Farid Akram, Kagama Muda yang Sukses Berbisnis Kambing dan Domba

Banyak orang yang pekerjaannya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Hal itu juga yang terjadi kepada Muhammad Farid Akram, alumnus Fakultas Teknologi Pertanian angkatan 2016. Saat kuliah dulu ia mempelajari ilmu mekanisasi pertanian, namun siapa sangka akhirnya sekarang ia menggeluti bisnis kambing dan domba.

Kepada kagama.id yang mewawancarai di tempat usahanya, Farid mengatakan memang benar pekerjaan yang digelutinya saat ini sangat berbeda dengan background pendidikannya di bangku kuliah. Namun sebenarnya urusan perkambingan bukan dunia baru baginya, karena sejak awal ia menempuh kuliah, orang tuanya sudah merintis usaha peternakan kambing di kampung halamannya, Brosot, Galuh, Kulonprogo.

Farid sedang memberi pakan ternak-ternaknya

Di sela-sela waktu kuliahnya, Farid ikut membantu ayahnya mengurusi kambing-kambing piaraannya. Hal itu dilakukannya sampai ia menamatkan studinya.

Seusai diwisuda November 2020, dengan berbagai pertimbangan Farid sebenarnya tidak tertarik untuk melamar pekerjaan. Tapi saat itu ada lowongan di bagian marketing pada sebuah bank swasta di Yogyakarta. Ia iseng-iseng melamar dan diterima. Namun rupanya hanya seminggu ia mampu bertahan.

“Saya tidak betah karena saya tidak biasa terikat jam kerja,” kenang Farid sambil tertawa.

Selanjutnya Farid masih meneruskan membantu peternakan kambing ayahnya. Selain itu ia juga mencoba menjadi supplier kambing dari Sumatera dan Jawa Barat. Seingatnya waktu itu per minggu ia bisa menyalurkan rata-rata 2 truk dengan total 300 ekor kambing.

Meski usahanya sudah lumayan meningkat, tapi bagi Farid hal itu masih dirasa kurang. Pikirnya, harus ada terobosan baru untuk kemajuan usahanya.

Proses pemerahan susu

Kebetulan akhir tahun 2020 ada penawaran oper kontrak bekas usaha peternakan kambing pada lahan seluas 1.500 m2 di wilayah Dusun Mriyan, Kal. Margomulyo, Seyegan, Sleman. Tidak perlu berpikir lama, Farid dengan gesit melakukan take over lewat pembiayaan KUR dari BNI. Jadilah ia sebagai penyewa yang berhak mengelola lahan sampai tahun 2030.

“Maka awal tahun 2021 lahirlah sebuah usaha bernama Goatday, yang artinya berurusan dengan kambing setiap hari. Sejak saat itu saya mulai lebih serius mengelola usaha saya,” tutur Farid.

Farid mengawali langkah besarnya dengan memindahkan seluruh kambingnya dari Brosot ke Margomulyo. Sedangkan bekas kandang kambing di Brosot dialihfungsikan menjadi pabrik pakan ternak. Lalu, dana KUR yang masih ada sisa setelah buat membayar sewa lahan, dipergunakannya untuk membeli 20 ekor kambing perah dan domba potong.

Pelan-pelan Farid mulai mengembangkan Goatday. Otaknya setiap hari memikirkan bagaimana usahanya terus membesar. Ia melakukan berbagai strategi cerdas yang ujungnya menghasilkan lebih banyak laba.

Seperti misalnya, dulu ia hanya menjadi supplier kemudian melakukan breeding atau pengembangbiakan sendiri. Lalu, berawal dari usaha penggemukan yang hasilnya dijual berupa kambing hidup ke warung-warung sate, selanjutnya dibuat divisi penyembelihan sendiri serta menjualnya dalam wujud daging segar atau kambing guling untuk pesanan tertentu semisal aqiqah.

Kemudian Farid mulai berpikir networking menjadi bagian penting yang harus dilakukannya. Mulailah ia memperkenalkan program kemitraan untuk 3 jenis usaha, yaitu penggemukan, breeding, dan jualan pakan.

Pengoplosan pakan ternak

“Saat ini ada 4 mitra penggemukan yang tersebar di wilayah Sleman, Kulonprogo, dan Bantul. Lalu, kemitraan breeding hanya buat mereka yang maksimal punya kambing 6 ekor. Dan kemitraan pakan dijual ke kalangan sendiri dengan semuanya sama-sama diuntungkan,” jelas Farid.

