Oleh: Sitawati Ken Utami
Bu Susi dari divisi keuangan datang ke ruang Bu Jeni, manajer HRD. Dia mengeluhkan sikap dan perilaku Bu Ana di divisi marketing karena terkesan Bu Ana mendominasi program kegiatan launching produk baru dan tidak melibatkan divisi yang lain. Padahal program itu merupakan program yang pasti akan berdampak pada semua divisi. Selain itu Bu Susi juga mengeluhkan ibu direktur yang cenderung otoriter dan terkesan mengistimewakan anak buah yang dekat dengannya. Bu Susi minta pendapat bagaimana mengatasi hal ini. Sebagai manajer HRD, tentu dibutuhkan kemampuan untuk menganalisa sebenarnya masalah ada di mana, siapa yang memiliki pendapat lebih baik sehingga yang lain mau menyetujui usulan tersebut. Ibu Jeni pun tidak bisa memihak kepada salah satunya karena secara pribadi dia tidak memiliki persoalan. Demikian juga secara organisasi.
Itulah kenyataan yang sering terjadi di dalam suatu perusahaan. Dalam sebuah organisasi tidak bisa dihindari pasti ada konflik. Ada perbedaan pendapat antara suatu divisi dengan divisi lain, antara manajer yang satu dengan manajer yang lain, antara atasan dengan bawahan. Nah, para pemegang jabatan di bagian HRD selalu harus berada di posisi tengah. netral dan tidak berpihak. Mereka dituntut mewakili manajemen dan juga pegawai sekaligus. Banyak persoalan yang dilimpahkan kepada bagian HRD. Ibaratnya sudah seperti penampungan sampah persoalan organisasi. Posisi netral itu bukan posisi yang mudah. Perlu kemampuan menjembantani antara kedua belah pihak yang berseberangan atau berbeda pendapat. Perlu keberanian untuk berbicara apa adanya, namun dirasakan nyaman dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Tentu saja kunci dari penyelesaian kedua belah pihak adalah KOMUNIKASI.
Segala cara, bentuk, dan media komunikasi bisa digunakan unuk mencapai tujuan tersebut. Sangat kondisional tergantung karakter dan kapasitas personil yang dimediasi. Jangan sampai justru sebagai orang HRD malah terlibat dalam konflik tersebut atau malah tidak dianggap sama sekali. Dalam hal mencapai tujuan mediasi, perlu kedewasaan dalam menerima keluhan dan masukan, kemampuan mengurai pangkal persoalan sekaligus kewibawaan untuk didengarkan oleh pihak manapun. Sedangkan sebagai penengah, sebenarnya manajer HRD ataupun jabatan semacamnya terkadang memiliki benturan komunikasi juga seperti yang lain.
Ketika menjalankan tugas sebagai mediator, ada hal-hal yang perlu diperhatikan agar supaya proses tersebut dapat berjalan dengan lancar dan diterima berbagai pihak :
- Ketika mendengarkan keluhan dari satu pihak usahakan tidak ikut memperuncing dengan menambah keluhan yang memberatkan pihak yang lain. Cukup hanya bersikap menampung keluhan saja.
- Berikan gambaran umum tentang dampak suatu usulan atau keputusan dari siapapun terhadap kepentingan yang lebih luas yakni kepentingan organisasi. Bukan hanya kepentingan perseorangan saja.
- Carilah waktu yang tepat dengan suasana hati yang tenang dari masing masing pihak untuk menyampaikan suatu keluhan atau usulan yang dianggap tidak menyenangkan
- Bila memungkinkan mencari tempat yang netral tidak di tempat salah satu pihak yang bertikai dan mampu mencairkan suasana dengan adanya tempat yang terbuka
Seringkali permasalahan terpecahkan bukan semata karena esensi masalahnya itu sendiri, namun karena cairnya suatu hubungan yang terjalin satu sama lain. Selain itu juga perlu dipahami bahwa karakter manusia berbeda-beda dalam menanggapi suatu perbedaan pendapat. Itulah sebabnya seorang manajer HRD dituntut untuk memahami peta karakter masing masing orang. Ada karakter yang membutuhkan data dan fakta untuk menerima pendapat, ada yang menginginkan pemilihan kata yang lembut namun tegas, ada pula yang lebih nyaman dengan komunikasi tertulis dibanding lisan, dan sebagainya. Inilah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang manajer HRD atau posisi-posisi lain sebagai penengah.
Leave a Reply