Menyambut 70 Tahun Hubungan RI-AS, PP Kagama Sinergi Kagama Amerika Menggelar Webinar Membahas Evaluasi dan Proyeksinya

Hari Sabtu (8/8/2020) PP KAGAMA dan Kagama Amerika Serikat menggelar webinar berjudul “70 Tahun Hubungan RI-AS: Evaluasi dan Proyeksi” yang diikuti oleh sekitar 400 peserta, menampilkan 4 narasumber yaitu Prof. Dr. Mohtar Mas’oed (Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional UGM), Muhammad Al Aula (Diplomat KBRI di Washington DC), Stanislaus Tandelilin (Co-founder ModalRakyat.id) dan Siti Rahmayanti (Alumnus Harvard Medical School). Acara seminar dimoderatori oleh Muhsin Syihab, Deputi Wakil Tetap RI untuk Dewan Keamanan PBB. Lalu tampil sebagai keynote speaker adalah Ganjar Pranowo, Ketua Umum Kagama.

Ganjar Pranowo mengatakan naik turunnya hubungan antar negara adalah suatu hal yang biasa. Dengan kondisi pandemi ini penting sekali adanya kolaborasi antar bangsa di dunia ini. Kita harus bisa mengutamakan kemanusiaan di atas kepentingan politik dan menjadi prioritas dalam relasi hubungan antar negara. Pada saat semua negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang minus kita harus berpikir bagaimana kita bisa bangkit dan melakukan recovery. Inti persoalan di saat pandemi adalah menyelesaikan masalah kesehatan, sehingga hubungan antar negara seharusnya seharusnya bisa kita arahkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Saat ini beberapa negara di dunia termasuk Amerika telah mengembangkan vaksin yang sangat kita butuhkan bersama. Sehingga pengadaan vaksin tersebut harus kita prioritaskan dalam hubungan antar negara yang kita jalin untuk menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan yang ditimbulkan oleh pandemi corona.

Ganjar Pranowo Ketua Umum Kagama

Sementara itu moderator seminar, Muhsin Syihab, Deputi Wakil Tetap RI untuk Dewan Keamanan PBB menyinggung masalah naik turunnya hubungan Indonesia dengan Amerika. Ada 3 fase politik di dalam negeri kita yaitu fase orde lama, orde baru dan era reformasi, yang dapat kita ambil sisi positifnya dari hubungan RI-AS. Di fase orde lama ditandai dengan rivalitas blok barat dan timur, kita pernah menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika yang menjadi cikal bakal gerakan non blok dan juga politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Pada jaman orde baru pendekatannya lebih pragmatis untuk memajukan kehidupan politik ekonomi dan mengejar investasi dari Amerika. Lalu pada era reformasi hubungan kita dengan Amerika memasuki masa multi dimensional. Sebagai contoh pada tahun 2010 menjadi titik tolak kita membuat comprehensive partnership dengan AS. Lalu pada tahun 2015 ditingkatkan menjadi strategic partnership yang diterjemahkan menjadi bermacam-macam hubungan dalam bidang ekonomi, energi, pertahanan, dsb. Evaluasi dan proyeksi hubungan kita dengan AS yang telah terjalin selama 70 tahun sangat penting untuk dibahas baik dalam jangka short term, mid term atau long term.

Muhsin Syihab, Deputi Wakil Tetap RI untuk Dewan Keamanan PBB

Narasumber pertama yang tampil, Prof. Mohtar Mas’oed menyampaikan hubungan bilateral antara RI-AS yang telah berlangsung selama 70 tahun berjalan naik turun dan banyak sekali melibatkan kepentingan strategis. Indonesia dapat memanfaatkan hubungan baik ini untuk menurunkan ketegangan antara AS dengan China yang sedang terjadi saat ini, dan berupaya mencegah kemungkinan terjadinya perang serta untuk memperkuat multilateralisme.

Prof. Mohtar lebih lanjut mengatakan, kepentingan strategis menjadi satu-satunya yang mendasari hubungan bilateral AS dengan negara lain, termasuk Indonesia. Pada masa perang dingin, AS berkepentingan untuk memenangkan pertarungan geopolitik melawan Uni Soviet. Setelah perang dingin berakhir, AS memiliki kepentingan untuk memelihara supremasi global AS, mencegah munculnya hegemoni politik dan militer di wilayah Eurasia yang bisa menentang AS, dan melindungi kepentingan AS di negara-negara berkembang.

Prof. Dr. Mohtar Mas’oed, Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional UGM

Kini perang dingin dengan blok timur yang dipimpin Uni Sovyet sudah berlalu. Sebagai negara adidaya, AS bisa saja kembali ke isolasionisme, unilateralisme, multilateralisme, ataupun internasionalisme liberal. Namun, perilaku eksternal AS akhir-akhir ini justru memberikan kesan seperti mau menciptakan perang dingin jilid 2. Dalam situasi seperti itu, Indonesia sendiri berkepentingan untuk mencegah berulangnya konflik yang semakin tajam. Hubungan baik Indonesia dengan AS seharusnya bisa dimanfaatkan untuk membantu agar konflik AS dengan China tidak semakin memburuk. Upaya multilateralisme dalam menghadapi pandemi bisa menjadi sarana untuk memobilisasi kepentingan bersama itu, dan Indonesia menyadari bahwa multilateralisme tidak bisa ditawar lagi karena merasa tidak bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri.

Muhammad Al Aula, Diplomat KBRI di Washington DC

Sementara itu narasumber lainnya Muhammad Al Aula, Diplomat KBRI di Washington DC, mengatakan bahwa postur diplomasi yang terjalin antara Indonesia dan AS semakin kokoh. Di luar diplomasi formal, hubungan antarwarga kedua negara atau people-to-people juga terjalin dengan baik. Saat ini pandemi covid-19 telah mengganggu dinamika internasional serta menghadirkan perubahan tiba-tiba dan penuh ketidakpastian. Kerja sama politik serta pertahanan dan keamanan harus tetap diperkuat karena sangat mempengaruhi stabilitas kawasan. Selain itu, kerja sama ekonomi juga masih memiliki ruang gerak yang luas untuk berkembang. Di luar kerja sama politik dan ekonomi, sebenarnya ada beberapa bidang potensial yang bisa dikembangkan dalam hubungan 70 tahun kedua Indonesia dan AS, yaitu antara lain kerja sama teknologi informasi dan inovasi, kerja sama kesehatan, kerja sama pendidikan, dan peran publik (people-to-people) kedua negara.

Siti Rahmayanti, alumnus Harvard Medical School

Di bidang pendidikan, AS bisa menjadi negara tujuan utama bagi pelajar Indonesia. Siti Rahmayanti, alumnus Harvard Medical School yang merupakan narasumber perempuan satu-satunya, menyatakan di Harvard University proporsi mahasiswa internasional terus meningkat. Dari sekitar 20% pada tahun 1980 menjadi 59% pada tahun 2016. Peluang bagi warga indonesia untuk belajar di AS sangat terbuka karena latar belakang yang berbeda dari setiap pelajar akan semakin memperkaya persepsi dan ilmu pengetahuan yang dikembangkan.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*