Kagama Parenting Ajak Orang Tua Bentuk Karakter dan Asah 10 Kecerdasan Anak Sejak Dini

Oleh: Humas Kagama Parenting

Kagama Parenting diundang Yayasan Literasi Desa Tumbuh sebagai pembicara dalam seminar seputar pengasuhan anak bertempat di aula yayasan tersebut, di Desa Tumbuh, Moyudan, Sleman, Senin (30/12). Kagama Parenting mengusung tema “Pembentukan Karakter dan Mengasah 10 Kecerdasan Sejak Usia Dini”, dan mengirimkan dua wakilnya sebagai narasumber, yaitu Rahayu Wijayanti dan Unggul Adri. Mereka berdua memaparkan berbagai materi penting terkait perkembangan anak.

Yayasan Literasi Desa Tumbu didirikan oleh Noor Huda Ismail, seorang penulis dan pembuat film yang juga aktif membantu para mantan pelaku yang terpapar radikalisme. Melalui yayasan tersebut, ia tidak hanya ingin memberi kesempatan bagi mereka untuk membangun kehidupan yang lebih baik, tetapi juga mendorong masyarakat agar lebih melek literasi dan memahami berbagai permasalahan sosial terkini.

“Yayasan kami terbuka bagi siapa saja untuk berkreasi, berimajinasi, dan memperluas wawasan,” ucap Noor Huda dalam kata sambutannya.

Seminar berlangsung interaktif dengan banyak pertanyaan seputar pola asuh yang menekankan 10 kecerdasan anak. Para peserta diajak untuk tegas dan berani menghindari orang-orang yang merugikan atau toxic people, sekaligus memahami beragam tipe belajar anak, baik auditori, visual, maupun kinestetik. Tak hanya itu, masalah judol (julukan negatif), pola asuh jarak jauh bagi pasangan yang berjauhan, serta cara mengurai inner child yang terluka dan memaafkan masa lalu, turut dibahas juga secara mendalam.

Rahayu Wijayanti, akrab disapa Yanti, menyampaikan topik utama tentang pentingnya membiasakan anak membaca sejak usia dini. Menurutnya, membaca buku secara rutin akan memperkaya imajinasi, meningkatkan kreativitas, serta memperkuat sinapsis-sinapsis otak.

“Dengan begitu, anak lebih mudah membedakan hal baik dan buruk, belajar sopan santun, serta memenuhi rasa ingin tahunya dengan lebih konstruktif,” tuturnya.

Yanti secara khusus menyoroti dampak negatif penggunaan gawai atau gadget secara berlebihan. Menurutnya, terlalu banyak paparan gawai dapat menyebabkan brain rot, kondisi di mana otak seakan “membusuk” karena terlalu banyak menerima informasi tanpa ada proses fokus dan refleksi memadai.

“Oleh sebab itu, kami mengajak para orang tua untuk memberikan alternatif aktivitas lain seperti membaca, menari, bernyanyi, olahraga, atau melakukan kegiatan positif lain yang dapat menstimulasi tumbuh kembang anak,” ujarnya.

Yanti menambahkan, selain pemahaman teknis terkait pengasuhan, ia juga menekankan pentingnya bersikap terbuka dalam menerima perbedaan. Ia mengingatkan peserta agar tidak merasa paling benar lalu menghujat yang berbeda pendapat.

“Sikap empati, simpati, dan rasa kemanusiaan yang tinggi diharapkan dapat tumbuh seiring meningkatnya literasi dan pengetahuan masyarakat,” pungkasnya.

Sementara itu, pada sesi akhir, Unggul Adri mengingatkan bahwa anak bukanlah “orang dewasa berbentuk kecil,” melainkan pribadi yang tengah tumbuh dengan rasa ingin tahu yang besar. Ia menghimbau orang tua untuk tidak sering membentak, karena hal itu dapat menghambat perkembangan sel-sel otak anak. Menurutnya, sebaiknya nasihat diberikan secara sabar, logis, tidak bertele-tele, dan menggunakan kalimat sederhana.

“Harapannya, pola asuh yang tepat dapat membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang kreatif, mandiri, dan berwawasan luas,” tuturnya.