Menyemangati teman-teman yang barangkali tertarik mengikuti jejaknya, Farid menyatakan usaha peternakan kambing dan domba tidaklah susah, serta menghasilkan cuan yang lumayan besar khususnya dari kambing perah. Ia memberi contoh, usahanya Goatday mampu memproduksi susu segar 35 liter per hari, yang hasilnya dijual secara eceran atau disetor ke pabrik. Lalu, dari sektor breeding bisa menjual kambing bunting sekitar 30 ekor per bulan.

Menurutnya, kebutuhan daging kambing untuk wilayah DIY sangat tinggi. Jadi permintaannya akan selalu ada, yang terbagi menjadi 2 yaitu untuk umum dan acara-acara keagamaaan. Untuk Goatday sendiri sehari rata-rata bisa menjual 3 kambing untuk warung sate, kambing guling, dan aqiqah.

“Permintaan kambing potong akan semakin meningkat ketika Hari Raya Idul Adha tiba. Untuk tahun ini Goatday berhasil menjual kurang lebih 100 ekor. Lalu penjualan di tempat mitra yang membantu memasarkan, seperti di Giwangan, Maguwo, dan Seturan juga lumayan tinggi,” ujar Farid.

Pemeriksaan USG

Ia melanjutkan, selain menjual produk susu segar kambing Ettawa dan Sapera, dan kambing potong, Goatday juga menjual produk sampingan berupa air kencing dan kotoran kambing (srintil), sebagai bahan pembuatan pupuk. Lalu, Goatday juga melayani jasa USG untuk memeriksa kehamilan kambing atau mengecek kondisi kesehatannya. Semua itu menurut Farid juga mendatangkan penghasilan yang tidak sedikit.

Namun menurut Farid yang paling penting dalam menekuni semua pekerjaan adalah passion atau kecintaan kita terhadap pekerjaan yang kita geluti. Tanpa itu semua hanyalah akan menjadi beban dan kewajiban yang pasti dirasa memberatkan.

“Kalau saya pribadi sangat enjoy ngurusi ternak kambing. Saya merasa bahagia melihat ternak-ternak saya gemuk dan sehat-sehat, senang saat memberi makan, dan suka melihat proses persalinan bayi kambing,” ucap Farid sambil tersenyum.

Maka kepada orang-orang yang berkonsultasi kepadanya sebelum memulai beternak kambing, Farid juga memberi tahu segala resikonya, bukan hanya yang manis-manis saja. Yang pertama, memelihara makhluk hidup pasti ada resiko kena penyakit yang bisa berujung pada kematian.

Yang kedua, kerja sama bisnis dengan mitra tidak selalu berlangsung mulus. Terkadang ada yang nakal dan berujung penipuan. Farid mengaku sudah 2 kali ia tertipu oleh mitranya dalam jumlah nominal yang lumayan besar, dan kasusnya saat ini sedang memasuki tahap sidang pengadilan.

Pengalaman pahit yang dialaminya alih-alih menjadikannya kapok bermitra, justru ke depannya Farid punya impian semakin memperbanyak jenis-jenis kemitraan dan jumlah mitra. Ia punya rencana akan menciptakan kemitraan pertanian dan peternakan yang terintegrasi. Dalam bayangannya di hulu akan menggandeng petani untuk memproduksi pakan ternak, sehingga tidak hanya mengandalkan pabrik pakannya yang berada di Kuloprogo.

Karena jumlah produksi susu segarnya termasuk melimpah, Farid punya bayangan akan mendirikan pabrik susu bubuk sendiri. Selain itu, sedikit anti mainstream ia juga akan melakukan sebuah terobosan yang menarik, yaitu membikin sabun dari susu kambing. Melihat modal yang dibutuhkan pasti besar, bisa jadi ia akan menggandeng investor sebagai mitra untuk mewujudkannya.

Untuk lebih mendekatkan produknya kepada end user, Farid punya cita-cita membuat divisi warung sate kambing dan catering. Tentu saja apabila terjadi hilirisasi, produk dagingnya pasti akan tertampung, dan tentu saja semakin memangkas biaya distribusi, yang pada ujungnya meningkatkan laba.

Kandang kambing yang bersih dan tidak bau

Di ujung wawancara, Farid menitipkan pesan bahwa visi utama Goatday yang harus tonjolkan adalah “ora ngingu ternak tapi ngingu peternak”. Maksudnya bikin kemitraan untuk peternak agar mereka terjamin keuntungan dan kesejahterannya. Yang awalnya beternak hanya sekedar hobi, diharapkan selanjutnya meningkat menjadi sumber penghasilan utama.

“Dengan kemitraan yang ada, diharapkan semuanya diuntungkan. Baik untuk peternaknya sendiri, pengusaha pakan, dan pengusaha olahan ternak. Semuanya sejahtera semuanya bahagia,” ucap Farid mengakhiri wawancaranya.