis yang tergabung dalam Paguyuban Darah Juang tersebut. Arif mengutip pernyataan (alm) Arif Budiman (kakaknya Soe Hok Gie) mengatakan puisi adalah bagian dari keindahan dalam perjuangan.
Terlepas berhasil atau tidaknya suatu perjuangan, puisi sudah lahir terlebih dahulu sebagai sajak yang akan mengenang hal tersebut. Puisi yang dihadirkan dalam antologi ini sedang mengekspresikan kejujuran yang sedang dialami dan diamati oleh para penulis yang berlatar belakang aktivis tersebut.
Selanjutnya, Ratih Kumala menyampaikan rasa kagum bercampur berdebar-debar dalam membahas Antologi Puisi Darah Juang ini. Penggunaan frasa darah juang populer didengar banyak kalangan di Indonesia. Lagu Darah Juang sudah menjadi nyanyian trademark ketika demonstrasi dilakukan.
Imajinasi di kepala banyak orang, lagu darah juang menggambarkan keruntuhan rezim orde baru dan mundurnya Presiden Soeharto. Aroma dan Nada yang dihadirkan darah juang mengingatkan banyak orang dengan memori dan kenangan akan suatu peristiwa.
Afnan Malay, mantan aktivis juga penulis puisi dalam buku antologi tersebut, mengatakan banyak lagu-lagu saat demonstrasi di Indonesia, namun hanya beberapa lagu dan syair yang diucapkan dan populer hingga sekarang dalam berbagai demonstrasi di Indonesia. Darah Juang lahir dari ketidaksengajaan interaksi dalam Paguyuban Darah Juang. Tidak ada kriteria tertentu dalam Antologi Puisi Darah Juang. Kontekstual dinamika gerakan mahasiswa setiap zamannya memiliki ciri khas dan dapat menjadi inspirasi dalam berkarya termasuk dalam menghasilkan puisi.
“Setiap generasi di Indonesia memiliki tantangan tersendiri dan rintangan yang dihadapi. Problematika yang muncul memiliki perbedaan ruang dan waktu. Identifikasi masalah pun berbeda-beda. Di masa lalu, kami melawan orde baru dan zaman sekarang lawannya juga sudah berbeda”, pungkas Afnan.[arma]
*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel:
Leave a Reply