Dalam rangka Nitilaku tahun ini untuk pertama kalinya diperkenalkan sebuah penyerahan penghargaan bernama “Alumni Mengabdi Award”. Penyerahannya dilakukan pada acara Malam Alumni di Gedung Grha Sabha Pramana, Sabtu (17/12/2022).
Menurut salah satu inisiator kegiatan, Rahman Hidajat, penghargaan diberikan oleh Kagama dan didedikasikan kepada alumni Universitas Gadjah Mada yang selama ini sudah berbuat sesuatu yang bermanfaat dan memberikan pengabdian luar biasa kepada lingkungannya atau masyarakat. Penghargaan diberikan kepada mereka yang justru sudah tidak memikirkan lagi untuk dihargai.
Pria yang akrab disapa Cak Man itu menambahkan, tujuannya adalah untuk mengabarkan kepada khalayak luas, mereka itulah sejatinya manusia-manusia yang hidupnya berharga bagi sesamanya. Semangat “Alumni Mengabdi Award” yang baru pertama kalinya diberikan tahun ini, memang dirancang untuk itu.
“Ada beberapa hal yang menjadi sumber inspirasi hingga tercetus ide pemberian penghargaan kepada alumni yang mengabdi,” ujar Cak Man.
Salah satunya adalah terinspirasi dari kutipan ucapan Bung Karno yang tertulis pada prasasti Gedung Pusat UGM, “Gadjah Mada adalah sumbermu. Gadjah Mada adalah mata airmu. Mengalirlah ke lautnya pengabdian kepada rakyat, bukan kepada kemuktian diri!”
Lalu ada satu lagi yang diucapkan Presiden Soekarno saat pengukuhan gelar Doktor Honoris Causa UGM kepadanya tahun 1951, “Bagi saya, ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia dipergunakan untuk mengabdi kepada praktek hidup manusia, atau prakteknya bangsa, atau praktek hidupnya dunia kemanusiaan.”
Menurut Cak Man, terdapat tiga kriteria penilaian untuk menentukan kelayakan alumni mendapatkan penghargaan. Pertama, mereka memiliki inisiatif, kemandirian, dan dapat berkolaborasi dengan pihak lain untuk mengembangkan gagasan menjadi praktek nyata membantu melindungi dan mensejahterakan rakyat. Kedua, mereka memiliki komitmen, dedikasi, dan konsistensi dalam menjalankan kegiatan-kegiatan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan rakyat. Dan ketiga, gagasan dan tindakan dalam membantu rakyat tersebut memiliki pengaruh nyata dalam kehidupan sosial.
Proses seleksi telah dimulai dari tanggal 1 November 2022 di mana panitia mengirim pemberitahuan kepada Pengda, Pengcab, Alumni Fakultas, dan Kagama Komunitas untuk mengajukan nama-nama calon penerima penghargaan. Kemudian Dewan juri yang terdiri dari 3 orang, yaitu Prof. Ir. Irfan D. Prijambada, M.Eng, PhD. sebagai ketua, Didik Supriyanto, SIP, MIP, dan Drs. Ida Bagus Yoga Atmaja, MSi, meneliti berkas yang masuk dan menyeleksi kandidat calon penerima penghargaan, 7-9 Desember 2022. Selanjutnya, setelah melakukan penilaian dengan seksama, tim juri memutuskan lima nama pemenang pada tanggal 10 Desember 2022.
Berikut nama-nama pemenang. Pertama, Farha Abdul Kadir Assegaf, biasa disapa Ciciek, mahasiswi Program Sosiologi S2 Pascasarjana UGM, angkatan 1995. Ketulusan dan kesungguhannya dalam kegiatan sosial membuat dirinya dipercaya pemerintah, perusahaan swasta, maupun lembaga internasional untuk memonitor, melaksanakan, maupun memberikan sentuhan berbagai kegiatan perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan.
Kedua, Lita Anggraini, mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional, FISIPOL UGM, angkatan 1988. Sejak kuliah, ia sudah menekuni isu perempuan. Tidak hanya mendalami teori gerakan perempuan, tetapi juga praktik membela perempuan. Bersama kawan-kawannya, dia mendirikan organisasi non pemerintah Cut Nyak Dien Yogyakarta untuk mengadvokasi perempuan.
Ketiga, Nirwan Ahmad Arsuka, mahasiswa Jurusan Teknik Nuklir, Fakultas Teknik UGM, angkatan 1986. Pada tahun 2014 ia menginisiasi pembentukan Pustaka Bergerak. Tidak seperti perpustakaan konvensional yang menunggu pembaca datang, Pustaka Bergerak menghampiri pembacanya. Tujuan kegiatan ini adalah menumbuhkan minat baca anak-anak di pelosok-pelosok tanah air. Sebab, sebagai pemilik masa depan, mereka harus berbekal ilmu pengetahuan dan kecerdasan agar berhasil mengarungi kehidupan.
Keempat, Putu Ardana, akrab disapa Kaweng, mahasiswa Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi UGM, angkatan 1983. Selepas wisuda dia memutuskan kembali ke kampung halamannya Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Dia memilih menjadi petani. Bersama petani-petani di desanya, Kaweng berhasil mengembangkan komoditas lokal yaitu kopi Tamblingan. Jiwa aktivismenya membawanya ke kegiatan perlindungan tradisi dan pelestarian lingkungan
Kelima, Y. Indrawan, biasa dipanggil Capung, mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, FISIPOL UGM, angkatan 1984. Sejak kuliah ia terlibat aktif dalam kegiatan sosial dan kebencanaan yang digalang aktivis Gelanggang Mahasiswa. Kegemarannya naik gunung membawa Capung ke pergaulan dengan warga desa di lereng Gunung Merapi. Dari aktivitas keluar masuk desa-desa di lereng Merapi tersebut, terbentuklah jaringan Komunitas Lingkar Merapi atau KLM yang berkomitmen untuk melakukan mitigasi bencana secara bersama-sama.
“Selamat kepada para penerima penghargaan. Semoga vibrasi atau getaran kebaikan yang dibawa mereka semakin meluas dan sanggup menginspirasi putra-putri alumni UGM generasi selanjutnya,” pungkas Cak Man.