Oleh: Dr. apt. Eka Siswanto Syamsul, M.Sc.
Samarinda — PP KAGAMA dan Pengurus Daerah KAGAMA Kaltim menggelar Focus Group Discussion (FGD) Pra Munas XIV KAGAMA dengan tema “Pembelajaran dari Pembangunan Daerah Berbasis Sumber Daya Alam di Kalimantan Timur” di Aula Lantai 6 Kantor Bank Kaltimtara, Jl. Jenderal Soedirman Samarinda, Sabtu (19/10). Kegiatan FGD yang dilaksanakan dalam rangkaian pelantikan pengurus KAGAMA Kaltim tersebut berlangsung secara luring, diikuti oleh sekitar 150 peserta.
Acara dihadiri oleh Ketua umum PP KAGAMA H. Ganjar Pranowo, S.H., M.I.P., Koordinator Humas KAGAMA Ridaya Laodengkowe, Ketua KAGAMA Kaltim Didiek Anggrat, dan Ririn Sari Dewi, S.IP, M.Si. yang hadir mewakili Pj. Gubernur Kalimantan Timur. Turut hadir senior KAGAMA Kaltim, Dr. Bagus Susatyo, ST, MM, dr. Hj. Rini Retno Sukesi, drg. Hj. Suryani Astuti, Ir. Totok Suripto, dan Dr. H. Jauhar Effendi, M.Si. Kemudian hadir pula seluruh Ketua Pengcab KAGAMA se-Kaltim, dan Yenny Israwati, SE, MM, Direktur Operasional & Manajemen Risiko Bankaltimtara selaku tuan rumah yang juga merupakan bagian dari KAGAMA.
FGD menghadirkan 2 narasumber, yaitu Ir. Fajar Alam, ST, M.Ling., IPM, alumnus Teknik Geologi UGM yang merupakan pengamat lingkungan dan sejarah, dan Dr. M.H. Fitriansyah, ST, MM warga KAGAMA Kaltim yang menjabat sebagai Kepala BRIDA Kaltim.
Fajar Alam menjelaskan awal ekstraksi sumber daya geologi di Kaltim antara lain tambang batu bara di Palaran (1861-1872) dan Loakulu (1888-1970), tambang minyak dan gas bumi di Sangasanga Kukar (1897) dan Balikpapan (1897), serta tambang emas di Kelian, Kutai Barat (1918).
“Perjalanan panjang dilalui pertambangan batu bara di Bumi Mulawarman, bermula dari zaman kolonial Belanda hingga tumbuh subur sejak era tahun 90-an,” ujarnyaM
Menurut Fajar, sebelum kehadiran perusahaan minyak, Sangasanga dihuni penduduk dari etnis Dayak, Kutai, dan nelayan Bugis. Kedatangan orang-orang Bugis tidak lepas dari hubungan baik antara kerajaan Kutai dan kerajaan-kerajaan di selatan Sulawesi.
“Sejak penemuan sumber minyak pada 1897, Sangasanga segera berevolusi menjadi kota industri. Belanda membangun banyak dermaga untuk mengirim minyak dengan kapal-kapal tangki. Sejumlah bangsal dibangun untuk pegawai Eropa dan Nusantara. Sebagian bangsal itu masih berdiri hingga sekarang,” tuturnya.
Fajar menambahkan, pengusahaan budidaya hutan dan perkebunan, serta perkembangan industri kayu dimulai tahun 1900-an dan pada tahun 2000-an muncul kesadaran pengelolaan berkelanjutan. Sedangkan sekitar tahun 1990-an mulai dilakukan perintisan perkebunan kelapa sawit, dan pada tahun 2011 pemerintah Indonesia mengeluarkan izin untuk membuka lahan kelapa sawit di kawasan hutan primer dan lahan gambut.
Pada akhir pemaparan, Fajar memberikan rekomendasi ke depan, yaitu pertama kolaborasi multi pihak melalui kemitraan pemerintah, swasta, dan komunitas lokal. Yang kedua diadakan pendidikan dan pelatihan lingkungan berkelanjutan bagi masyarakat dan pelaku bisnis.
“Ketiga, pemantauan dan evaluasi berbasis data serta transparansi informasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Fitriansyah menjelaskan tentang masa depan Kalimantan Timur pada tahun 2045 ditargetkan pada 3 aspek. Pertama, pembangunan IKN yang merupakan episentrum pertumbuhan akan mengubah konstelasi pembangunan Kaltim sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi baru. Kedua, trajectory pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan dengan mengalihkan sumber pertumbuhan ekonomi utama yang berbasis tenaga kerja low skilled dan sumber daya alam ke arah sumber pertumbuhan yang berbasis produktifitas.
“Yang ketiga hadirnya rencana pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dapat menjadi pemantik sekaligus peluang dalam mendorong akselerasi transformasi ekonomi dan kemandirian daerah Kalimantan Timur, khususnya dalam upaya mendorong hilirisasi industri berbasis sumber daya alam, memanfaatkan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sebagai pusat pertumbuhan berbasis maritim, serta melalui pengembangan dan pembangunan perkotaan yang lebih modern di Kaltim,” jelasnya.
Fitriansyah menambahkan, pembangunan IKN akan menjadi momentum bagi Provinsi Kaltim dalam meningkatkan standar pelayanan publik, memacu kegiatan produksi dan pengolahan, mengembangkan infrastruktur yang maju dan modern, mengelola sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan sejalan dengan komitmen tujuan pembangunan berlanjutan, meningkatkan kerja sama investasi, serta memperluas dan kemitraan perdagangan antar daerah.
“Rekomendasi dari saya, yaitu hilirisasi ke dunia usaha, kemandirian pangan, pembatasan ekploitasi SDA, pengawasan pertambangan dan reklamasi pasca tambang, kontribusi pariwisata, sektor unggulan, blue economy, linkage dengan dunia usaha, dan KAGAMA dilibatkan dalam pendampingan pembangunan di Kaltim,” ujarnya menutup presentasi.