Kita masih menghadapi tantangan pengembangan inovasi teknologi kesehatan / kedokteran yang cukup berat di masa depan. Implementasi kebijakan pemerintah untuk percepatan kemandirian inovasi industri farmalkes (farmasi dan alat kesehatan) walau sudah digulirkan sekian lama, masih memerlukan pengawalan lebih lanjut dengan mendorong kesiapan produksi dan penghiliran inovasi. Demikian dikemukakan Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM, Dr. Hargo Utomo, MBA, M.Com, yang merupakan salah satu narasumber pada webinar berjudul “Tantangan Pengembangan Inovasi Teknologi Kesehatan / Kedokteran di Masa Depan: Pembelajaran dari Pandemi Covid-19″, yang digelar PP KAGAMA bersama KAGAMADOK, Sabtu (11/12/2021).
Tantangan pengembangan inovasi teknologi kesehatan tidak hanya soal kolaborasi riset, inovasi dan industri dalam bidang kesehatan. Menurut Dr. Hargo, hilirisasi produk teknologi bidang kesehatan merupakan tantangan selanjutnya yang akan dihadapi.
Karakteristik industri farmalkes secara struktur dan persaingan dalam kondisi terfragmentasi, yaitu masing-masing sebenarnya mempunyai keunggulan namun sulit untuk berintegrasi. Karena terfragmentasi dan unik maka sifat permintaan produk inovasi cenderung inelastis atau tidak sensitif terhadap harga. Dr. Hargo menekankan perlunya basis riset dan pengembangan yang kuat untuk inovasi unggulan.
Karakteristik lainnya adalah sulitnya mencari bahan baku dikarenakan kesiapan industri hulu dan industri antara yang relatif masih terbatas. Di Indonesia belum sepenuhnya terbentuk dalam rantai pasok yang komplit dari hulu ke hilir. Dan itu berat untuk memunculkan inovasi baru, karena industri antaranya tidak ada sehingga harus impor bahan baku.
Dr. Hargo menambahkan, saat ini industri hulu dan hilir masih dalam tahap pencarian equilibrium atau keseimbangan. Harus ada titik temu antara semangat menghulukan dan menghilirkan. Karena industri tidak mau masuk dalam usaha yang belum pasti, sehingga semuanya menunggu dan memilih untuk menjadi pedagang.
Untuk mendorong kemandirian industri farmalkes, government intervention dan market mechanisme harus selaras. Campur tangan pemerintah sangat diperlukan karena industri farmalkes masih masuk kategori infant industry, sehingga kalau dibiarkan ‘lari’ sendirian jelas belum mampu. Seperti misal pemberian insentif fiskal berupa super tax deduction dan kebijakan moneter yang menarik bagi masuknya investasi pada bidang farmalkes untuk akselerasi inovasi teknologi di Indonesia.
Sehubungan dengan pengembangan industri farmalkes, Dr. Hargo menjelaskan ada sebuah kawasan di Purwomartani bernama UGM Science Techno Park (UGM STP) yang merupakan wahana penghiliran hasil-hasil riset dan inovasi berbasis kampus yang bersinergi dengan pelaku industri dan pemerintah. Kawasan tersebut dikembangkan dengan tujuan termasuk untuk menghasilkan produk kesehatan dalam negeri sehingga dapat mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang kesehatan.
“Keberadaan UGM STP sebagai unit intermediasi dapat dimanfaatkan sebagai mitra strategik bagi pelaku industri dalam menjalankan investasi riset dan pengembangan, serta mampu mendapatkan pengembalian investasi yang diharapkan melalui pertumbuhan jumlah inovasi unggulan yang diadopsi oleh masyarakat,” demikian pungkas Dr. Hargo.
*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel:
Leave a Reply