PP Kagama bekerja sama dengan K-GAMA Health, kembali menggelar webinar serial Kagama Health Talks melalui Zoom Meeting, Sabtu (25/6/2022). Pada seri ke-10 kali ini mengangkat topik “Mengenal, Mencegah & Mengobati Jerawat”, menghadirkan tiga narasumber, yaitu dr. Angela Mistralina Lukito, SpDV, dr. Dinda Saraswati M, SpDV, dan dr. Listya Paramita, SpKK. Berkenan memberikan pidato pembukaan adalah Prof. Paripurna P. Sugarda, S.H., M.Hum., LL.M., Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM. Jalannya acara dipandu oleh dr. Kusnindita Noria R., SpDV selaku moderator, dan dr. Gendisya Damarinda sebagai MC.
Narasumber pertama, Direktur Utama Mydervia Dermatology Clinic, dr. Angela Mistralina Lukito menjelaskan apa itu jerawat dan kapan sebaiknya diobati. Jerawat atau bahasa medisnya acne disebabkan oleh hiperproliferasi folikular pada epidermis, produksi sebum/minyak yang berlebihan, kolonisasi bakteri Cutibacterium Acne, dan respon imun atau peradangan. Kelainannya bisa berbentuk komedo, papul yaitu bintil kemerahan kecil yang jika ada nanahnya disebut pustule, serta nodule yaitu bintil berwarna merah pekat dengan derajat luas dan keparahan yang beragam.
Jerawat termasuk 1 dari 10 penyakit paling sering terjadi secara global, terutama pada dewasa dan dewasa muda, dengan kisaran 85% pada usia 12-25 tahun. Namun secara umum jerawat terjadi pada semua usia, termasuk anak-anak.
Komplikasi jerawat secara klinis macam-macam, seperti makula eritem atau bercak kemerahan yang sulit sekali hilang atau bercak hitam paska inflamasi, dan bisa mengakibatkan scar atau bopeng. Untuk komplikasi psikologis bisa berupa depresi, kecemasan, stres psikososial & gangguan psikologis, serta masalah kepercayaan diri, khususnya untuk jerawat jangka panjang.
Apabila jerawat sudah dianggap bermasalah, sebaiknya segera melakukan konsultasi atau terapi kepada dermatologist, agar bisa tertangani dengan baik. Dermatologist akan menanyakan mengenai riwayat penyakit, lalu melakukan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan gambaran klinis, dan jika dirasa perlu akan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Manfaat konsultasi kepada dermatologist adalah bisa mendapatkan hasil treatment lebih cepat, meminimalisir kemungkinan mendapat terapi yang kuat, mengurangi kemungkinan terbentuknya scar & bekas jerawat, mencegah jerawat ringan berkembang menjadi lebih berat, serta mencegah efek psikologis negatif untuk jerawat yang menahun.
“Jangan abaikan jerawat, karena komplikasinya bisa beragam, baik komplikasi pada penampakan kulit di area yang terkena jerawat hingga dampak psikologis yang mempengaruhi kualitas hidup, Penanganan jerawat yang dilakukan sejak dini memiliki manfaat yang banyak,” ucap dr. Angela mengakhiri paparannya.
Narasumber kedua, dr. Dinda Saraswati menjelaskan penggunaan produk OTC (over the counter) dalam penanganan jerawat. Produk OTC adalah produk yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter. Contohnya: produk pencuci wajah, pelembab, serum, masker wajah, sunscreen, dll. Produk OTC yang aman adalah yang telah teregistrasi BPOM.
Dr. Dinda menambahkan peran dari produk skincare OTC dalam mengatasi jerawat adalah merawat kulit yang rentan berjerawat dan mengatasi permasalahan jerawat ringan, sebagai pendamping proses pengobatan jerawat dari dokter (kombinasi dengan resep dokter), dan sebagai perawatan lanjutan setelah menyelesaikan pengobatan dari dokter.
Dalam memilih produk skincare OTC harus tepat, tidak bisa sembarangan. Dalam artian harus memperhatikan jenis kulit apakah kering / berminyak / kombinasi keduanya, dan sensitif / tidak sensitif. Juga harus melihat kebutuhan kulitnya.
Produk skincare OTC hanya untuk jerawat keparahan ringan / kondisi kulit cenderung berjerawat. Jika sudah memasuki derajat sedang atau berat dr. Dinda menyarankan sebaiknya konsultasi dengan dermatologist.
