Dalam rangka ikut meriahkan event Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2023, komunitas Kagama Teater (Kater) menampilkan pentas teater rakyat dalam format pembacaan lakon atau dramatic reading berjudul “Adeging Astana Girigondo” di kompleks pemakaman Girigondo, Kaligintung, Kec. Temon, Kulonprogo, Minggu (8/10). Kater tidak tampil sendirian, namun berkolaborasi dengan ibu-ibu Kagama pecinta seni tari yang tergabung dalam komunitas “Sajiwa”, dan komunitas gejog lesung lokal bernama “Laras Kenongo”, sebagai pengiring pentas.
Penyerahan bibit secara simbolis, diberikan ketua Kagama Teater kepada sesepuh desa, H. Wasiludin
Sebelum pentas pembacaan lakon dimulai, di pagi harinya dilaksanakan kegiatan wisata sejarah lokal yang dipandu oleh Komandan PK4L UGM yang juga merupakan anggota Kater, Kombes Pol. (Purn.) Arif Nurcahyo sang kreator “Wayang Kombes” dengan membawa properti wayangnya. Ia dalam tugasnya didampingi oleh Dimas & Diajeng Kulonprogo, serta dibantu narasumber warga lokal yang paham sejarah kampungnya.
Pesertanya adalah adik-adik Pramuka kelas 4-6 dari SD Negeri Trukan, Kaligintung. Mereka diajak keliling ke 3 lokasi, yaitu makam Girigondo, buk renteng, dan makam Syekh Dal Mudal.
Ada yang sangat menarik pada kegiatan tersebut, yaitu terselip pesan kepedulian pada kelestarian lingkungan hidup. Pada setiap lokasi yang dituju, dilakukan penanaman bibit pohon bodhi dan bibit buah oleh adik-adik peserta wisata sejarah.
Pencetus ide penanaman pohon, Arif Nurcahyo mengatakan, 3 pohon bodhi yang ditanam di Girigondo, bibitnya berasal dari lingkungan kampus UGM. Pohon indukannya berada tepat di sebelah utara gedung pusat UGM, yang dulu ditanam langsung oleh Presiden Soekarno.
“Pohon bodhi yang berasal dari India konon menjadi tempat Sang Budha mencapai pencerahan. Jadi secara filosofi pohon tersebut menonjolkan simbol kebijaksanaan,” jelas pria yang akrab disapa Yoyok itu.
Adapun kenapa yang ditanam jumlahnya 3, Yoyok menjelaskan secara simbolis mewakili 3 pilar UGM yaitu kraton, kampus, dan kampung. Kraton selaku representasi pemerintah sebagai penentu kebijakan, kampus dengan akademisinya yang merupakan sumber kecerdasan, dan kampung mewakili masyarakat sebagai pemetik manfaat.
Yoyok berharap, alumni UGM sebisanya ikut menggaungkan pilar kraton – kampus – kampung. Sesuai slogannya ‘mengakar kuat dan menjulang tinggi’, UGM seharusnya mengakar kuat dengan gerakan kebudayaan lewat gelaran kesenian dan sebagainya.
“Untuk itulah kami menghadirkan pentas teater rakyat di kampung Girigondo ini tak lain adalah representasi dari hal itu,” pungkas Yoyok.
Sementara itu, Ketua Kagama Teater, Patah Ansori mengatakan, terinspirasi dari ide brilian yang digagas Yoyok, lewat panitia FKY ia kemudian mengajukan permohonan bantuan sumbangan bibit buah-buahan kepada Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo (BPDAS SOP). Pikirnya, tanaman buah selain berfungsi sebagai perindang, sekaligus juga kelak hasilnya bisa bermanfaat secara ekonomis bagi warga.
Ternyata permohonannya langsung disetujui oleh BPDAS SOP. Lembaga di bawah Ditjen PDASHL, KLHK RI tersebut menyumbang sejumlah 100 bibit buah-buahan, yang terdiri dari 50 bibit sawo dan 50 bibit nangka. Di akhir acara pentas, bibit habis dibagikan kepada warga yang bersedia merawat di lahannya masing-masing.
Patah mengaku puas dengan event yang dihelat Kater bersama para pendukung lainnya di Girigondo. Selain misi memberdayakan seni budaya lokal tercapai, mereka juga meninggalkan warisan atau legacy berupa bibit tanaman buah yang diharapkan membawa manfaat bagi warga.
“Terima kasih tak terhingga kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga seluruh rangkaian acara bisa berlangsung lancar dan sukses. Khususnya kepada pihak BPDAS SOP yang telah mendukung misi kepedulian kami kepada lingkungan, dengan menyumbangkan 100 bibit tanaman buah,” ujar Patah.