Sabtu (26/06/2021), PP Kagama bersama UGM dan UGM Press menggelar webinar melalui aplikasi Zoom Meetings bertema Kagama Literasi. Pada seri ke-5 kali ini membedah buku berjudul “Ekonomi Kelembagaan dan Desentralisasi” karya Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc.,Sc, Ph.D. Dua tokoh, yaitu Ir. Budi Karya Sumadi (Menhub RI & Waketum I PP Kagama), Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, Asean Eng. (Rektor UGM) hadir di awal acara memberikan kata sambutan. Berkenan menjadi keynote speaker adalah H. Ganjar Pranowo, S.H. (Ketua Umum PP Kagama), M.IP dan Dr. AAGN Ari Dwipayana (Sekjen PP Kagama). Webinar menghadirkan 4 narasumber yang kompeten di bidangnya, yaitu Made Suwandi, M.Soc.Sc., Ph.D, Prof. Robert A. Simanjuntak, M.Sc., Ph.D., Drs. Astera Primanto Bhakti, M.Tax. dan Dr. Sukarwo, M.S. Jalannya webinar dipandu oleh Dr. Friderica Widyasari Dewi, M.B.A, dan Muthiah dari tim Humas PP Kagama.
“Desentralisasi dan ekonomi kelembagaan memiliki korelasi positif dalam menumbuhkan ekonomi daerah.” ujar Ari Dwipayana mengawali sambutannya.
Ari Dwipayana yang juga menjabat sebagai Koordinator Staff Khusus Presiden RI tersebut menegaskan, penggunaan perspektif ekonomi kelembagaan sangat diperlukan dalam melihat masalah pembangunan. Relevansinya sesuai dengan empat pilar transformasi yang dicanangkan Presiden RI, Ir. Joko Widodo yakni, percepatan pembangunan infrastruktur, transformasi human capital, transformasi institusional dan transformasi industri.
“Penekanan pada faktor leadership dan inovasi para pemimpin daerah sangat diperlukan guna mengedukasi masyarakat dan mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah.” pungkas Ari Dwipayana.
Hampir senada, Ganjar Pranowo mengatakan. “Buku yang menarik dan hadir sebagai salah satu panduan dalam membangun ekonomi daerah. Improvement harus dilakukan oleh daerah dalam mengatasi pembangunan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 ini.”
“Outbreak yang terjadi di Kudus, Jawa Tengah membutuhkan ketenangan dan kesigapan leadership dalam penanganan varian delta tersebut. Dalam konteks otonomi daerah, Gubernur menjadi “kakak” dari bupati atau walikota pada daerah kabupaten atau kota. Kasus Kudus kemudian diambil alih penanganannya oleh Provinsi Jawa Tengah. Pemprov Jateng menyiapkan sebuah kantor untuk membackup penanganan Covid-19 di Kudus.” imbuh Ganjar.
“Otonomi daerah yang sudah diberikan dan ditetapkan UU harusnya dijalankan dengan baik dengan mengerahkan segala daya upaya yang dimiliki oleh daerah. Dalam kasus Covid-19 di Kudus misalnya, penanganan secara desentralisasi dan melibatkan berbagai pihak seperti TNI dan Polri. Sense of crisis seorang pemimpin daerah diuji dalam situasi ini.” ujar Ganjar menutup sambutannya.
Pembahas pertama, Prof. Robert A. Simanjuntak memberikan masukan agar buku “Ekonomi Kelembagaan dan Desentralisasi” dapat dibaca oleh bebagai elemen di masyarakat dengan menambahkan berbagai hal yang belum tercantum seperti argumen-argumen dalam buku perlu diformulasikan dengan lebih gamblang dan lebih dispesifikkan tujuannya.
“Pada bab pengantar perlu diberikan overview tentang struktur pembahasan isu desentralisasi dengan teori-teori NIE (New Institutional Economic). Kemudian, menggaris bawahi argumen utama pada setiap babnya. Teori-teori NIE harus dikupas lebih dalam seperti apa perbedaannya dengan teori teori mainstream ekonomi lainnya.” pungkas guru besar FEB UI tersebut.
Pembahas kedua, Made Suwandi mencoba mengaitkan buku tersebut dengan pilkada langsung yang tercipta pada tahun 2004. Pilkada langsung pada tataran empiris malah menaikkan angka KKN seperti suap untuk meraih jabatan dan money politics. Kewenangan keuangan yang banyak diberikan kepada daerah setelah penerapan otonomi daerah sangat lemah terutama pada aspek pengawasan.
“Selain aspek pengawasan yang lemah diperparah dengan aspek kontrol sosial, check and balance yang lemah dan tumpeng tindih kebijakan. BPK, KPK dan badan pengawas lainnya cukup mengalami kesulitan dalam memantau penyelewengan yang terjadi di daerah.” ujar tenaga ahli Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah tersebut.
“Desentralisasi akan berhasil jika mengikuti rule of law yang jelas. Pemerintah pusat harus mendorong pemerintah daerah dalam memahami proses tata kelola ekonomi daerah. Perlunya persiapan yang matang dalam menyiapkan leadership di daerah, perlunya ditumbuhkan kesadaran pentingnya pendidikan dalam membangun daerah.” kata Made Suwandi mengakhiri paparannya.
Senada dengan dua pembahas sebelumnya, Astera Primanto Bhakti mengapresiasi hadirnya buku ekonomi kelembagaan tersebut sebagai suatu usaha refreshing untuk kembali melihat desentralisasi fiskal dimulai dari sejarahnya, perbandingan dengan negara lain. Buku ini dapat dibaca semua kalangan baik kalangan ekonom maupun kalangan awam di masyarakat.
“Pendekatan ekonomi kelembagaan merupakan pendekatan yang paling bisa diterima berbagai kalangan. Kritik yang menjadi PR kita bersama adalah sulit menemukan daerah yang tidak masuk WTP dalam audit BPK. Ketimpangan sosial dan ekonomi di berbagai daerah pun juga semakin meningkat. Penerapan desentralisasi bertujuan untuk menghilangkan ketimpangan justru memperlebar ruang ketimpangan tersebut.”pungkas Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu RI tersebut.
Pembahas terakhir, Sukarwo, M.S., anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI, menarik studi kasus pada koperasi dan UMKM dengan pendekatan ekonomi kelembagaan. Krisis keuangan global tahun 2008 tidak membuat ekonomi Indonesia luluh lantak. Satu penyelamat ekonomi Indonesia adalah koperasi dan UMKM.
“Pengalaman saya menjadi Gubernur Jawa Timur (2009-2019), bersama Dewan Riset Daerah dan BPS Jatim menemukan kondisi UMKM di Jatim dalam keadaan feasible namun tidak bankable. Melihat kasus tersebut Pemprov Jatim bersama DPRD membuat perda jaminan kredit daerah dengan menjamin UMKM melalui dana APBD. Keputusan tersebut menghasilkan BPR Pemda Jatim menjadi Bank UMKM. Memberikan modal melalui loan agreement dengan jaminan giro 2% dan bunga 6% yang dijamin oleh Jamkrida.” pungkas Sukarwo. [arma]
*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel: