Kagama Fotografi 19: Wegig Murwonugroho Berbagi Rahasia Cara Membangkitkan Selera Sajian Makanan Lewat Teknik Fotografi

Minggu (3/10/2021), PP Kagama bersama Kagama Fotografi kembali menggelar webinar lewat Zoom Meeting. Pada webinar seri ke-19 kali ini, narasumber utama Wegig Murwonugroho berbagi rahasia teknik memotret makanan dan minuman sehingga mampu membangkitkan selera. Kata sambutan disampaikan oleh Ketua Kagama Fotografi, Adi Mustika, dan Wakil Ketua Umum II PP Kagama, Anwar Sanusi, berkenan memberikan pidato pembukaan. Jalannya acara dipandu oleh Wiwit Wijayanti dari Humas PP Kagama.

Wegig Murwonugroho

Pada awal pemaparan, Wegig Murwonugroho mencoba mempertanyakan sebenarnya dalam memotret maksud kita apa? Apakah untuk komersial, branding, atau cuma buat status sosmed. Jika hanya untuk status, tentunya kita tidak butuh kamera canggih, namun cukup pakai HP. Tapi kalau untuk komersial, tentu saja kita harus serius, dalam arti mempersiapkan alat-alatnya, memikirkan lightingnya, memperhatikan wardrobe, memilih waktu yang tepat, dll.

Tujuan kita memotret makanan selain untuk menggugah selera, juga harus mampu membuat mata lapar. Maksudnya awalnya tidak berniat pesan, begitu melihat fotonya menarik langsung pesan. Kemudian harus bisa menimbulkan emotional buying, artinya dengan hanya melihat fotonya tiba-tiba tertarik beli, meski tidak tahu namanya atau belum pernah merasakannya. Yang terakhir, sebuah foto harus mampu membangun narasi.

Selanjutnya Wegig mengatakan ada 4 tahap untuk menciptakan sebuah foto makanan yang menarik. Pertama, kita harus memahami teknis kamera, baik kamera DSLR maupun mobile phone. Dengan menguasai teknis, akan memudahkan untuk mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan.

Idealnya, memotret makanan harus tajam semua. Teknis di sini memegang peran penting untuk mewujudkannya. Untuk membuat semua obyek tajam atau hanya sebagian saja, kita harus memahami ruang ketajaman atau depth of field. Caranya dengan mengatur bukaan atau diafragma. Bukaan kecil ditandai dengan angka yang besar, seperti f 11 ke atas, akan membuat ruang ketajaman menjadi luas, sehingga hasilnya akan tajam semua. Sebaliknya, bukaan besar semisal f 5,6 ke bawah akan membikin ruang ketajaman terbatas, sehingga hanya sebagian yang tajam dan sebagian blur.

Saat pemotretan usahakan kamera ditaruh di tripod dan dihubungkan dengan laptop, serta shutter juga harus dari laptop. Tujuannya agar gambar tidak goyang, serta titik fokusnya juga tidak bergeser sedikitpun.

Selanjutnya, untuk teknis kamera kita harus paham tentang high speed, normal speed, dan slow speed. Untuk foto studio, masalah speed bukan buat menangkap gerakan, namun untuk membuat gambaran background menjadi lebih menonjol atau tidak. Kalau pingin backgroundnya menjadi lebih terang, pakailah slow speed. Sebaliknya, untuk membuat latar belakang lebih gelap, pakailah high speed.

Berikutnya, kalau kita memotret idealnya sesuai dengan mata memandang. Jenis lensa yang kita pilih akan berpengaruh kepada hasil. Mata kita jika diukur dengan lensa ekuivalen dengan 50 mm, sehingga kalau pingin mendapatkan foto yang normal ukurannya, gunakanlah lensa 50 mm. Jika ingin menonjolkan obyek sehingga nampak elegan dan dimensi latar belakang agak berbeda, gunakan lensa tele 200 mm ke atas dengan diafragma besar.

Wegig melanjutkan, setelah paham teknis kamera, berikutnya yang kedua kita harus memahami masalah lighting. Menurutnya memotret tidak harus menggunakan lampu studio. Kalau bisa memakai cahaya alam atau natural lighting ya tidak ada salahnya. Dengan catatan waktunya harus tepat, jangan terlalu siang sehingga cahaya masih belum keras. Alat bantunya berupa reflektor, sehingga ada pantulan cahaya ke produk yang dipotret.

Untuk cahaya normal, ukurannya adalah 5500° Kelvin (K). Kalau nuansanya pingin lebih cold / blueish atau kebiru-biruan, derajatnya harus dibuat kurang dari 5500° K. Sebaliknya kalau mau terlihat warm / yellowish atau kekuning-kuningan, buatlah di atas 5500° K.

Masih berhubungan dengan lighting, faktor ISO / ASA atau kepekatan sensor menangkap cahaya juga harus dipahami. Apabila ISO rendah tapi cahayanya kuat, kamera masih mampu menangkap cahaya dengan baik. Namun jika cahaya redup, maka kompensasinya ISO harus dinaikkan. Gambar masih bisa terlihat tapi biasanya timbul masalah berupa grainy. Namun terkadang ada yang mengejar efek grainy tersebut, karena terlihat unik. Pemilihan ISO yang tinggi tidak masalah, tinggal tujuannya untuk apa.

Selain natural lighting, kita juga bisa menggunakan studio lighting. Selain lampu sebagai komponen utama, ada beberapa alat bantu untuk mengoptimalkan cahaya, seperti parabola, standard reflektor, honeycomb, softbox, mini softbox, P soft, dll. Alat bantu tersebeut bisa dikombinasikan untuk mendapatkan cahaya yang tepat.

Ada beda antara flash dengan continuous lighting atau lampu yang menyala terus. Kalau continuous lighting untuk menghentikan gerakan susah.

Kemudian harga lampu bermacam-macam, ada yang murah ada yang mahal. Perbedaan harga terletak pada kecepatannya menangkap obyek yang bergerak.

Berikutnya Wegig menjelaskan tentang komposisi. Irama atau ritme sangat berperan penting di sini. Memotret makanan obyeknya tidak harus berada di tengah. Jangan takut bereksplorasi menggeser-geser obyek untuk mendapatkan keseimbangan gambar. Kemudian titik menariknya apa dan fokus di mana juga harus diperhatikan.

Lalu, mengeksplorasi angel atau sudut pandang yang dipadukan dengan ritme juga penting. Selain itu trik-trik tertentu juga diperlukan untuk memunculkan emotional buying.

Tahap terakhir untuk mendapatkan foto makanan & minuman menarik yaitu memakai berbagai trik dipadukan dengan imaginasi. Peralatan atau aksesoris tertentu bisa dipergunakan untuk menyiasati kendala yang ada.

*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel:

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*