Masih dalam rangkaian menuju puncak acara Musyawarah Daerah yang akan dihelat hari Sabtu 19 November 2022), Kagama Pengda DIY menggelar serasehan bertema “Kepemimpinan Masa Depan Berbasis Kearifan Lokal” di Pendopo Wisma Kagama, Sabtu (5/11/2022). Serasehan berlangsung secara khidmat, dihadiri oleh sekitar 50 orang pengurus dan anggota Kagama DIY. Turut hadir pula Prof. Paripurna P. Sugardha dan Wakil Rektor Dr. Arie Sudjito yang sekaligus berkenan memberikan kata sambutan.
Serasehan menghadirkan tiga orang pemateri yaitu Dr. Aris Wahyudi, M.Hum., Dr. Tri Kuntoro Priyambodo, M.Sc., dan Ir. Gunung Radjiman, M.Sc. Jalannya acara dimoderatori oleh Patah Ansori.
Tema tersebut dipilih karena memang kearifan lokal kita banyak mengajarkan konsep kepemimpinan, khususnya konsep hastha brata. Konsep tersebut berasal dari bahasa sansekerta, hastha artinya delapan dan brata adalah perilaku atau tindakan mengendalikan diri. Jadi konsep hastha brata mengandung 8 unsur yang memberikan arti karakteristik ideal seorang pemimpin, yaitu bumi (bantala), lautan (samudera), matahari (surya), bulan (candra), bintang (kartika), angin (samirana). awan (mega), dan api (dahana), yang masing-masing memiliki watak atau kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dengan demikian sosok seorang pemimpin masa depan yang ideal, diharapkan bisa sesuai dengan konsep filosofi watak hastha brata tersebut, sehingga Indonesia yang dipimpin oleh seorang berwatak hastha brata dapat berjalan sesuai dengan cita-cita para pejuang kemerdekaan yang berdasarkan Pancasila.
Di samping itu filosofi hastha brata dapat dipakai sebagai sumber energi terbarukan untuk masa depan yang masing-masing sumber energi tersebut memiliki makna sifat perilaku para pengembang energi yang bersangkutan untuk melayani energi bagi negara. Sedangkan bagi anggota Kagama, diharapkan senantiasa menumbuhkembangkan tata laku dan tata kegiatan kautaman yang selalu menimba pada tata laku batin Mahapatih Gadjah Mada. Dengan demikian sebagai pegangan calon pemimpin masa depan dapat memanfaatkan “Asta Dasa Kautamaning Prabu” atau atau 18 watak kenegarawan Gadjah Mada sebagai acuan langkah tata laku – tata pikir – tata hati dalam implementasinya. DIharapkan siapapun pemimpin masa depan Indonesia dan masyarakat yang dipimpinnya akan dapat menerima warisan watak Gadjah Mada tersebut, untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan NKRI.
Pemateri pertama, Dr. Aris Wahyudi menyampaikan pemikirannya berjudul “Hastha Brata Hanyakrawati”. Menurutnya seorang pemimpin adalah impian semua orang, namun kenyataannya tidak mudah untuk mengelola sebuah institusi, baik yang besar maupun kecil. Semua itu dibutuhkan modal sosial yang tidak ringan.
Dalam era demokrasi, pemimpin adalah tokoh sentral yang wicaksana, rela dicaci maupun dipuji. Untuk itu dibutuhkan modal karakter dan kepribadian yang kuat. Sejarah telah mencatat lahirnya para pahlawan dari sistem ketatanegraan sehingga bangsa kita mampu menguasai wilayah Nusantara.
Masa kejayaan Singosari dan Majapahit adalah bukti sejarah bahwa bangsa ini pernah memiliki pemimpin-pemimpin besar. Konsep-konsep kepemimpinannya tercatat dalam karya sastra dan seni pertunjukan. Salah satu di antaranya adalah sastra pedalangan dan pewayangan.
Dalam lakon pewayangan sering dijumpai munculnya ‘wahyu kedaton’. Selain itu wayang juga mengandung tuntunan, tatatan, dan ajaran-ajaran tentang watak, karakter, perilaku, dan jiwa pemimpin sejati ‘gung binathara’, yang hanya bisa ditempuh melalui hambeg hastha brata, hambaudendha, dan hanyakrawati.
“Inilah mutiara-mutiara kearifan lokal yang perlu digali dan dihayati oleh generasi muda calon pemimpin masa depan,” pungkas Dr. Aris.
Pemateri kedua, Dr. Tri Kuntoro Priyambodo menyampaikan materinya berjudul “Hastha Brata sebagai Konsep Energi”. Menurutnya, pemikiran para wasis dan waskita pada masa lalu ternyata memang terbukti sangat futuristik. Pemikiran-pemikiran tersebut kemudian dituangkan dalam naskah sastra yang dikemas dalam simbol-simbol unsur alam agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat.
Pandangan para winasis terhadap kriteria dan karakter pemimpin tersebut dituangkan dalam hastha brata. Ternyata unsur alam yang diidentifikasi perlu dikembangkan agar memberikan panduan dan arah untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan.
Bagi generasi intelektual muda, Dr. Kuntoro mengajak mempelajari dan mengimplemetasikannya untuk mengeksplorasi unsur-unsur alam sebagai sumber daya energi masa depan, seperti pemanfaatan energi tenaga surya, tenaga air, tenaga angin, tenaga gelombang samudera, memanfaatkan tanah seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil maksimal bagi kesejahteraan manusia, dsb.
“Inilah tantangan zaman masa depan yang digali dan dikaji dari kearifan lokal nenek moyang kita,” ucap Dr. Kuntoro mengakhiri presentasinya.
Pemateri terakhir, Ir. Gunung Radjiman menyampaikan makalahnya berjudul “Asta Dasa Kautamaning Prabu Mahapatih Gadjah Mada”. Ia mengatakan yang merasa sebagai generasi penerus hendaknya memiliki tanggung jawab mengembangkan nilai luhur budaya bangsa, guna mendorong dan menampung perkembangan yang positif, dengan tetap mendasarkan diri pada nilai kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia yang berbasis pada ke-UGM-an dan ke-Kagama-an.
Ir. Gunung berharap sebagai anggota Kagama selayaknya bisa menjadi pemimpin masa depan yang mampu mewarisi serta melestarikan jiwa kepemimpinan dan kenegarawanan Gadjah Mada. Semua itu agar kita bisa melaksanakan pembangunan bangsa untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia.
“Siapapun yang menempa dirinya untuk menjadi pemimpin masa depan perlu melihat ke belakang menjadikan upaya introspeksi diri untuk dapat senantiasa mempertahankan jati diri bangsa di tengah arus globalisasi. Menegakkan kemajuan kehidupan guna upaya mencapai manusia Indonesia yang berkualitas atas meresapnya warisan jiwa Sumpah Palapa Mahapatih Gadjah Mada,” pungkas Ir. Gunung.
Yang menarik dari acara serasehan tersebut adalah ditampilkannya Tari Gambyong oleh Komunitas Seni Budaya Kagama DIY. Delapan penari wanita cantik berkebaya hijau begitu anggun mempersembahkan tarian di pembukaan acara, dan mendapatkan sambutan yang meriah dari para hadirin.
“Kita tampilkan Tari Gambyong sebagai bukti kepedulian Kagama DIY pada kebudayaan adiluhung Nusantara. Jika bukan kita sendiri, maka siapa lagi yang akan melestarikannya,” ujar Suharyoso, M.Sn., salah satu sesepuh Kagama DIY.