Setelah selama setahun vacuum karena berbagai sebab, PP Kagama bersama Kagama Fotografi kembali berbagi ilmu lewat Zoom Meeting, Sabtu (5/8). Pada webinar seri ke-28 kali ini, narasumber utama Anang Batas (Antropologi ’87) berbagi cerita tentang pengalamannya memotret satwa liar, khususnya burung. Kata sambutan diberikan oleh Wakil Sekjen Bidang VI PP Kagama, Sulastama Raharja, dan pembina Kagama Fotografi, Pinto NH. Bertindak sebagai host adalah Wiwit Wijayanti.
Di awal pemaparan, Anang Batas jujur mengakui aktivitas memotretnya belum lama, yaitu baru sekitar 2 tahun. Ketika pandemi melanda, sebagai seorang MC, seniman, dan komedian, ia dipaksa oleh keadaan tidak bisa bekerja mencari nafkah. Ia memakai istilah untuk tetap menjaga kewarasan ia harus tetap bergerak, salah satunya dengan aktivitas memotret.
“Bagi saya, fotografi adalah hobi, seni, dan media kontemplasi,” ucapnya.
Awalnya, pada bulan Januari 2021, ia diajak memotret erupsi Merapi dari Tunggul Arum, Turi, Sleman. Sekitar 4 bulan ia rutin mendokumentasikan aktivitas Merapi.
“Erupsi merapi tahun 2021 menjadi cikal bakal saya untuk menggeluti dunia fotografi,” ujar Anang.
Selanjutnya ia diperkenalkan dengan dunia memotret burung. Pertama kali ia diajak kawan-kawan fotografer ke Desa Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo, sebuah desa wisata yang sudah sejak lama menjadi tempat konservasi satwa-satwa liar, semacam ular, kupu-kupu, dan burung.
Dari seringnya memotret burung di Jatimulyo, Anang bisa menilai baik dan buruknya kondisi alam dapat dilihat dari seberapa banyak hewan yang singgah atau tinggal di suatu tempat. Memperlihatkan ragam jenis burung melalui kegiatan memotret, diharapkan mampu membuat kita tersadar bahwa manusia sebenarnya hidup berdampingan dengan alam dan segala isinya, termasuk satwa-satwa liar.
Anang mengemukakan alasannya mengapa ia akhirnya suka sekali memotret burung. Yang pertama, burung adalah obyek indah dan penting bagi ekosistem. Menurutnya, burung selalu menawarkan keindahan dari warna yang eksotis hingga kicauannya yang memanjakan telinga. Burung juga menyediakan layanan ekosistem dengan memainkan peran sebagai penyerbuk, pemangsa, dan pengendali hama.
Berikutnya, burung adalah makhluk yang luar biasa. Burung dikenal sebagai hewan penyintas yang handal, yang mana sanggup terbang ribuan kilometer, bahkan sampai menyeberangi lautan. Perilaku burung di alam liar sangat menarik untuk diamati dan didokumentasikan, seperti caranya makan, mencari pasangan, pola asuh anak, dll.
Lalu, tidak ada rasa puas dalam mengabadikan burung setiap detiknya, dan dari setiap jenis burung terdapat nilai keindahan tersendiri. Oleh karenanya, pengamat, peneliti, dan pemerhati burung selalu menemukan hal baru untuk dieksplorasi.
“Yang terakhir, tempat yang sama belum tentu terdapat jenis burung yang sama pada waktu yang berbeda. Apalagi di tempat berbeda,” tutur Anang.
Anang melanjutkan, banyak hal menantang dalam aktivitas memotret burung. Di antaranya burung bukan obyek yang diam, sehingga tingkat kesulitannya tinggi. Apalagi banyak burung berukuran kecil yang selalu bergerak.
Lalu, perubahan cuaca juga menjadi kendala yang tak mudah. Karena menyebabkan perubahan kesediaan cahaya yang seringkali menimbulkan kondisi low light.
Juga kondisi medan kadang bisa menyulitkan. Lokasi yang terjal dengan membawa peralatan yang lumayan berat pastilah sangat merepotkan.
Namun, ketika berhasil mendapatkan jepretan yang menarik, susahnya dalam berproses langsung akan terbayar lunas dengan kebahagiaan yang luar biasa. Menurutnya, semuanya itu merupakan pengalaman mengasyikkan yang susah dilukiskan dengan kata-kata.
“Menyaksikan dan mengabadikan momen pertumbuhan serta perkembangan burung dapat menjadi sarana untuk refleksi dan kontemplasi. Memotret burung bisa sebagai ajang rekreasi, sekaligus menggugah semangat konservasi,” pungkas Anang mengakhiri paparannya.
*) Materi selengkapnya bisa disaksikan di Youtube Kagama Channel: