Ada 3 megatrend yang menjadi tantangan utama yang dihadapi oleh G20 yaitu ekonomi digital, keuangan digital dan new financial. Karena kita menjadi Presidensi G20, maka itu menjadi tantangan kita juga. Hal itu disampaikan oleh Co-Chair Indonesia Youth Diplomacy 2018-2020, Wafa Taftazani, salah satu narasumber yang mewakili kaum muda pada webinar berjudul “Presidensi G20 Indonesia: Tantangan, Kesempatan dan Peran Masyarakat Indonesia″, yang diselenggarakan PP Kagama bersama Kafispolgama, Jumat (17/12/2021).
Wafa menjelaskan pekerjaan anak-anak millenial saat ini sangat jauh berbeda dengan generasi terdahulu, baik jenisnya atau dari segi karirnya. Sangat banyak yang terjun ke ekonomi digital atau metaverse, semisal menjadi trader crypto currency maupun crypto asset dan menjadi pemain metaverse game secara full time yang menghasilkan banyak uang.
Sektor pekerjaan tersebut nyaris tidak tersentuh oleh kebijakan fiskal dan moneter yang dikeluarkan oleh pemerintah, lembaga internasional atau institusi supranasional seperti G20, karena mempergunakan platform tersendiri. Artinya kebijakan yang diambil pemerintah atau G20 menjadi tidak relevan dan tidak berdampak langsung apapun, karena sifatnya desentralisasi.
Di satu sisi kita tetap membutuhkan kestabilan dan kepastian yang diberikan pemerintah maupun organisasi supranasional seperti G20. Namun di saat bersamaan saat ini tidak bisa membendung apa yang terjadi di dunia metaverse, crypto currency, crypto asset, dll. Hal itu sangat penting untuk kita hadapi bersama.
Dengan adanya crypto currency dan crypto asset, sistem ekonomi yang sudah berjalan sekian lama akhirnya berubah. Kita kenal bitcoin sebagai crypto currency paling awal yang sifatnya desentralisasi, semuanya anonymous dan running on blockchain, tidak mempunyai border antar negara, tidak bisa diregulasi oleh institusi manapun, menjadikan pelajaran bagi pemerintah seluruh dunia.
Sementara itu crypto asset dihasilkan dari orang-orang yang beraktifitas di dalam blockchain. Yang saat ini sedang terjadi adalah aset seperti tanah, rumah, dll semuanya bisa diperjualkan secara virtual di metaverse mempergunakan crypto currency seperti bitcoin atau ethereum. Hal tersebut juga tidak bisa dibendung.
Apa kemudian peran bank sentral dan kementerian keuangan ketika nanti semakin banyak orang yang mengembrace sistem yang desentralisasi dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk crypto currency dan bukannya emas. Karena dengan jumlahnya yang semakin banyak maka kebijakan yang digulirkan akan menjadi tidak sensitif lagi.
Menjadi tantangan kita semua apakah kehadiran G20 relevan dengan perubahan perekonomian yang sedemikian dahsyatnya. Perlu rasanya pemerintah duduk bersama dengan para tokoh pelaku ekonomi digital untuk menjawab tantangan yang dihadapi.
Selama ini organisasi selalu ada pemimpinnya atau chairman. Saat ini semakin banyak yang berjalan secara desentralisasi, berjalan otomatis tidak membutuhkan kepemimpinan, tidak mempunyai karyawan, dan tidak membutuhkan sitem manual untuk menjalankan organisasi. Yang dibutuhkan hanyalah sebuah sistem, di mana orang-orang yang tergabung menentukan bersama-sama keputusan apa yang akan diambil, yang akan membawa sistem ke arah yang lebih baik.
“Desentralisasinya sektor-sektor ekonomi ke dalam hub-hub yang semakin mengecil dan tidak mampu dibendung bahkan sekalipun dilarang oleh beberapa negara di dunia. Massifnya perkembangan dunia digital dan kemunculan financial digital harus menjadi isu yang turut diperbincangkan dalam presidensi G20 di Indonesia,” demikian pungkas Wafa.
*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel:
Leave a Reply