
Oleh : Galeh Primadani
Kupang, 1 November 2025 — Kagamahut Nusa Tenggara Timur kembali menggelar Selasar (Sharing Ilmu Sesarengan) sebagai forum pengetahuan yang merangkul para rimbawan dari berbagai pulau besar di NTT. Dengan sebaran geografis yang luas—meliputi Flores, Sumba, Timor, Alor, dan gugusan pulau lain—kegiatan ini dirancang secara hybrid untuk memastikan akses dan partisipasi yang setara bagi seluruh anggota. Sesi luring dipusatkan di Balai BP2SDM Wilayah VII, sementara peserta dari berbagai kabupaten mengikuti secara daring melalui Zoom Meeting.
Pada edisi kali ini, Selasar Kagamahut NTT mengangkat tema “Pesawat Udara Tanpa Awak dalam Pengelolaan Kawasan Hutan.” Tema ini dipilih sebagai respons atas perkembangan teknologi kehutanan yang semakin relevan di tengah percepatan perubahan bentang lanskap, tekanan terhadap sumber daya alam, serta tuntutan tata kelola hutan yang lebih transparan dan berbasis data. Acara menghadirkan FX Desy Ari Sasongko dari Balai P2SDM Wilayah VII sebagai narasumber utama, dengan Pinka Astikadewi bertindak sebagai moderator.

Dalam pemaparannya, narasumber menekankan bahwa drone bukan sekadar alat dokumentasi visual, tetapi instrumen strategis dalam decision support system sektor kehutanan. Teknologi ini dapat mengatasi keterbatasan pemantauan lapangan, memetakan tutupan lahan secara lebih presisi, mendeteksi aktivitas ilegal, serta mendukung perencanaan rehabilitasi dan penanganan bencana kebakaran hutan. Dengan kapasitas pemantauan cepat dan berbasis citra real-time, drone membuka jalan bagi tata kelola kawasan hutan yang lebih adaptif, responsif, dan akuntabel.
Lebih jauh, diskusi juga menyinggung isu-isu kritis yang selama ini menjadi tantangan pengelolaan hutan di wilayah timur Indonesia, termasuk fragmentasi kawasan hutan, aksesibilitas rendah, data spasial yang tidak selalu mutakhir, serta keterbatasan teknis di tingkat tapak. Teknologi drone, dalam konteks ini, dinilai dapat menjembatani kesenjangan antara kebutuhan data lapangan dan kemampuan institusional untuk mengumpulkannya. Namun, pemanfaatannya tetap membutuhkan kerangka etis, penguatan kapasitas, serta sistem pengawasan yang jelas agar teknologi tidak menjadi sekadar alat, melainkan bagian dari transformasi tata kelola.

Format hybrid yang digunakan dalam kegiatan ini memungkinkan diskusi berlangsung luas dan inklusif. Rimbawan dari berbagai kabupaten menyampaikan pengalaman mereka mengenai tantangan teknis pemetaan hutan, dinamika sosial di lapangan, hingga urgensi peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Pertemuan ini sekaligus memperkuat jejaring guyub rukun Kagamahut NTT, menciptakan ruang pikir kritis yang dibangun atas semangat kebersamaan, kesetaraan pengetahuan, dan paseduluran lintas pulau.
Kegiatan berlangsung pada Sabtu, 1 November 2025 pukul 10.00 WITA, dan diikuti oleh peserta baik secara daring maupun luring. Melalui penyelenggaraan Selasar ini, Kagamahut NTT berharap para rimbawan memiliki perspektif baru tentang pentingnya inovasi teknologi dalam pengelolaan hutan serta semakin siap menghadapi dinamika kebijakan kehutanan yang terus berkembang—baik dalam konteks nasional maupun global.
Sebagai bagian dari rumah besar Rimbawan Bulaksumur, Kagamahut NTT menegaskan komitmennya untuk terus menghadirkan ruang belajar kritis, membangun kapasitas, serta menjaga keberlanjutan hutan sebagai fondasi ekologis, sosial, dan politik bagi masa depan Nusa Tenggara Timur dan Indonesia.