Kagama DIY Bahas Gerakan Zero Sampah Anorganik di Acara “Kawruh” Pro 4 RRI Jogja

Oleh: Humas Kagama DIY

Pengda Kagama DIY kembali dipercaya mengisi acara “Kawruh” RRI Pro 4 FM Jogja, Senin (10/4/2023). Hadir sebagai narasumber mewakili Kagama DIY adalah Agus Hartono dari Bidang Kajian dan Pengabdian Masyarakat, yang memberikan materi tentang gerakan zero sampah anorganik atau jenis sampah yang sulit atau tidak bisa didaur ulang secara alamiah. Siaran yang berlangsung sekitar 1 jam itu dipandu oleh Titik Rengganis, penyiar Pro 4 RRI Jogja.

Pada awal pembahasan, Agus Hartono memberikan kronologis TPA Piyungan yang semakin lama semakin overload atau semakin tidak mampu lagi menerima beban sampah yang volumenya memang semakin membesar. Sehingga lahirlah kebijakan Pemda DIY yang membatasi hanya sampah organik yang bisa masuk ke TPA Piyungan. Hal itu diperkuat dengan adanya Surat Edaran (SE) Walikota Yogyakarta Nomor 660/6123/SE/2022 tentang gerakan zero sampah anorganik.

“Adanya perubahan nama dari semula TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) menjadi TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) menjadi kurang pas karena keduanya berbeda. TPA adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan, sedangkan TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir,” jelas Agus.

Agus melanjutkan, volume sampah yang terus meningkat mengakibatkan zona transisi yang barusan selesai dibangun dan difungsikan seluas 2,1 hektar sudah hampir penuh. Realitanya sampah yang masuk ke TPA Piyungan masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, ketika belum ada gerakan zero sampah anorganik.

Agus mempertanyakan seberapa efektif gerakan zero sampah anorganik di Yogyakarta? Karena dari kondisi existing sampah yang masuk ke TPA Piyungan gerakan ini masih sebatas slogan dan belum efektif. Kecuali pemilahan dari sumbernya (rumah tangga), gerakan zero sampah anorganik akan efektif bila pemerintah termasuk Pemda DIY dan Pemkot Yogyakarta benar-benar serius melakukan penataan ulang persampahan sejak dari industri (pabrik) dan distribusinya.

“Pengelolaan sampah adalah upaya sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah mesti dimaknai bahwa pengurangan atau reduce adalah sebelum adanya sampah. Dan penanganan mesti diarahkan atau bahkan diganti dengan istilah pemanfaatan,” tegas Agus.

Agus melanjutkan, pemilahan sampah dari sumbernya mesti dilakukan dengan cara-cara edukasi atau pendidikan yang sifatnya long life education sejak anak-anak dengan sasaran keluarga atau bertumpu pada keluarga. Menurutnya, sosialisasi yang selama ini dilakukan tidak cukup. Dari sisi sosiologis maupun kultural, masyarakat kita membutuhkan tauladan, panutan atau contoh yang baik karena itu Pemda DIY dan Pemkot Yogyakarta mesti memenuhi kewajibannya dalam pengelolaan sampah seperti diamanatkan UU no 18 tahun 2008.

“Penegakan hukum terkait dengan pengelolaan sampah mesti benar-benar dijalankan. Karena dari realitas selama ini bahwa munculnya permasalahan sampah diawali dari adanya pelanggaran,” pungkas Agus mengakhiri pemaparannya.