Secara umum kebutuhan kulit adalahu cleansing, moisturizing, dan protecting. Istilah medicating / repairing adalah tambahan dengan melihat problem kulitnya, apakah jerawat, flek, atau penuaan. Dalam hal ini keempat kebutuhan tersebut untuk menangani jerawat.
Dalam pemilihan cleansing yang harus diperhatikan untuk kulit berjerawat belum tentu berminyak. Jadi ada juga yang berkulit kering atau sensitif mudah merah dan perih. Dr. Dinda mewanti-wanti harus hati-hati dalam melakukan overcleansing, penggunaan scrub, dan cleansing tools, karena justru bisa menyebabkan iritasi.
Untuk moisturizing fungsinya adalah menjaga kelembaban kulit, dan mengurasi resiko iritasi dalam penggunaan produk OTC. Point penting memilih pelembab harus memperhatikan bahan aktif pelembab, yaitu humectant, emollient, dan occludent. Pelembab yang baik memiliki campuran ketiganya. Untuk kulit cenderung berjerawat, harap hati-hati pada pelembab murni oklusif.
Lalu untuk protecting adalah menjaga kulit dari paparan sinar matahari. Kalau jerawat ringan penggunaan sunscreen diperbolehkan, tapi kalau berat lebih baik dihindari. Peran sunscreen yaitu mengurangi resiko fotosensitivity akibat sinar UV yang disebabkan oleh komponen bahan anti acne, serta mencegah terjadinya hiperpigmentasi paska inflamasi dari jerawat.
Kemudian kalau medicating tergantung kondisi dan keparahan. Jika pada tahap sedang atau berat sebaiknya pakai resep dokter. Untuk tahap ringan bisa memakai produk OTC saja.
Dr. Dinda menyebut ada banyak terjadi kesalahan penggunaan produk OTC dalam penanganan jerawat. Di antaranya jika digunakan untuk kondisi keparahan sedang / berat pasti tidak akan optimal. Lalu penggunaan terlalu banyak produk dalam satu waktu bisa menimbulkan iritasi atau kulit kering. Juga penggunaan produk bebas yang tidak ada lisensi dari BPOM atau usulnya tidak jelas.
Di akhir pemaparan, dr. Dinda menyimpulkan, “Produk skincare OTC sebaiknya digunakan hanya unutk jerawat ringan. Penggunaan OTC semakin sedikit semakin baik. Pahami kebutuhan kulit masing-masing dan lakukan pemilihan skincare yang tepat. Bila mengalami jerawat parah atau tidak kunjung membaik, segera konsultasikan ke dokter spesialis kulit.”
Narasumber terakhir, dr. Listya Paramita membahas pencegahan dan penanganan kulit pasca terjadinya jerawat. Ia menekankan jerawat bukanlah masalah kosmetika namun kondisi medis / penyakit kulit. Bahkan WHO mengklasifikasikan jerawat sebagai penyakit kronis.
Yang lebih mengganggu dari jerawat adalah sekuelnya atau bekasnya. Gangguannya bisa berimbas ke efek psikologis, pada kehidupan sosial dan kualitas hidup.
Dr. Mita menambahkan kondisi peradangan kulit yang kronis bisa menyebabkan scars atau jaringan parut yang permanen. Hal itu bisa disebabkan karena sejak awal tidak tertangani dengan baik. Jerawat bisa sembuh namun meninggalkan cacat di kulit.
Bekas jerawat bisa berpengaruh ke perubahan warna kulit, menjadi merah atau coklat. Yang kedua bisa berubah tekstur kulitnya, cekung atau cembung. Jika hanya terjadi perubahan warna, tidak mengubah tekstur kulit, biasanya masih bisa disembuhkan dengan obat yang dioleskan. Kalau yang berubah teksturnya tidak mungkin bisa ditangani dengan obat oles. Karena yang berubah bukan di permukaan kulit namun di bawah jaringannya sudah hancur. Harus ada tindakan medis.
Pada akhir presentasi, dr. Mita menekankan lebih baik mencegah jerawat sejak awal. Karena apabila sudah terlanjur parah maka sekuelnya akan sulit untuk ditangani.
“Cara mencegah jerawat yaitu pilihlah skincare yang tepat, obat jerawat harus tepat sasaran, dan biasakan gaya hidup yang sehat,” pungkas dr. Mita.
*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel: